Oksidasi Lemak TINJAUAN PUSTAKA

8 dibandingkan daun sereh dan cengkeh serta antioksidan sintetis BHT dan BHA pada butter cakes. Masa simpan butter cakes yang diberi ekstrak kunyit dan daun sirih dapat mencapai 4 minggu. Menurut Arambewela et al. 2006 ekstrak daun sirih mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih baik dari BHT dalam menurunkan ketengikan pada minyak kelapa dan kelapa sawit serta dapat mencegah proses oksidasi pada potato chips sehingga dapat memperpanjang masa simpannya. Arambewela et al. 2006 juga menyatakan bahwa sifat antioksidan ekstrak daun sirih cukup stabil karena tidak berubah sampai 12 bulan pada suhu ruang. Aktivitas antioksidan sirih ini akan menurun jika suhu dinaikkan sampai 200 o C. Oleh karenanya, daun sirih berpotensi baik untuk digunakan sebagai antioksidan dalam industri pangan.

2.2 Oksidasi Lemak

Oksidasi lemak merupakan fenomena yang umum dan sering memberikan perubahan kimia yang berdampak pada penurunan kualitas nutrisi, flavor dan perubahan tekstur produk. Perubahan kimia tersebut bertanggung jawab terhadap terjadinya ketengikan flavor dan aroma. Produk oksidasi lemak juga dapat berinteraksi dengan protein dan karbohidrat bahan pangan sehingga menyebabkan perubahan tekstur Kinsella et al. 1978. Menurut Huss 1995 terdapat dua reaksi penting dalam penguraian lemak ikan yang dapat menurunkan kualitasnya yaitu reaksi oksidasi dan hidrolisis. Kedua reaksi tersebut dapat menghasilkan berbagai produk yang tidak diinginkan, misalnya hidroperoksida, senyawa aldehida, keton, alkohol, atau senyawa alkana. Oksidasi lipid bisa terjadi secara spontan karena reaksi antara oksigen di atmosfer dengan lipid dalam bahan pangan. Reaksi ini di sebut auto-oksidasi. Menurut Gordon 2001 kelompok PUFA potensial mengalami dekomposisi dengan cara auto-oksidasi. Jika ada cahaya dan sensitizer seperti klorofil, maka terjadi aktivasi oksigen menjadi singlet oxygen yang berperan dalam tahap inisiasi dari penguraian oksidatif. 9 Gambar 2 . Auto-oksidasi asam lemak tak jenuh Menurut Huss 1995 kandungan PUFA dalam ikan sangat tinggi sehingga oksidasi sangat mudah terjadi melalui mekanisme autokatalitik di mana pada tahap inisiasi asam lemak mengalami pemutusan atom hidrogen menghasilkan radikal asam lemak. Radikal asam lemak tersebut bereaksi sangat cepat dengan oksigen membentuk perosida radikal. Peroksida radikal ini selanjutnya dapat bereaksi lagi dengan asam lemak lain menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak. Reaksi propagasi ini akan terus berlanjut sampai senyawa radikal tersebut bereaksi dengan radikal lain atau bereaksi dengan antioksidan menghasilkan antioksidan radikal yang lebih tidak reaktif. Hidroperoksida mudah terurai menjadi produk auto-oksidasi sekunder yaitu senyawa dengan rantai karbon lebih pendek terutama aldehida, keton, alkohol, asam karboksilat sederhana dan alkana yang memberikan perubahan bau dan hilangnya warna pada produk Gambar 2. Menurut Ashton 2002, jalur oksidasi lipid yang mungkin terjadi pada ikan selama proses pengolahan dapat dilihat pada Gambar 3. Kerusakan membran sel selama penanganan dan pengolahan ikan menyebabkan Fosfolipid yang terdapat dalam membran sel keluar dari membran. Fosfolipid tersebut dan trigliserida dalam daging ikan selanjutnya mengalami penguraian menjadi asam lemak bebas LH rantai asil asam lemak Inisiasi H L O 2 LOO Propagasi LOOH antioksidan AH A LOOH hidroperoksida LH ”Produk-produk Sekunder” Aldehida, keton, alkohol, alkana 10 oleh kerja enzim fosfolipase dan lipase. Asam lemak bebas tersebut selanjutnya mengalami reaksi oksidasi melalui mekanisme autokatalitik menghasilkan hidroperoksida dan hidroperoksida selanjutnya mengalami dekomposisi menjadi produk yang bersifat volatil. Fosfolipid dan trigliserida juga dapat mengalami reaksi oksidasi dengan oksigen di atmosfir menghasilkan hidroperoksida yang selanjutnya mengalami dekomposisi menjadi produk yang bersifat volatil. Gambar 3. Kemungkinan jalur oksidasi lipid pada ikan 11 Pokorny et al.. 2001 menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat oksidasi lemak dalam produk pangan dapat dilakukan dengan pengukuran terhadap kehilangan materi lipid misalnya asam lemak atau trigliserida, atau juga dapat dilakukan dengan mengukur produk oksidasi lemak baik primer maupun sekunder. Beberapa metode pengukuran oksidasi lemak antara lain bilangan peroksida, diena terkonyugasi, bilangan oktanoat, produk oksidasi yang dapat berkonyugasi, angka TBARS, angka anisidin serta produk berfluoresen. Menurut Ashton 2002, produk primer hidroperoksida lipid dari oksidasi asam lemak pada ikan umumnya dianggap tidak memberikan pengaruh yang kuat terhadap perubahan flavor, akan tetapi senyawa yang memberikan peningkatan ketengikan adalah produk oksidasi sekunder yang bersifat volatil yang diturunkan dari pemecahan hidroperoksida, sehingga untuk memonitor status oksidasi lemak dalam produk ikan dilakukan pengukuran terhadap produk oksidasi sekunder antara lain angka TBARS, angka anisidin serta produk berfluoresen. Metode angka TBARS merupakan metode oksidasi lipid yang paling luas digunakan. Menurut Pokorny et al. 2001 prinsip pengukuran angka TBARS adalah pengukuran terhadap produk sekunder dari oksidasi lipid yaitu malonaldehida, di mana reaksi TBA dengan malonaldehida menghasilkan senyawa berwarna yang menyerap pada panjang gelombang 532-535 nm, sehingga dapat diukur secara spektrofotometri. Angka anisidin merupakan metode pengukuran produk oksidasi sekunder yang bersifat non volatile. Menurut Pokorny et al.. 2001, prinsip pengukuran angka anisidin adalah menentukan jumlah aldehida terutama 2-alkenals dan 2,4- dienals dalam lemak, dimana aldehida bereaksi dengan p-anisidin membentuk kromogen yang menyerap pada panjang gelombang 350 nm, sehingga dapat diukur secara spektrofotometri. Produk berfluoresen merupakan metode oksidasi lipid yang sensitif untuk produk ikan. Menurut Aubourg 1999 deteksi fluoresen pada panjang gelombang eksitasiemisi maksimum memberikan nilai yang akurat untuk penilaian oksidasi lipid dan perubahan kualitas ikan selama proses karena dapat mengukur kadar produk berfluoresen dalam jumlah yang sangat kecil. Fletcher et al . 1973 menyatakan bahwa pengukuran produk berfluoresen sangat baik 12 sebagai metode kuantitatif untuk mengetahui kerusakan peroksidasi dalam sistim biologi, dimana metode ini relatif sederhana dan reproducible. Prinsip pengukuran produk berfluoresen adalah reaksi antara protein atau amina primer dengan produk oksidasi PUFA dan malonaldehida yang akan memberikan produk berfluoresen berwarna kuning Fletcher et al., 1973 sehingga dapat diukur dengan spektrofluorometer, menggunakan panjang gelombang eksitasi 320-370 nm dan panjang gelombang emisi adalah 420-470 nm.

2.3 Antioksidan