Pengujian Produk Berfluoresen Uji Sensori Analisis Data

26

b. Pengujian Angka Anisidin

Pengukuran angka anisidin dilakukan menurut AOCS method Cd 18-90 AOCS, 1997. Prinsip pengukuran metode ini adalah angka anisidin menentukan jumlah aldehida terutama 2-alkenals dan 2,4-dienals dalam lemak. Aldehida bereaksi dengan p-anisidin membentuk kromogen yang diukur secara spektrofotometri. Prosedur pengukuran angka anisidin adalah sebagai berikut: sebanyak 0.5 – 4 g minyak ikan ditambah 25 ml isooktan dan larutan ekstrak tersebut diukur absorbannya Ab pada 350 nm dengan spektrofotometer UV-Vis. Kemudian sebanyak 5 ml ekstrak minyak dipipet ke dalam tabung, kemudian ditambahkan 1 ml p-anisidin 0.25 dalam asam asetat glasial. Tabung ditutup, dikocok dan dibiarkan pada tempat gelap selama 10 menit. Absorban larutan tersebut As diukur pada panjang gelombang 350 nm. Angka anisidin dihitung dengan rumus: sampel gram Ab As x anisidin Angka 2 . 1 25 − = di mana : As = absorban setelah reaksi dengan p-anisidin Ab = absorban sebelum reaksi dengan p-anisidin

c. Pengujian Produk Berfluoresen

Prinsip pengukuran produk berfluoresen adalah reaksi antara protein atau amina primer dengan produk oksidasi PUFA dan malonaldehida memberikan produk berfluoresen yang berwarna kuning. Pengujian produk berfluoresen dilakukan menurut Fletcher et al. 1973 menggunakan spektrofluorometer. Prosedur pengujian produk berfluoresen adalah sebagai berikut: sekitar 100- 500 mg minyak ikan ditimbang ke dalam tube dan ditambahkan 10 ml kloroform. Intensitas produk berfluoresen diukur dengan spektrofluorometer pada panjang gelombang eksitasiemisi maksimum menggunakan quinin sulfat 0.1 ppm dalam asam sulfat 0.1 N sebagai standar untuk intensitas produk berfluoresen. 27 Kadar produk berfluoresen dihitung menggunakan rumus: dar s i konsentras x B S B U yak g g en berfluores oduk tan min Pr − − = µ Di mana : U = Intensitas larutan sampel B = Intensitas blanko S = Intensitas larutan standar

3.5 Uji Sensori

Daun sirih merupakan tanaman herbal dengan aroma dan rasa yang spesifik, sehingga untuk mengetahui pengaruh perlakuan ekstrak sirih dan lama penyimpanan jambal patin terhadap perubahan mutu sensori, maka dilakukan uji pembedaan atribut pada jambal patin mentah dan jambal patin matang menurut Meilgaard et al. 1999. Uji pembedaan atribut meliputi uji pembedaan warna dan bau untuk jambal patin mentah serta uji pembedaan rasa dan bau untuk jambal patin matang. Skorsheet uji sensori dapat dilihat pada Lampiran 5.

3.6 Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan untuk analisis data uji penghambatan oksidasi lemak dan uji sensori adalah Rancangan Acak Lengkap dua faktorial dengan perlakuan perbandingan konsentrasi ekstrak daun sirih dan lama penyimpanan. Model Linear Aditif dari rancangan percobaan ini adalah sebagai berikut Steel dan Torrie 1993: Y ijk = + α i + β j + αβ ij + ε ijk i = 1, 2, 3, 4, 5 j = 1, 2, 3, 4, 5 k= 1, 2, 3 Di mana: Y ijk nilai pengamatan pada faktor perbandingan konsentrasi ekstrak daun sirih taraf ke-i faktor lama penyimpanan taraf ke-j dan ulangan ke-k. , α i , β j merupakan komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor perbandingan 28 konsentrasi ekstrak daun sirih dan pengaruh utama faktor lama penyimpanan, αβ ij merupakan komponen interaksi dari faktor perbandingan konsentrasi ekstrak daun sirih dan lama penyimpanan sedangkan ε ijk merupakan pengaruh acak yang menyebar normal 0,σ 2 . Apabila hasil analisis data berbeda nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Jambal Patin

Ikan jambal umumnya dibuat dari ikan manyung dan dikenal oleh masyarakat dengan sebutan jambal roti. Istilah jambal roti sebenarnya nama yang diberikan pada salah satu jenis ikan asin yang berasal dari jenis ikan manyung. Pada penelitian ini ikan jambal dibuat dari ikan patin. Berbeda dengan ikan manyung, ikan patin memiliki daging yang lebih tipis sehingga kemungkinan berpengaruh terhadap tekstur jambal yang dihasilkan. Dalam proses pembuatan jambal pada penelitian ini, sebelum pemberian garam dilakukan autolisis selama 6 jam, karena diharapkan pada tahap ini protein ikan akan mulai mengalami degradasi oleh enzim proteolitik yang terdapat pada daging ikan sehingga tekstur yang dihasilkan lebih empuk. Menurut Huss 1995 enzim katepsin merupakan enzim proteolitik yang berperan penting selama proses degradasi autolisis pada daging ikan. Degradasi oleh enzim tersebut menyebabkan daging ikan menjadi lebih lunak. Autolisis hanya dilakukan selama 6 jam untuk menghindari autolisis berlanjut yang berakhir pada kebusukan. Aktivitas enzim ini akan terhambat dengan pemberian garam. Tahap selanjutnya dalam pembuatan jambal patin adalah pemberian ekstrak daun sirih. Ekstrak daun sirih yang diberikan dibuat dalam konsentrasi 22.5 disajikan pada Lampiran 1, kemudian ekstrak daun sirih tersebut dibuat dengan beberapa perbandingan terhadap larutan garam jenuh yaitu 1:2 kode B, 1:3 kode C, 1:4 kode D, 1:5 kode E dan kode A tanpa ekstrak daun sirih hanya direndam dalam larutan garam jenuh saja. Pemberian ekstrak daun sirih ini dimaksudkan untuk menghambat oksidasi lemak pada jambal patin. Selanjutnya dilakukan perendaman selama 48 jam untuk memberikan kesempatan ekstrak daun sirih dan larutan garam berpenetrasi ke dalam daging ikan. Ikan kemudian dibersihkan dari garam dan kemudian dibelah dan segera dicuci sehingga warna dari ekstrak daun sirih tidak mengganggu produk. Tahap akhir dari pembuatan jambal adalah pengeringan yang dilakukan di bawah sinar matahari selama 5-6 hari. Setelah kering dikemas dengan kemasan