Oksidasi Lemak dan Perubahan Sensori Jambal Patin

47

4.9. Oksidasi Lemak dan Perubahan Sensori Jambal Patin

Oksidasi lemak jambal patin pada penelitian ini dihambat dengan pemberian ekstrak daun sirih. Status oksidasi dimonitor mulai dari ikan patin segar, kemudian setelah direndam dengan campuran larutan perendam terdiri dari: kelompok A direndam dengan larutan garam jenuh saja, kelompok B direndam dengan campuran larutan ekstrak sirih 22.5: larutan garam 1:2, kelompok C direndam dengan campuran larutan ekstrak sirih 22.5: larutan garam 1:3, kelompok D direndam dengan campuran larutan ekstrak sirih 22.5: larutan garam 1:4 dan kelompok E direndam dengan campuran larutan ekstrak sirih 22.5: larutan garam 1:5, kemudian setelah mengalami proses pengeringan, dan pada tahap akhir setelah mengalami proses penyimpanan selama 2 bulan. Parameter yang digunakan untuk melihat tingkat oksidasi lemak pada jambal patin adalah angka TBARS, angka anisidin, produk berfluoresen dan perubahan profil asam lemak. Berdasarkan hasil uji ketiga parameter oksidasi yaitu angka TBARS, angka anisidin dan produk berfluoresen terlihat bahwa oksidasi dari keadaan segar ke keadaan setelah perendaman 48 jam berjalan lambat. Proses oksidasi paling cepat terjadi pada proses setelah perendaman 48 jam sampai jambal patin kering minggu ke-0, dan oksidasi masih terus berjalan sampai penyimpanan 2 bulan. Hal ini terjadi mungkin disebabkan oleh pengaruh panas matahari dan terekspos oleh udara dari atmosfer pada saat penjemuran. Menurut Pokorny 2001 lemak, minyak dan bahan pangan yang mengandung lemak akan mengalami oksidasi karena adanya reaksi degradasi dengan adanya panas dan penyimpanan yang lama. Oksidasi juga dapat terjadi secara spontan karena adanya oksigen di atmosfer dan adanya enzim lipoksigenase dalam bahan pangan serta ion logam akan mempercepat proses oksidasi tersebut. Bardasarkan analisis statistik angka TBARS Lampiran 7 terlihat bahwa angka TBARS tertinggi adalah kelompok kontrol, kemudian kelompok perlakuan ekstrak sirih 1:5, 1:4, 1:3 dan kelompok perlakuan ekstrak sirih 1:2 mempunyai angka TBARS paling rendah, walaupun hasil uji statistik antara kelompok perlakuan ekstrak sirih dengan perbandingan 1:4, 1:3 dan 1:2 tidak berbeda nyata p0.05. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok perlakuan ekstrak sirih dengan 48 perbandingan 1:2 mempunyai kemampuan menghambat oksidasi lemak yang lebih besar pada jambal patin dibandingkan kelompok perlakuan lainnya. Hasil analisis statistik angka anisidin Lampiran 9 memperlihatkan bahwa kelompok kontrol mempunyai angka anisidin tertinggi dibandingkan kelompok dengan perlakuan ekstrak sirih. Pada parameter angka anisidin, penghambatan oksidasi lemak tertinggi pada jambal patin adalah kelompok perlakuan ekstrak sirih dengan perbandingan 1:3. Hasil analisis produk berfluoresen Lampiran 11 memperlihatkan bahwa kadar produk berfluoresen tertinggi adalah kelompok kontrol diikuti kelompok perlakuan ekstrak sirih 1:5, 1:4, 1:3 dan kelompok perlakuan ekstrak sirih 1:2 adalah kelompok yang mempunyai kadar produk berfluoresen terendah. Hal ini menunjukkan bahwa oksidasi tertinggi terdapat pada kelompok kontrol dan kemampuan menghambat oksidasi lemak pada jambal patin dari paling tinggi sampai terkecil berturut-turut adalah kelompok perlakuan ekstrak sirih dengan perbandingan 1:2, 1:3, 1:4 dan 1:5. Berdasarkan ketiga parameter oksidasi di atas terlihat bahwa kelompok B menunjukkan penghambatan oksidasi tertinggi dan kelompok E menunjukkan penghambatan oksidasi terendah hampir pada semua lama penyimpanan. Oleh karena itu pengujian profil asam lemak hanya dilakukan pada kelompok B ekstrak sirih: larutan garam, 1:2. Pemilihan pengujian profil asam lemak pada kelompok B selain didasarkan pada penghambatan oksidasi juga karena alasan efisiensi biaya. Hasil analisis komposisi asam lemak Tabel 4 memperlihatkan adanya penurunan jumlah asam lemak tidak jenuh PUFA dari ikan patin segar sampai menjadi jambal patin, baik perlakuan ekstrak sirih perbandingan 1:2 maupun kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa penggaraman dan proses pengeringan menyebabkan penurunan persentase jumlah asam lemak tidak jenuh dengan ikatan rangkap lebih dari 2 PUFA sebesar 11 dari ikan patin segar menjadi jambal patin dengan perlakuan ekstrak sirih 1:2 dan 20 dari ikan patin segar menjadi jambal patin kontrol. Smith et al. 1990 menyatakan bahwa penggaraman dan pengeringan pada ikan asin kering catfish laut spesies Arius thalassinus menyebabkan penurunan asam lemak tidak jenuh PUFA sebesar 30. Rao dan 49 Bandyopadhyay 1983 juga menyatakan bahwa proses penggaraman dan pengeringan dengan sinar matahari telah menyebabkan kehilangan asam lemak tidak jenuh PUFA terutama asam lemak C18:3 pada ikan asin kering Indian mackerel . Berdasarkan analisis ketiga parameter oksidasi lemak terlihat bahwa kelompok perlakuan ekstrak sirih perbandingan 1:2 mempunyai angka TBARS, angka anisidin dan produk berfluoresen yang jauh lebih kecil dari kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak sirih perbandingan 1:2 mampu menghambat oksidasi lemak jambal patin dibandingkan kontrol. Kemampuan penghambatan oksidasi lemak ekstrak sirih ini juga terlihat pada hasil analisis profil asam lemak dimana kelompok perlakuan ekstrak sirih dengan perbandingan 1:2 menunjukkan penurunan jumlah beberapa asam lemak tidak jenuh PUFA yaitu C18:2, C18:3, C20:5 dan C22:6 yang lebih kecil dibandingkan kelompok kontrol. Oksidasi lemak merupakan reaksi yang sangat kompleks, sehingga penilaian status oksidasi harus menggunakan lebih dari 1 parameter. Ketiga parameter oksidasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah parameter yang mengukur produk oksidasi sekunder dari reaksi oksidasi lemak dan masing- masing parameter mempunyai keterbatasan pengukuran. Madhavi 1996 menyatakan bahwa angka TBARS merupakan metode yang sensitif dan teliti akan tetapi kurang spesifik karena TBA dapat bereaksi dengan produk reaksi browning. McGillvray 2006 juga menyatakan bahwa pengukuran angka TBARS kurang akurat karena TBA juga dapat bereaksi dengan protein dan nitrit juga dapat bereaksi dengan malonaldehida. Malonaldehida juga dapat bereaksi dengan protein atau asam amino melalui polimerisasi atau dapat bereaksi dengan karbonil yang lain Gardner, 1979. Angka anisidin mengukur produk oksidasi sekunder yang bersifat non volatil. Menurut McGillvray 2006 angka anisidin yang tinggi dapat menunjukkan adanya oksidasi lemak walaupun angka TBARS dan uji aldehida yang lain memberikan hasil yang rendah karena produk yang bersifat volatil kemungkinan dapat hilang selama proses. Parameter oksidasi yang ketiga adalah produk berfluoresen. Parameter ini merupakan metode yang sensitif dalam pengukuran status oksidasi karena dapat mengukur kadar produk berfluoresen 50 dalam jumlah yang sangat kecil. Fletcher et al. 1973 menyatakan bahwa pengukuran produk berfluoresen sangat baik sebagai metode kuantitatif untuk mengetahui kerusakan peroksidasi dalam sistim biologi, dimana metode ini relatif sederhana dan reproducible. Uji sensori juga dilakukan sebagai parameter untuk mengetahui tingkat oksidasi lemak secara organoleptik yaitu timbulnya ketengikan dan adanya pengaruh perubahan rasa dan warna akibat pemberian ekstrak sirih. Hasil sidik ragam pada uji atribut warna dan bau pada jambal patin mentah serta atribut rasa dan bau pada jambal patin matang adalah berbeda nyata p0.05 untuk semua uji atribut. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih mampu menghambat terjadinya ketengikan baik pada jambal patin mentah maupun jambal patin matang. Akan tetapi warna dan rasa dari ekstrak sirih juga mempengaruhi produk. Berdasarkan hasil sidik ragam atribut rasa dan bau jambal patin matang berbeda nyata p0.05, namun jika dilihat dari presentase jumlah panelis yang menilai dengan skor 3-5 dimana skor 3 dianggap tingkat penerimaan yang netral, sehingga skor 3-5 dianggap masih diinginkan oleh panelis terlihat bahwa untuk atribut rasa jambal patin matang jumlah panelis yang memilih skor antara 3-5 sedikit getir sampai spesifik jambal selama penyimpanan 2 bulan adalah kelompok A berkisar 78.57-89.29, kelompok B berkisar 56-75, kelompok C berkisar 57.14-72, kelompok D berkisar 57.14-84.00 dan kelompok E berkisar 71.43-92 Gambar 11. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari 50 panelis masih bisa menerima pengaruh rasa yang ditimbulkan oleh ekstrak daun sirih pada semua kelompok perbandingan ekstrak sirih. Kelompok perlakuan ekstrak sirih dengan perbandingan 1:5 E diterima oleh panelis dengan persentase yang hampir sama dengan kontrol. Sedangkan pada persentase jumlah panelis yang menilai dengan skor 3-5 agak tengik hingga spesifik jambal untuk atribut bau jambal patin matang selama penyimpanan 2 bulan adalah: kelompok A berkisar 81.48 pada minggu ke-0 sampai 53.57 pada akhir penyimpanan, kelompok B berkisar 96.30 pada minggu ke-0 sampai 85.71 pada akhir penyimpanan, kelompok C berkisar 77.78 pada minggu ke-0 sampai 82.14 pada akhir penyimpanan, kelompok D berkisar 85.19 pada minggu ke-0 sampai 51 85.71 pada akhir penyimpanan, dan kelompok E berkisar 81.48 pada minggu ke-0 sampai 82.14 pada akhir penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa pada minggu ke-0 panelis masih menilai tidak tengik untuk semua perlakuan baik kontrol maupun kelompok dengan perlakuan ekstrak sirih. Persentase penilaian panelis terhadap kelompok kontrol mendekati 50 hampir sama yang menilai tengik dan tidak tengik mulai minggu ke-6 sampai minggu ke-8. Sedangkan kelompok perlakuan ekstrak sirih dengan keempat perbandingan masih dinilai dengan skor 3-5 oleh lebih dari 80 panelis sampai pada penyimpanan 8 minggu. Hal ini menujukkan bahwa sampai penyimpanan 2 bulan ekstrak sirih dengan keempat perbandingan masih mampu menghambat bau tengik pada jambal patin. Keterangan : A = Kontrol larutan garam jenuh saja B = Ekstrak daun sirih 22.5 : Larutan garam 1 : 2 C = Ekstrak daun sirih 22.5 : Larutan garam 1 : 3 D = Ekstrak daun sirih 22.5 : Larutan garam 1 : 4 E = Ekstrak daun sirih 22.5 : Larutan garam 1 : 5 Gambar 11. Grafik persentase jumlah panelis terhadap penilaian sensori jambal patin matang Gambar 12. menyajikan persentase jumlah panelis yang memilih skor 3-5 untuk uji atribut warna dan rasa jambal patin mentah. Pada Gambar 12 terlihat bahwa persentase jumlah panelis yang memilih skor 3-5 coklat muda hingga kuning muda untuk atribut warna selama penyimpanan 2 bulan adalah kelompok A berkisar 88.89-100, kelompok B berkisar 16.67-33.33, kelompok C berkisar 30.56-44.19, kelompok D berkisar 22.22-44.44 dan kelompok E berkisar 47.22-55.56. Hal ini menunjukkan bahwa dari keempat kelompok dengan perlakuan ekstrak sirih hanya kelompok E yang masih diinginkan oleh lebih dari 50 panelis. Atribut Rasa 3 ≤ Skor ≤ 5 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 Minggu 0 Minggu 2 Minggu 4 Minggu 6 Minggu 8 Lam a Penyim panan J u m la h P a n e li s A B C D E Atribut Bau 3 ≤ Skor ≤ 5 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 Minggu 0 Minggu 2 Minggu 4 Minggu 6 Minggu 8 Lama Penyim panan J u m la h P a n e li s A B C D E 52 Keterangan : A = Kontrol larutan garam jenuh saja B = Ekstrak daun sirih 22.5 : Larutan garam 1 : 2 C = Ekstrak daun sirih 22.5 : Larutan garam 1 : 3 D = Ekstrak daun sirih 22.5 : Larutan garam 1 : 4 E = Ekstrak daun sirih 22.5 : Larutan garam 1 : 5 Gambar 12. Grafik persentase jumlah panelis terhadap penilaian sensori jambal patin mentah Presentase jumlah panelis yang menilai skor 3-5 agak tengik hingga spesifik jambal pada jambal patin mentah adalah kelompok kontrol berkisar 73.08 pada minggu ke-0 sampai 24.00 pada akhir penyimpanan, kelompok B berkisar 80.77 pada minggu ke-0 sampai 84.00 pada akhir penyimpanan, kelompok C berkisar 69.23 pada minggu ke-0 sampai 88.00 pada akhir penyimpanan, kelompok D berkisar 88.46 pada minggu ke-0 sampai 56.00 pada akhir penyimpanan, dan kelompok E berkisar 80.77 pada minggu ke-0 sampai 60.00 pada akhir penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa pada minggu ke-0 semua kelompok perlakuan baik kontrol maupun perlakuan ekstrak sirih masih dinilai tidak tengik oleh panelis dan makin lama penyimpanan persentase jumlah panelis yang menilai pada skor yang diinginkan semakin menurun. Kelompok kontrol tersebut dinilai dengan skor 3-5 oleh kurang dari 50 panelis mulai pada minggu ke-4 sampai minggu ke-8. Sedangkan kelompok perlakuan ekstrak sirih dengan semua perbandingan masih dinilai tidak tengik oleh lebih dari 50 jumlah panelis sampai penyimpanan 8 minggu. Tingkat oksidasi lemak yang menimbulkan ketengikan berbeda untuk setiap jenis produk pangan. Menurut Hultin 1992 oksidasi lemak yang menyebabkan ketengikan pada ikan dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor intrinsik dari ikan itu sendiri seperti adanya pro-oksidan dan antioksidan, maupun faktor dari lingkungan seperti temperatur, ketersediaan oksigen, pH, adanya garam, Atribut Bau 3 ≤ Skor ≤ 5 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 Minggu 0 Minggu 2 Minggu 4 Minggu 6 Minggu 8 L a m a P e n y i m p a y a n A B C D E Atribut Warna 3 ≤ Skor ≤ 5 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 Minggu 0 Minggu 2 Minggu 4 Minggu 6 Minggu 8 L a m a P e n y i m p a n a n A B C D E 53 kontaminasi ion logam, umur postmortem, dan tingkat kerusakan sel ikan tersebut pada saat penangkapan dan penanganan. Pada ikan kering sarden yang disimpan pada suhu 5 o C tengik setelah 12 minggu, pada suhu 20 o C tengik setelah 8 minggu dan pada suhu 30 o C tengik setelah 4 minggu Lubis, 1989. Hasil uji sensori atribut bau pada jambal patin matang menunjukkan bahwa kelompok kontrol dinilai dengan skor 3-5 oleh hampir 50 panelis mulai minggu ke-6 sampai minggu ke-8 sedangkan pada jambal patin mentah kelompok kontrol dinilai dengan skor 3-5 oleh kurang dari 50 panelis mulai minggu ke-4 sampai minggu ke-8. Adanya perbedaan penilaian antara jambal patin mentah dan matang kemungkinan disebabkan oleh hilangnya sebagian aroma tengik pada saat pemanggangan dengan mikrowave untuk jambal patin matang, sehingga ketengikan terdeteksi lebih awal pada jambal patin mentah dari pada jambal patin matang.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Ekstrak daun sirih mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan dengan aktivitas antioksidan sintetis BHT nilai IC 50 ekstrak daun sirih adalah 134 gml lebih rendah dibandingkan nilai IC 50 BHT yaitu 197 gml. Ekstrak daun sirih pada perbandingan 1:2, 1:3, 1:4 dan 1:5 mampu menghambat oksidasi lemak jambal patin selama penyimpanan 2 bulan dengan parameter oksidasi adalah angka TBARS, angka anisidin dan produk berfluoresen. Ikan patin mengandung 56.83 asam lemak tidak jenuh dan 43.17 asam lemak jenuh. Asam lemak tidak jenuh tertinggi adalah asam linoleat C18:2 sebesar 108.04 mgg minyak ikan jambal patin dengan perlakuan ekstrak daun sirih 1:2 dan 90.09 mgg minyak ikan jambal patin kontrol sedangkan ikan patin segar mengandung asam linoleat sebesar 113 mgg minyak ikan. Jambal patin dengan perlakuan ekstrak daun sirih perbandingan 1:2 mengandung asam lemak tidak jenuh C18:2, C18:3, C20:5 dan C22:6 lebih besar dibandingkan jumlah keempat asam lemak tidak jenuh tersebut pada jambal patin kontrol. Proses penggaraman dan pengeringan pada ikan patin menyebabkan penurunan persentase jumlah asam lemak tidak jenuh dengan ikatan rangkap lebih dari 2 PUFA sebesar 11 dari ikan patin segar menjadi jambal patin dengan perlakuan ekstrak sirih 1:2 dan 20 dari ikan patin segar menjadi jambal patin kontrol. Jambal patin tanpa ekstrak daun sirih kontrol memberikan bau yang lebih tengik dibandingkan jambal patin dengan perlakuan ekstrak daun sirih. Warna dan rasa dari ekstrak daun sirih memberi perubahan pada jambal patin. Perlakuan ekstrak sirih yang mampu menghambat oksidasi lemak jambal patin dengan nilai sensori terbaik adalah kelompok dengan perlakuan ekstrak daun sirih 1:5. Kelompok dengan perbandingan ekstrak sirih 1:5 dinilai dengan skor 3-5 untuk atribut rasa oleh 71.43-92 panelis dan 62.07-82.14 panelis untuk atribut bau jambal patin matang serta dinilai dengan skor 3-5 oleh 47.22-55.56 panelis untuk atribut warna dan 60.00-82.14 panelis untuk atribut bau jambal patin mentah.