METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah susu kambing jenis Peranakan Etawah PE. Susu kambing PE diperoleh dari Koperasi Daya Mitra Primata, desa Cikarawang, Bogor.
Susu kambing yang digunakan pada penelitian ini merupakan susu segar yang diperoleh dari pemerahan di pagi hari. Susu dikemas dalam plastik HDPE selama pengangkutan dari tempat
pemerahan ke tempat produksi keju. Bahan-bahan lain yang digunakan dalam proses pembuatan keju pada penelitian ini
diantaranya rennet komersial dalam bentuk cair, kultur BAL komersial Lactobacillus acidophilus FNCC-0051 dan Lactobacillus casei FNCC-0090. Bahan-bahan yang diperlukan untuk analisis
adalah de Mann Rogosa Sharp Agar MRSA, de Mann Rogossa Sharp Broth MRSB, Plate Count Agar PCA, akuades, Na
2
SO
3
, alkohol 70, bufer pH 4 dan pH 7, K
2
SO4, HgO, H2SO
4
, NaOH-Na
2
SO
3
, H
3
BO
3
, HCl 0,02 N, indikator merah metil, indikator metil biru, dan heksana. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya wadah untuk membuat keju
dan alat-alat untuk analisis, yaitu pH meter, mikropipet, bunsen, jarum ose, inkubator 37
o
C, perangkat kjeldhal, desikator, perangkat soxlet, tanur, dan alat-alat gelas.
B. METODE PENELITIAN
Kegiatan penelitian ini dilakukan dalam empat tahap Gambar 1. Tahap pertama adalah pemeliharaan BAL dan pembuatan kultur kerja. Sebelum dilakukan pembuatan kultur kerja,
terlebih dahulu dilakukan penentuan waktu inkubasi kultur kerja. Tahap kedua adalah pembuatan keju lunak susu kambing dengan pengamatan perubahan kimiawi dan mikrobiologi di
setiap tahapan proses. Sebelum dilakukan pembuatan keju, terlebih dahulu dilakukan penentuan waktu inkubasi susu dengan kultur kerja dan waktu inkubasi susu terfermentasi dengan rennet.
Tahap ketiga adalah uji stabilitas BAL selama penyimpanan dengan pengamatan kimiawi dan mikrobiologi, dan pada masa penyimpanan 8 minggu diuji sifat sensorinya. Kemudian, tahap
keempat adalah uji kandungan nutrisi dan uji cemaran logam bagi keju terpilih.
1. Pemeliharaan Kultur Bakteri Asam Laktat Hidayat 2009
Tahap pemeliharaan kultur BAL dilakukan untuk mempertahankan aktivitas kultur BAL. Kultur BAL Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei diaktifkan melalui
penyegaran dengan cara ditumbuhkan di dalam media de Mann Rogossa Sharp Broth MRSB dan diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 24 jam. Kultur BAL perlu disegarkan hingga berumur 24 jam sebelum diinokulasikan ke susu kambing sebagai starter. Setelah
itu, dengan menggunakan jarum ose, dilakukan pengambilan kultur BAL dari media MRSB. Jarum ose tersebut kemudian ditusukkan ke MRSA chalk semi solid dan
diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 24 jam. Dari tahapan ini diperoleh kultur stok. Kultur stok dapat disimpan pada suhu refrigerator 5
o
C dan dapat digunakan selama 8 minggu. Penyegaran kultur stok dapat dilakukan dengan menumbuhkannya pada media MRSA
chalk semi solid baru.
10
Gambar 1. Tahapan penelitian dalam pengembangan produk keju lunak susu kambing
2. Penentuan Waktu Inkubasi Kultur Kerja
Susu untuk pembuatan kultur kerja ditambahkan MRSB berisi kultur BAL sebanyak 5. Penentuan lama waktu inkubasi kultur kerja didasarkan pada jumlah BAL di
dalam kultur kerja. Pertambahan jumlah BAL mengindikasikan BAL telah beradaptasi dengan lingkungan media susu sehingga dapat beraktivitas dan tumbuh di dalam media
susu. Pengujian jumlah BAL dilakukan setiap selang 2 jam selama inkubasi.
3. Pembuatan Kultur Kerja Daulay 1991
Ada tiga jenis kultur kerja yang dibuat, yaitu masing-masing menggunakan BAL Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, dan kombinasi keduanya. Kultur BAL
diambil dari kultur stok MRSA chalk semi solid dengan menggunakan jarum ose. Kemudian, jarum ose dicelup-celupkan ke dalam media MRSB. Kultur BAL di dalam
MRSB diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37
o
C. Lalu, kultur BAL dalam MRSB
Tahap I
Tahap III Tahap II
Tahap IV
Penentuan waktu inkubasi susu dengan kultur kerja dan waktu inkubasi susu
terfermentasi dengan rennet Penyiapan
kultur
Pembuatan keju
Penyimpanan keju
Analisis kandungan nutrisi dan cemaran logam
Analisis pH, analisis BAL, dan analisis angka lempeng total selama
penyimpanan serta uji sensori setelah masa simpan 8 minggu
Analisis pH, analisis BAL, dan analisis angka lempeng
total di setiap tahapan proses Analisis pH dan
analisis BAL
Keju terpilih Kultur kerja
Pemeliharaan kultur
Kultur stok Penentuan
waktu inkubasi kultur kerja
11
sebanyak 5 vv ditambahkan ke dalam susu kambing untuk membuat kultur kerja. Prosedur pembuatan kultur kerja mengikuti prosedur Daulay 1991 dengan modifikasi
pada tahapan pemanasan susu. Pemanasan dilakukan pada suhu 100
o
C selama 30 menit. Tahapan pembuatan kultur kerja dapat dilihat pada Gambar 2.
Keterangan: Berdasarkan uji waktu inkubasi
Gambar 2. Diagram alir pembuatan kultur kerja dengan modifikasi metode Daulay 1991 Susu yang dibuat sebagai kultur kerja dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 100
o
C selama 30 menit untuk membunuh mikroba patogen. Tujuan pembuatan kultur kerja adalah
agar starter dapat beradaptasi pada lingkungan yang baru, yaitu susu kambing, sehingga dapat langsung beraktivitas ketika ditambahkan ke susu kambing untuk pembuatan keju.
Jumlah starter yang ditambahkan untuk membuat kultur kerja umumnya berkisar antara 0.05 vv hingga 4 vv, atau bahkan hingga 5 vv. Semakin banyak starter yang
diinokulasikan, periode inkubasi semakin singkat. Pada penelitian ini, jumlah starter yang ditambahkan untuk membuat kultur kerja adalah sebanyak 5 vv.
4. Penentuan Waktu Inkubasi Susu dengan Kultur Kerja
Susu untuk pembuatan keju ditambahkan kultur kerja 5 vv. BAL dalam kultur kerja dapat mengubah laktosa dalam susu menjadi asam laktat, sehingga pH turun dan
dapat mengaktifkan enzim khimosin dalam rennet yang digunakan untuk menggumpalkan susu. Penurunan nilai pH yang diinginkan adalah hingga pH 6.3 karena umumnya enzim
khimosin mengkoagulasi susu pada pH 6.0-6.4 di dua tahap reaksi Rahman et al. 1992. Pengujian penurunan nilai pH dilakukan setiap selang 1 jam selama inkubasi.
5. Penentuan Waktu Inkubasi Susu Terfermentasi dengan Rennet
Penentuan lama waktu inkubasi dengan rennet didasarkan pada kesiapan curd yang terbentuk untuk dipotong. Curd yang siap dipotong dapat diketahui dengan cara penekanan
curd oleh jari, sendok, atau alat lain yang serupa. Jika pada saat curd ditekan terjadi belahan yang tajam dan rata dengan whey yang berwarna hijau kekuningan pada dasar
belahan, maka curd siap dipotong. Namun, jika belahan curd tidak teratur dan whey yang Dipanaskan pada suhu 100
o
C selama 30 menit Susu kambing segar
Didinginkan sampai suhu 37
o
C
Diinkubasi 37
o
C4 jam Kultur kerja
Inokulum BAL: 1.
5 vv L. acidophilus 2.
5 vv L. casei 3.
2.5 vv L. acidophilus dan 2.5 vv L. casei
12
terdapat pada dasar belahan berwarna putih, maka curd masih terlalu lunak dan belum dapat dipotong Daulay 1991. Pengujian dilakukan setiap selang 30 menit selama
inkubasi.
6. Pembuatan Keju
Proses pembuatan keju mengikuti prosedur Daulay 1991 dengan modifikasi pada tahapan pemanasan susu. Pemanasan dilakukan pada suhu 85
o
C selama 30 menit. Ada tiga jenis keju lunak susu kambing yang dibuat, masing-masing menggunakan kultur kerja
yang berbeda. Tiap jenis keju dibuat dalam dua ulangan. Proses pembuatan keju dapat dilihat pada Gambar 3.
Keterangan: Berdasarkan uji waktu inkubasi
Gambar 3. Diagram alir pembuatan keju lunak susu kambing dengan modifikasi metode Daulay 1991
Dipanaskan pada suhu 85
o
C30 menit Didinginkan sampai suhu 37
o
C Diinkubasi 37
o
C6 jam
Dipotong-potong Dipanaskan pada suhu 40
o
C30 menit Diinkubasi 37
o
C2 jam Susu kambing segar
Rennet komersial 0.06 mlL
Curd Kultur kerja
5 vv
Disaring Fresh cheese
Whey Garam dapur
2 bb Diaduk
Dikemas dalam wadah Keju lunak susu kambing
13
a. Persiapan Susu
Susu kambing yang tiba dari peternakan dituang ke dalam panci bertutup dan dipanaskan pada suhu 85
o
C selama 30 menit untuk membunuh mikroba patogen.
b. Penambahan Starter
Susu yang telah dipanasi kemudian didinginkan hingga suhu 37
o
C, lalu ditambahkan kultur kerja 5 vv. Setelah itu, susu diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 6 jam hingga pH susu turun menjadi 6.3, yang merupakan pH target untuk
penambahan rennet.
c. Penambahan Rennet
Susu yang telah diinkubasi dengan starter kemudian ditambah rennet. Rennet ditambahkan untuk menggumpalkan protein susu sehingga curd terbentuk. Rennet
yang digunakan pada penelitian ini merupakan rennet hewan komersial dan telah memiliki takaran dalam penggunaanya. Sebanyak satu sendok teh atau sekitar 0.35 ml
rennet hewan komersial dapat digunakan untuk menggumpalkan enam liter susu. Pada penelitian ini, rennet yang ditambahkan sebanyak 0.06 mlL dan diinkubasi pada
suhu 37
o
C selama 2 jam.
d. Pemotongan Curd
Curd kemudian dipotong-potong menjadi bentuk kubus dan didiamkan selama 15 menit agar terjadi sineresis whey. Alat pemotong keju disebut cheeseharp. Pada
penelitian ini digunakan alat pemotong keju yang dibuat sendiri dengan meniru bentuk cheeseharp pada umumnya Gambar 4.
Gambar 4. Alat pemotong keju
14
e. Pemanasan
Pemanasan dilakukan pada suhu 40
o
C selama 30 menit. Pemanasan bertujuan mendorong whey keluar lebih banyak, sedangkan curd mengerut. Pemanasan pada
suhu tersebut untuk mencegah hilangnya BAL karena BAL umumnya mati pada suhu tinggi.
f. Penyaringan
Penyaringan dilakukan hingga whey terpisah dan menyisakan suatu matriks yang disebut keju segar. Selama penyaringan, curd ditekan-tekan untuk mendorong
whey keluar lebih banyak.
g. Penggaraman
Keju segar yang sudah terpisah dari whey ditambahkan garam sebanyak 2 bb, kemudian diaduk hingga merata.
h. Pengemasan Keju
Proses pengepresan tidak dilakukan pada penelitian ini karena keju yang dibuat adalah keju lunak. Setelah penggaraman, keju langsung dikemas dalam wadah kotak
plastik bertutup dengan ukuran 5 x 18 cm. Selama proses pengemasan, keju ditekan- tekan untuk lebih mengompakkan teksturnya sehingga menjadi lebih padat.
kemudian, keju disimpan di dalam wadah dan disimpan pada suhu 5
o
C di dalam refrigerator. Penyimpanan pada suhu 5
o
C umum dilakukan pada produk yang mengandung BAL untuk menurunkan aktivitas metabolisme mikroba di dalam
produk.
7. Penyimpanan Keju
Setelah proses pembuatan keju selesai, keju disimpan dalam refrigerator pada suhu 5
o
C selama 8 minggu untuk mengetahui stabilitas BAL di dalam keju. Pengamatan dilakukan setiap minggu pada bulan pertama dan setiap 2 minggu di bulan kedua.
8. Analisis
Kegiatan analisis selama penelitian dilakukan mulai dari tahap pertama hingga tahap keempat Tabel 2.
15
Tabel 2. Analisis pada setiap tahapan penelitian Tahap Tahapanfase
Analisis I
kultur kerja
pH dan BAL II
susu segar
pH dan angka lempeng total
susu setelah pemanasan pH dan angka lempeng total
susu terfermentasi
pH, BAL, dan, angka lempeng total
curd pH, BAL, dan, angka lempeng total
whey
pH, BAL, dan, angka lempeng total
keju segar pH, BAL, dan, angka lempeng total
III
keju yang disimpan pH, BAL, dan, angka lempeng total
keju setelah disimpan 8 minggu
sensori hedonik IV
keju terpilih
kandungan nutrisi dan cemaran logam
Keterangan: Tahap I-IV untuk keju dengan BAL Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, dan campuran.
Tahap II dan IV untuk keju dengan BAL Lactobacillus acidophilus. analisis tiap minggu di bulan pertama dan tiap 2 minggu di bulan kedua.
a. Analisis pH AOAC 1995
Susu diambil sebanyak 10 ml dan dapat langsung diukur dengan pH meter. Untuk sampel curd dan keju, diambil sebanyak 10 gram dan ditambahkan aquades 10
ml, dihomogenisasi, kemudian pH diukur dengan menggunakan pH meter
.
b.
Analisis Bakteri Asam Laktat Burns et al. 2008
Analisis BAL mengikuti metode yang digunakan oleh Burns et al. 2008 dengan modifikasi pada cara homogenisasi. Sampel curd atau keju sebanyak 20 g
dimasukkan ke dalam 180 ml larutan natrium sitrat steril 2 bv, lalu dihomogenkan. Pada penelitian ini, curd atau keju dalam larutan natrium sitrat
dihomogenkan dengan cara diremas-remas. Homogenat diambil sebanyak 1 ml dan dilakukan pengenceran desimal hingga 1:10
8
. Sampel dari tiga pengenceran tertinggi dipipet sebanyak 1 ml secara aseptis dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril lalu
dituang agar MRSA, setelah itu diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 48 jam. Penghitungan total BAL berdasarkan metode BAM 2001.
c. Analisis Angka Lempeng Total BAM 2001
Sampel yang telah dihomogenkan dalam larutan natrium sitrat steril diencerkan secara desimal hingga 1:10
8
. Sampel dari tiga pengenceran tertinggi dipipet sebanyak 1 ml secara aseptis dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril lalu dituang agar
Standard Plate Count, setelah itu diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 48 jam. Penghitungan total mikroba berdasarkan metode BAM 2001.
16
d. Uji Tingkat Kesukaan Skala Hedonik Setyaningsih et al. 2010
Pengujian sampel keju dilakukan oleh panelis yang telah diseleksi kesukaannya terhadap produk berbahan susu, terutama keju, dan memiliki intensitas konsumsi keju
sebanyak satu kali atau lebih dalam 1 minggu. Seleksi panelis dilakukan dengan pengisian kuisioner. Contoh kuisioner seleksi panelis dapat dilihat pada Lampiran 1
dan Lampiran 2. Kuisioner terdiri dari dua formulir untuk dua tahap seleksi. Formulir pertama
untuk seleksi kesukaan terhadap produk olahan susu dan diberikan kepada 30 calon panelis. Calon panelis berasal dari kalangan mahasiswa berusia antara 20-23 tahun.
Kemudian, dari seleksi pertama, terpilih 21 calon panelis dan mereka diberi formulir kedua untuk seleksi kesukaan terhadap keju. Selanjutnya, terpilih 9 orang sebagai
panelis uji sensori keju lunak susu kambing. Analisis sensori dilakukan dengan uji tingkat kesukaan skala hedonik
menggunakan skala garis. Skala garis dibuat sepanjang 15 cm, dimana ujung paling kiri titik nol
menunjukkan “sangat tidak suka” sedangkan ujung paling kanan menunjukkan “sangat suka”. Panelis diminta menandai skala garis yang mewakili
intensitas atribut sampel. Atribut yang dinilai oleh panelis dari produk keju adalah kesukaan terhadap aroma, rasa, dan aftertaste. Contoh kuisioner uji rating dapat
dilihat pada Lampiran 3, Lampiran 4, dan Lampiran 5. Uji hedonik dengan skala garis menghasilkan data interval, yaitu dengan cara
mengkonversi tanda pada skala garis ke dalam bentuk angka menggunakan penggaris satuan cm. Dengan demikian, data yang diperoleh dapat diolah secara statistik, yaitu
dengan ANOVA, karena data interval dipertimbangkan sebagai data kuantitatif sejati. Sampel terdiri atas tiga keju lunak susu kambing yang dihasilkan pada
penelitian ini dan satu keju susu kambing komersial jenis keju feta. Menurut Abd El- Salam et al. 1993, keju feta merupakan salah satu jenis keju dari susu kambing atau
susu domba yang proses pengawetannya dengan direndam dalam larutan garam 6-8 bv selama 10-15 hari.
Sampel disajikan di atas piring kecil dan disajikan bersama carier selada. Tiap sampel diberi kode tiga digit angka acak dan kode yang diberikan berbeda untuk tiap
sampel. Bubuk kopi disediakan sebagai penetral setelah melakukan evaluasi sensori untuk atribut aroma, serta segelas air minum sebagai penetral setelah melakukan
evaluasi sensori untuk atribut rasa dan aftertaste. Panelis diminta untuk menentukan tingkat kesukaan mereka pada tiap sampel keju dengan tidak membandingkan antar
sampel.
e. Analisis Kandungan Nutrisi
Setelah 8 minggu masa simpan, diperoleh keju terpilih dari tiga perlakuan. Parameter bagi keju terpilih pada penelitian ini adalah memilki tekstur yang lebih
kompak dan tidak mengeluarkan whey selama masa simpan. Analisis kandungan nutrisi meliputi analisis kadar air, analisis kadar abu, analisis protein, analisis lemak,
dan karbohidrat by difference.
17
Analisis Kadar Air BSN 1992
Analisis kadar air dilakukan dengan metode oven. Keju ditimbang sebanyak 2 g dan ditempatkan dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan dalam oven
110
o
C selama 30 menit dan diketahui beratnya. Sampel keju dikeringkan dalam oven pada suhu 110
o
C semalaman. Setelah itu, sampel dalam cawan didinginkan di dalam desikator. Lalu, cawan berisi sampel ditimbang. Kadar air bahan dapat dihitung
dengan persamaan 1.1. 1.1
Keterangan: a= bobot bahan awal g
b= bobot setelah dikeringkan g
Analisis Kadar Abu BSN 1992
Pengukuran kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering menggunakan tanur. Sejumlah 4 g keju dimasukkan ke dalam cawan porselen yang
telah dikeringkan dan telah diketahui beratnya. Mula-mula sampel diarangkan pada hot plate untuk menguapkan sebanyak mungkin zat organik yang ada sampai sampel
tidak berasap lagi. Selanjutnya, cawan dipindahkan ke dalam tanur dan diabukan pada suhu 550
o
C selama 8 jam. Setelah itu, cawan berisi abu dikeluarkan dari dalam tanur, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Kadar abu bahan dapat
dihitung dengan persamaan 1.2.
1.2
Analisis Kadar Protein AOAC 1995
Metode yang digunakan adalah metode mikro Kjeldahl. Sampel keju ditimbang sebanyak 0.1 g dan ditambahkan 1 g K
2
SO
4
, 40 mg HgO, dan 20 ml H
2
SO
4
, kemudian sampel didihkan sampai larutan menjadi jernih sekitar 1 jam. Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjeldahl dicuci dengan
air 1-2 ml, kemudian air pencucinya dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na
2
S
2
O
3
. Di bawah kondensor, diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H
3
BO
3
dan 2-4 tetes indikator campuran metil merah 2 dalam alkohol dan metil biru 2 dalam alkohol dengan perbandingan 1:2.
Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H
3
BO
3
. Isi erlenmeyer
diencerkan sampai 50 ml, lalu dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Blanko dipersiapkan dengan cara yang sama menggunakan
aquades. Kadar protein bahan dapat dihitung dengan persamaan 1.3. Kadar air g100 g
a - b a
x 100
Kadar abu g100 g = bobot abu g
bobot sampel g x 100
18
1.3 Kadar protein = N x Faktor konversi
Keterangan: N HCl = 0.0281 N
Faktor konversi = 6.38 untuk produk susu
Analisis Kadar Lemak BSN 1992
Pengukuran kadar lemak menggunakan metode ekstraksi Soxhlet dengan melalui tahapan hidrolisis sampel. Sebanyak 5 g sampel keju ditimbang dalam gelas
piala, lalu ditambah 30 ml HCl 25 dan 20 ml air. Gelas piala ditutup dengan kaca arloji dan sampel keju di dalamnya dididihkan selama 15 menit di ruang asam.
Sampel disaring dengan kertas saring dalam keadaan panas dan dicuci dengan air panas sampai tidak asam lagi. Kertas saring berikut isinya dikeringkan pada suhu
110°C semalaman. Labu lemak dikeringkan di dalam oven, lalu didinginkan di dalam desikator
dan ditimbang. Kertas saring kering berisi sampel dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi dengan kapas. Kemudian, selongsong ditutup dengan kapas
dan diletakkan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Kondensor dipasang di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak tersebut dan
dilakukan refluks selama 6 jam. Setelah itu pelarut yang ada di labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven
bersuhu 110
o
C lalu dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, kemudian labu beserta lemak ditimbang. Kadar lemak bahan dapat dihitung dengan
persamaan 1.4. 1.4
Karbohidrat By Difference
Nilai kandungan karbohidrat biasanya diberikan sebagai karbohidrat total by difference. Nilai tersebut diperoleh dari hasil pengurangan angka 100 dengan
persentase komponen lain air, abu, lemak, dan protein.
f. Analisis Cemaran Logam
Cemaran logam yang harus dibatasi pada keju berdasarkan SNI 01-2980-1992 untuk keju cedar olahan meliputi arsen As, timbal Pb, tembaga Cu, seng Zn,
raksa Hg, dan timah Sn. Kadar lemak g100 g =
lemak hasil ekstraksi g bobot sampel g
x 100 ml HCl sampel
– ml HCl blanko x N HCl x 14,007 x 100 N =
bobot sampel mg
19
Analisis Kadar Arsen As dengan Metode AAS BSN 1998b
Analisis arsen As dilakukan menggunakan spektrofotometer serapan atom Atomic Absorption SpectrofotometerAAS. Prinsip analisis kadar arsen dengan
metode AAS adalah destruksi sampel dengan asam menjadi larutan arsen. Larutan As
5+
direduksi dengan KI menjadi As
3+
dan direaksikan dengan NaBH
4
atau SnCl
2
sehingga terbentuk AsH
3
yang kemudian dibaca dengan AAS pada panjang gelombang 193.7 nm.
Tahap persiapan sampel dilakukan dengan metode pengabuan menggunakan ”microwave digestion”. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 g dan dimasukkan ke dalam
tabung destruksi, ditambah 8 ml HNO
3
dan 2 ml H
2
O
2
. Tabung ditutup dan dimasukkan ke dalam ”microwave digestion”. Sampel didestruksi selama 45 menit.
Setelah selesai dan didinginkan, larutan destruksi dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan ditambah air suling hingga tanda tera.
Selanjutnya, dilakukan analisis sampel hasil pengabuan basah menggunakan AAS dengan terlebih dahulu dilakukan pengaturan alat berdasarkan instruksi kerja dan
penyiapan bahan-bahan yang diperlukan. Sebanyak 25 ml larutan dari persiapan sampel di atas dipipet, ditambahkan 2 ml HCl 8 M dan 0.1 ml KI 20, kemudian
dibiarkan minimal 2 menit. Setelah itu, larutan dituang ke dalam tabung auto sampler. Deret standar arsen 10, 20, 30, 40, dan 50 ppb serta blanko dituangkan ke
dalam 6 tabung auto sampler. Buchner serta tombol pengatur aliran pereaksi dan sampel dinyalakan. Nilai absorbansi tertinggi dari standar dan sampel dengan blanko
dibaca sebagai koreksi. Kemudian, kurva standar dengan sumbu Y sebagai absorbansi dan sumbu X dibuat sebagai konsentrasi ppb. Kadar arsen dalam sampel dapat
dihitung dengan persamaan 1.5. 1.5
Keterangan: v = volume larutan abu FP = Faktor pengenceran
Analisis Cemaran Logam Timbal Pb, Tembaga Cu, Seng Zn, dan Timah Sn dengan Metode AAS BSN 1998c
Analisis timbal Pb, tembaga Cu, seng Zn, dan timah Sn dilakukan dengan metode pengabuan basah, kemudian dilanjutkan dengan analisis sampel hasil
pengabuan basah menggunakan spektrofotometer serapan atom Atomic Absorption Spectrofotometer.
Sebanyak 5 gram sampel keju ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu destruksi. Kemudian ditambahkan 25 ml H
2
SO
4
18N, 20 ml HNO
3
7N, 1 ml larutan natrium molibdat 2, dan 5-6 butir batu didih. Labu destruksi dihubungkan dengan
pendingin dan dipanaskan selama 1 jam. Pemanasan dihentikan dan dibiarkan selama 15 menit. Sebanyak 20 ml HNO
3
-HClO
4
1:1 ditambahkan melalui pendingin. Aliran air pada pendingin dihentikan dan dipanaskan dengan panas tinggi hingga
timbul uap putih. Pemanasan dilanjutkan selama 10 menit, kemudian didinginkan. Kadar As ppb =
Kadar As dari kurva kalibrasi ppb x v ml x FP Bobot sampel gram
20
Dengan hati-hati ditambahkan 10 ml air melalui pendingin sambil labu digoyang- goyangkan. Dididihkan lagi selama 10 menit. Pemanas dimatikan dan cuci pendingin
dengan 15 ml air suling sebanyak 3 kali, didinginkan sampai suhu kamar. Secara kuantitatif, larutan destruksi sampel dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml,
diencerkan dengan air suling sampai tanda garis. Blanko dikerjakan dengan pemakaian pereaksi seperti yang digunakan pada sampel.
Deret standar disiapkan. Absorbansi larutan standar, blanko, dan sampel dibaca dengan mengggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang
gelombang 213.9 nm untuk seng, 235.4 nm untuk timah, 283.3 nm untuk timbal, dan 324.7 nm untuk tembaga. Kurva kalibrasi dibuat dengan sumbu Y sebagai absorbansi
dan sumbu X sebagai konsentrasi dalam ppm. Kandungan logam pada keju dihitung dengan persamaan 1.6.
1.6
Keterangan: v = volume larutan abu FP = Faktor pengenceran
Analisis Cemaran Logam Raksa Hg dengan Metode AAS BSN 1998c
Analisis raksa Hg dilakukan dengan metode pengabuan basah, kemudian dilanjutkan dengan analisis sampel hasil pengabuan basah menggunakan
spektrofotometer serapan atom Atomic Absorption Spectrofotometer. Prinsip analisis cemaran logam raksa Hg adalah mereaksikan senyawa raksa dengan NaBH
4
atau SnCl
2
dalam keadaan asam guna membentuk gas atomik Hg dan diikuti dengan pembacaan absorbansi menggunakan spektrofotometer serapan atom tanpa nyala
dengan panjang gelombang 253.7 nm. Sebanyak 5 gram sampel keju ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu
destruksi. Kemudian ditambahkan 25 ml H
2
SO
4
18N, 20 ml HNO
3
7N, 1 ml larutan natrium molibdat 2, dan 5-6 butir batu didih. Labu destruksi dihubungkan dengan
pendingin dan dipanaskan selama 1 jam. Pemanasan dihentikan dan dibiarkan selama 15 menit. Sebanyak 20 ml HNO
3
-HClO
4
1:1 ditambahkan melalui pendingin. Aliran air pada pendingin dihentikan dan dipanaskan dengan panas tinggi hingga
timbul uap putih. Pemanasan dilanjutkan selama 10 menit, kemudian didinginkan. Dengan hati-hati ditambahkan 10 ml air melalui pendingin sambil labu digoyang-
goyangkan. Dididihkan lagi selama 10 menit. Pemanas dimatikan dan cuci pendingin dengan 15 ml air suling sebanyak 3 kali, didinginkan sampai suhu kamar. Secara
kuantitatif, larutan destruksi sampel dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml, diencerkan dengan air suling ampai tanda garis. Blanko dikerjakan dengan pemakaian
pereaksi seperti yang digunakan pada sampel. Deret standar disiapkan. Sebanyak 20 ml larutan pereduksi larutan NaBH
4
atau SnCl
2
ditambahkan ke dalam larutan deret standar, larutan destruksi, dan larutan
blanko. Absorbansi larutan standar, blanko, dan sampel dibaca dengan mengggunakan spektrofotometer serapan atom tanpa nyala pada panjang gelombang
Kadar logam ppm = Kadar logam dari kurva kalibrasi ppm x v ml x FP
Bobot sampel gram
21
253.7 nm. Kurva kalibrasi dibuat dengan sumbu Y sebagai absorbansi dan sumbu X sebagai konsentrasi dalam ppm. Kandungan raksa Hg pada keju dihitung dengan
persamaan 1.7. 1.7
Keterangan: v = volume larutan abu FP = Faktor pengenceran
Kadar Hg ppm = Kadar Hg dari kurva kalibrasi ppm x v ml x FP
Bobot sampel gram
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. MIKROBA PADA SUSU DAN KULTUR STARTER
Rata-rata angka lempeng total pada susu kambing segar adalah 4.5x10
5
cfuml. Nilai tersebut memenuhi persyaratan SNI untuk TPC susu segar, yaitu maksimal 10
6
cfuml BSN 1998a. Susu yang diperah secara aseptis melalui ambing yang sehat tidaklah steril, namun
mengandung sejumlah kecil mikroba, yang disebut „komensal ambing‟, yang umumnya didominasi oleh mikrokoki dan streptokoki Varnam dan Sutherland 1994. Menurut Daulay
1991, kelompok mikroba yang terdapat dalam pasokan susu mentah diantaranya koliform, bakteri batang pembentuk spora Bacillus, Gram negatif bentuk batang, Gram positif bentuk
batang, dan kamir serta kapang. Lalu, mikroba-mikroba patogen yang terdapat dalam susu diantaranya Mycobacterium tuberculosis, Brucella melitensis, Staphylococcus aureus,
Clostridium botulinum, Bacillus anthracis, Salmonella spp., Shigella spp., dan Escherichia spp. Brucella melitensis merupakan bakteri yang lebih sering ditemukan pada susu kambing.
Menurut Daulay 1991, kultur starter merupakan kultur aktif dari mikroba bukan patogen yang ditumbuhkan di dalam susu atau whey, yang berperan dalam pembentukan karakteristik dan
mutu tertentu pada berbagai jenis produk susu. Jumlah awal mikroba starter pada kultur kerja setelah diinkubasi selama 4 jam perlu diketahui sebelum kultur kerja ditambahkan ke dalam susu
kambing. Dari hasil uji penentuan waktu inkubasi diketahui bahwa rata-rata jumlah awal BAL pada kultur kerja berkisar antara 10
8
dan 10
9
cfuml. Hanya kultur kerja dengan starter Lactobacillus casei yang tidak dapat mencapai jumlah 10
9
cfuml setelah diinkubasi selama 4 jam.
B. PEMBUATAN KEJU
Susu kambing yang telah dipanasi diberi kultur kerja dan diinkubasi pada suhu 37
o
C. Selama inkubasi, laktosa di dalam susu kambing difementasi oleh BAL menjadi asam laktat.
Menurut Scott 1986, kandungan laktosa pada susu kambing sekitar 4.6. Terbentuknya asam laktat ditandai dengan terjadinya penurunan pH. Nilai pH susu kambing yang terukur pada
penelitian ini berkisar antara 6.5 –6.8, dengan rata-rata pengukuran 6.6. Menurut Daulay 1991,
keasaman susu normal keasaman susu natural yang disebabkan oleh komponen kimia berkisar antara pH 6.4-6.8. Penurunan pH ditargetkan hingga mencapai pH 6.3, yaitu nilai pH untuk
penambahan rennet. Umumnya, kuantitas rennet yang ditambahkan sebanyak 10-45 ml untuk 100 liter susu
Daulay 1991. Untuk rennet komersial, jumlah rennet yang digunakan tergantung pada jenis dan merek rennet yang digunakan. Rennet yang digunakan pada penelitian ini merupakan rennet
komersial dan jumlah yang ditambahkan untuk pembuatan keju adalah 0.06 mlL. Jika jumlah rennet yang ditambahkan lebih dari 0.06 mlL, proses koagulasi berlangsung lebih cepat namun
keju yang dihasilkan berasa pahit. Hal tersebut dikarenakan aktivitas proteolitik yang berlebih dapat menyebabkan lebih banyak protein yang dipecah sehingga dapat terbentuk peptida yang
menyebabkan rasa pahit pada keju. Koagulasi protein susu, terutama kasein, oleh enzim proteolitik terjadi pada pH yang
lebih tinggi 5.8 –6.6 dibandingkan dengan koagulasi oleh asam yang terjadi pada pH 4.6–5.0
Daulay 1991. Oleh karena itu, produk keju tidak terlalu asam seperti produk fermentasi pada
23
umumnya. Pada penelitian ini, rennet ditambahkan ketika pH susu mencapai 6.3. Walaupun begitu, koagulasi kasein tidak hanya dipengaruhi oleh pH, tetapi juga oleh keberadaan ion Ca
2+
. Susu yang telah ditambah rennet kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37
o
C selama 2 jam. Selama inkubasi dengan rennet, susu harus dijaga agar tidak terguncang sehingga curd
yang terbentuk tidak terpecah-pecah atau hancur. Konsistensi curd dapat dijadikan tolok ukur untuk memperkirakan konsistensi keju yang akan terbentuk. Curd yang lemah dan terpecah-
pecah akan menghasilkan tekstur keju yang lemah pula. Curd yang terbentuk pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5. Curd yang terbentuk kompak dan tidak terpecah-pecah serta tidak
hancur ketika diciduk dengan sendok. Whey yang bewarna hijau kekuningan terlihat di dasar bekas cidukan curd.
Gambar 5. Curd Curd yang terbentuk kemudian dipotong-potong agar luas permukaannya meningkat,
sehingga proses pengeluaran whey lebih efektif serta terjadi pindah panas yang seragam dan merata pada proses pemasakan di tahap selanjutnya. Pemotongan harus dilakukan dengan hati-
hati agar tidak banyak lemak yang terlepas dari curd dan lolos bersama whey. Setelah dipotong, potongan curd didiamkan selama 10-15 menit agar sebagian whey keluar.
Potongan curd dipanaskan pada suhu 40
o
C selama 30 menit. Pemanasan pada suhu tersebut untuk mencegah hilangnya BAL karena BAL umumnya mati pada suhu tinggi. Selama
pemanasan, terjadi pengerutan matriks protein sehingga whey terdorong keluar lebih banyak Daulay 1991. Potongan curd yang mengerut lama-lama tenggelam dalam whey dan terkumpul
di dasar wadah. Ketika diciduk, tampak potongan curd dengan permukaan yang agak keras sehingga tidak mudah hancur Gambar 6.
Proses penyaringan dilakukan dengan peralatan modifikasi yang terdiri dari kain blacu, corong, dan erlenmeyer Lampiran 6. Whey yang berwarna hijau kekuningan tertampung di
dalam erlenmeyer Lampiran 6, sementara keju segar tertinggal di kain blacu. Keju segar yang tersaring berwarna putih dengan aroma asam yang segar. Proses penyaringan dilakukan
semalaman di dalam refrigerator pada suhu 5 °C untuk menghambat aktivitas fermentasi BAL. Penggaraman dilakukan dengan penambahan garam 2 bb secara langsung pada keju
segar. Keju segar kemudian diaduk agar garam tercampur merata. Pada penelitian ini, jika pemisahan whey berlangsung baik, keju segar yang diaduk dapat disatukan kembali dan dibentuk
serta tidak ada yang menempel di wadah atau alat pengaduk. Sebaliknya, jika penirisan whey
24
tidak berlangsung sempurna, ada bagian-bagian keju segar yang menempel di wadah atau alat pengaduk.
Gambar 6. Curd setelah tahap pemanasan Keju yang dihasilkan pada penelitian ini berwarna putih yang merupakan tipikal keju
dari susu kambing, memiliki konsistensi agak lunak, dan mudah rapuh Gambar 7. Keju lunak susu kambing memiliki warna lebih putih daripada keju susu sapi. Hal itu dikarenakan susu
kambing kekurangan -karoten yang seluruhnya telah diubah menjadi retinol Raynal-Ljutovac
et al. 2008. Pada keju juga terbentuk aroma masam, karena pemakaian bakteri Lactobacillus acidophilus dan Lactobacillus casei yang umum digunakan dalam pembuatan susu masam.
Aroma masam yang terbentuk dapat menutupi aroma khas pada susu kambing.
Gambar 7. Keju lunak susu kambing Tekstur keju yang lunak disebabkan oleh tidak dilakukannya proses pengepresan keju.
Pengepresan tidak hanya dilakukan untuk mendorong keluarnya cairan whey, tetapi juga diperlukan untuk mendapatkan tektur keju yang kompak dan rapat Walstra et al. 1999. Oleh
sebab itu, keju yang dihasilkan pada penelitian ini mudah rapuh. Kekompakan matriks keju tergantung pada kemampuan kasein untuk merangkul dan
mendekap komponen-komponen susu lainnya seperti lemak, air, garam-garam, laktosa, dan protein whey Daulay 1991. Tidak dilakukannya tahap standardisasi rasio kasein dan lemak
25
pada susu kambing juga dapat menjadi salah satu penyebab tekstur keju menjadi lunak. Untuk keju cedar, misalnya, standardisasi susu untuk rasio kasein dan lemak adalah 0.67:0.72 Kelly
2009. Selama proses pembuatan keju, dilakukan analisis stabilitas BAL dengan parameter nilai
pH, jumlah BAL, dan angka lempeng total. Data stabilitas BAL selama proses pembuatan diperoleh dari produksi keju dengan bakteri Lactobacillus acidophilus. Ketahanan bakteri
Lactobacillus casei selama proses pembuatan diperkirakan tidak jauh berbeda. Hal tersebut dibuktikan dari tingginya jumlah BAL pada keju dengan Lactobacillus casei selama masa
penyimpanan. Nilai pH diukur mulai dari susu kambing segar sampai produk keju yang dihasilkan.
Nilai pH awal susu kambing perlu diketahui untuk menentukan lama inkubasi susu kambing dengan starter hingga mencapai pH 6.3 pH untuk penambahan rennet. Berdasarkan uji
penentuan waktu inkubasi, diketahui bahwa nilai pH turun 0.1 unit setiap 2 jam. Kecepatan penurunan pH tergantung pada jenis BAL yang digunakan. Pada penelitian
ini, pH dari susu yang difermentasi oleh Lactobacillus acidophilus lebih cepat turun daripada susu yang difermentasi oleh Lactobacillus casei. Waktu yang diperlukan susu yang difermentasi
oleh Lactobacillus acidophilus untuk mencapai pH 6.3 berkisar antara 4-6 jam, tergantung pH awal susu kambing, sedangkan susu yang difermentasi oleh Lactobacillus casei berkisar antara
6-7 jam. Hal itu disebabkan oleh perbedaan sifat fermentasi asam laktat diantara kedua jenis bakteri tersebut. Lactobacillus acidophilus bersifat homofermentatif sedangkan Lactobacillus
casei bersifat heterofermentatif. Bakteri yang bersifat homofermentatif umumnya lebih cepat dalam menurunkan pH.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan nilai pH, mulai dari susu segar sampai menjadi produk keju, yang mengindikasikan terjadi pertumbuhan dan aktivitas metabolisme dari
BAL yang digunakan. Penurunan nilai pH dikarenakan aktivitas fermentasi laktosa menjadi asam laktat oleh BAL. Nilai pH yang diukur pada tiap tahapan produksi dapat dilihat pada
Gambar 8. Data nilai pH tersebut diperoleh dari produksi keju dengan bakteri Lactobacillus acidophilus.
Gambar 8. Nilai pH di tiap tahapan proses pembuatan keju Nilai pH dijadikan indikator dalam penambahan rennet karena kerja enzim dipengaruhi
oleh pH. Enzim khimosin dalam rennet akan mengkoagulasi susu pada pH 6.0-6.4 di dua tahap Keterangan
a: susu segar b: susu terfermentasi
c: curd d: whey
e: keju segar
26
reaksi Rahman et al. 1992. Pada penelitian ini, nilai pH susu terfermentasi untuk penambahan rennet adalah 6.3. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk penurunan pH dari 6.6 menjadi 6.30
adalah 6 jam. Pengukuran pH curd dan whey dilakukan sebelum proses pemanasan, sedangkan
pengukuran pH keju segar dilakukan setelah tahap penyaringan. Penurunan nilai pH yang besar pada keju segar dari pH 6.1 pada curd menjadi 5.7 pada keju segar disebabkan oleh proses
pemanasan curd. Pemanasan pada suhu 40 °C diperkirakan dapat merangsang pertumbuhan BAL dan meningkatkan aktivitas BAL dalam proses fermentasi laktosa.
Data nilai pH selama proses pembuatan keju didukung oleh data analisis jumlah BAL dan angka lempeng total. Analisis angka lempeng total mulai dilakukan dari susu segar, sedangkan
analisis jumlah BAL mulai dilakukan dari tahap susu setelah difermentasi oleh kultur kerja. Data stabilitas BAL selama pembuatan keju dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah ALT dan BAL di tiap tahapan proses pembuatan keju Tahapan proses
ALT log10 BAL log10
susu segar
a
5.87 -
susu setelah pemanasan 85
o
C, 30 menit
a
1.40 -
susu terfermentasi sampai pH 6,3
b
8.56 8.46
curd
b
8.89 8.87
whey
b
8.62 8.47
keju segar
b
9.95 9.94
Keterangan: a cfuml
b cfugram
Uji angka lempeng total juga dilakukan pada susu kambing yang telah dipanasi untuk mengetahui kecukupan pemanasan. Pemanasan bertujuan membunuh mikroba patogen dan
mikroba lain yang terdapat dalam susu kambing, sehingga yang diharapkan tumbuh pada susu sampai menjadi produk keju hanya mikroba starter.
Jumlah BAL selama proses pembuatan keju mencapai 10
8
cfugram dan setelah tahap penyaringan mencapai 10
9
cfugram. Bentuk koloni BAL yang tumbuh pada media MRSA berbentuk cakram miring atau seperti bintang, berwarna putih susu, dan permukaannya tampak
licin. Selain itu, koloni BAL juga mengeluarkan aroma masam sebagai hasil metabolisme zat- zat yang terkandung dalam media MRSA.
Bila ditinjau dari kemungkinan pemanfaatan sebagai pangan probiotik, jumlah sel probiotik dalam bahan pangan sebaiknya pada kisaran 10
6
cfugram dan direkomendasikan untuk mengonsumsi 10
8
-10
9
cfu dalam setiap porsi untuk memperoleh manfaat kesehatan Araújo et al. 2010. Jumlah BAL yang terperangkap dalam matriks curd yang terbentuk setelah penambahan
rennet mencapai 10
8
cfugram. Begitu juga dengan kandungan BAL dalam whey yang terbuang 10
8
cfuml. Oleh karena itu, baik keju maupun whey yang dihasilkan memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi produk pangan probiotik jika sudah ada bukti yang menunjukkan bahwa
kedua starter yang digunakan memiliki aktivitas probiotik.
27
Perbedaan jumlah BAL sebesar satu log dari 10
8
cfugram pada curd menjadi 10
9
cfugram pada keju setelah tahap penyaringan disebabkan oleh proses pemanasan 40
o
C yang dilakukan sebelum tahap penyaringan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
pemanasan pada suhu 40
o
C diperkirakan dapat merangsang pertumbuhan BAL.
C. STABILITAS BAL SELAMA PENYIMPANAN KEJU