4
usus  Shingfield  et  al.  2008.    Susu  kambing  dapat  dikonsumsi  oleh  bayi  karena  tidak menimbulkan  alergi.    Kandungan  α
s1
-kasein  yang  sedikit  pada  susu  kambing  dipertimbangkan sebagai penyebab lebih rendahnya alergenisitas terhadap susu kambing dibandingkan susu sapi,
namun hal tersebut masih perlu diteliti lebih lanjut Silanikove et al. 2010. Komposisi kandungan nutrisi susu kambing juga berpengaruh pada teknologi pengolahan
susu  kambing.    Silanikove  et  al.  2010  menyatakan  bahwa  persentase  total  lemak  dalam  susu kambing  tidak  jauh  berbeda  dengan  susu  sapi.    Dua  hal  yang  membedakannya,  dan  menjadi
karakteristik  yang  berpengaruh  penting  bagi  pengolahan  susu  kambing  adalah  ukuran  globula lemak dan komposisi asam lemak.  Pada kedua jenis susu, ukuran globula lemak berkisar antara
1- 10  μm,  namun  jumlah  globula  lemak  yang  berukuran  lebih  kecil  dari  5  μm  lebih  banyak
terdapat  pada  susu  kambing  sekitar  80  dibandingkan  pada  susu  sapi  sekitar  60.    Susu kambing  mengandung  asam  lemak  rantai  sedang,  yaitu  asam  kaproat  C6:0,  asam  kaprilat
C8:0, dan asam kaprat C10:0, dalam jumlah  yang  lebih  banyak, dimana  sebagian dari asam lemak tersebut bertanggung jawab terhadap munculnya karakteristik aroma prengus atau goaty.
Persentase  kasein  dalam  total  protein  susu  kambing  adalah  71-78,  lebih  rendah  dari susu  sapi  yang  berkisar  antara  75-85  Loewenstein  1982  diacu  dalam  Zeng  1996.    Selain
kandungan  kasein  yang  lebih  rendah  dari  susu  sapi,  yang  menjadi  faktor  utama  dalam keterbatasan  pemanfaatan  susu  kambing  secara  teknologi  adalah  komposisi  dari  kaseinnya.
Kasein susu kambing memiliki proporsi α
s1
- kasein yang lebih rendah dan proporsi  -kasein yang
lebih  tinggi  daripada  susu  sapi  Thomann  2008 .  Rendahnya kandungan α
s1
-kasein  pada  susu kambing  menyebabkan  keju  yang  terbuat  dari  susu  kambing  memiliki  tekstur  yang  lebih  lunak
daripada keju susu sapi Jenness 1980.
B. KEJU
Food  and  Agricultural  Organization FAO melalui „Code of Principle‟ mendefinisikan
keju  sebagai  produk  segar  ataupun  hasil  pemeraman  yang  dihasilkan  dari  penirisan  cairan setelah terjadinya koagulasi susu segar, krim, susu skim, dadih atau campurannya Scott 1986.
Komponen dalam susu yang penting dalam proses pembuatan keju adalah kasein.  Dibandingkan dengan  albumin  dan  globulin  yang  dapat  terdenaturasi  oleh  panas,  kasein  lebih  stabil  terhadap
panas namun peka terhadap pH, enzim, dan kandungan kalsium Rahman et al. 1992. Keju  mengandung  nutrisi  susu  yang  tidak  larut  air,  diantaranya  protein  kasein
terkoagulasi,  mineral-mineral koloid, lemak, dan vitamin larut lemak.   Nutrisi  yang terkandung di dalam keju dipengaruhi oleh jenis susu yang digunakan jenis hewan penghasil susunya, masa
laktasi,  berlemak  tinggi,  berlemak  rendah,  skim,  cara  pembuatannya,  dan  derajat  pematangan untuk jenis keju yang dimatangkan atau dipera
m O‟Brien dan O‟Connor β004. Keju  memiliki  masa  simpan  yang  lebih  lama  daripada  susu  dan  produk  olahan  susu
lainnya.    Masa  simpan  keju  bervariasi  mulai  dari  beberapa  hari  hingga  beberapa  tahun. Kombinasi  faktor  yang  bertanggung  jawab  dalam  memelihara  kualitas  keju  diantaranya  adalah
ketiadaan  gula  laktosa,  pH,  asam  laktat,  garam,  kondisi  anaerobik,  dan  perlindungan  dari “kulit” keju Walstra et al. 1999
Keju  merupakan  produk  olahan  susu  yang  memiliki  banyak  variasi.    Berdasarkan  kadar air, keju dibagi dalam tiga tipe, yaitu keju keras 20-42, keju semi keras atau semi lunak 45-
55,  dan  keju  lunak    55.  Semua  keju  jenis  tersebut  dikonsumsi  setelah  diperam  selama waktu  tertentu,  sedangkan  keju  segar    70  dikonsumsi  langsung  setelah  penyaringan  dan
pemisahan  dari  whey  Heller  et  al.  2008.    Pengelompokan  keju  berdasarkan  kadar  air
5
dikarenakan  kadar  air  dapat  menentukan  konsistensi  atau  kekompakan  keju,  sehingga memudahkan dalam mengelompokkan keju yang memiliki karakteristik serupa Farkye 2004.
Perbedaan keju keras dan keju lunak terletak pada persentase kadar air keju.  Istilah keju lunak  digunakan  untuk  mendeskripsikan  keju  yang  terasa  lunak  ketika  disentuh  dan  dapat
dengan mudah ditekan oleh jari, sedangkan istilah keju keras digunakan untuk mendeskripsikan keju yang kaku dan membutuhkan tekanan tertentu untuk dapat membaginya menjadi beberapa
bagian  Farkye  2004.    Keju  keras  umumnya  melalui  proses  penekanan  untuk  membentuk partikel-partikel  curd  yang  longgar  menjadi  massa  yang  lebih  kompak  dan  mendorong  whey
keluar lebih banyak, sedangkan keju lunak  umumnya  melalui proses penekanan  hingga  kondisi tertentu Daulay 1991.  Penekanan pada keju lunak lebih diarahkan untuk memberi bentuk dan
struktur keju yang kompak. Pembuatan  keju  merupakan  proses  yang  rumit,  meliputi  banyak  tahapan  proses  dan
beberapa  perubahan  biokimia.    Semua  variable  tersebut  mempengaruhi  rendemen,  komposisi, dan mutu dari keju serta produk sampingannya terutama whey.  Selain itu, cara pembuatan juga
dapat  berpengaruh  pada  biaya  produksi  tenaga  kerja,  peralatan,  product  loss,  dan  lain-lain. Oleh karena itu, optimasi dalam pembuatan keju merupakan hal yang tidak mudah Walstra et al.
1999.    Akan  tetapi,  saat  ini  teknologi  pembuatan  keju  sudah  semakin  berkembang,  dimana faktor  ekonomi  merupakan  salah  satu  faktor  utama  yang  mendorong  perkembangan  teknologi
pembuatan keju Farkye 2004.
C. PRINSIP PEMBUATAN KEJU