Linggau. Apabila menggunakan kendaraan umum maka untuk mencapai kawasan DMHB dikenakan biaya sebesar Rp. 5.000,00. Namun kendaraan umum ini
jumlahnya sedikit dan dengan jadwal yang tidak tentu serta kenyamanannya tidak terjamin sehingga sebagian besar pengunjung yang mendatangi kawasan DMHB
menggunakan kendaraan pribadi. Di sekitar Kawasan DMHB terdapat jalan kecil yang mengelilingi
kawasan. Selain berupa akses masuk menuju kawasan DMHB, jalan ini juga merupakan akses menuju pemukiman penduduk di Desa Mojorejo sehingga jalan
ini di buka untuk umum. Hal ini menyebabkan kurang terpantaunya jumlah pengunjung yang mengunjungi kawasan DMHB terutama yang memasuki
kawasan yang tidak diawasi oleh pengelola. Kawasan DMHB memiliki satu gerbang utama yang juga merupakan pintu
masuk sekaligus loket penjualan karcis masuk menuju kawasan wisata DMHB. Harga tiket masuk sebesar Rp. 3.000,00 per orang, sedangkan untuk kendaraan
pribadi dikenakan biaya parkir sesuai dengan jenis kendaraan yaitu Rp. 2.000,00 untuk motor dan Rp. 3.000,00 untuk mobil.
4.1.2. Tanah
Jenis tanah yang terdapat di kawasan DMHB adalah jenis tanah andosol. Tanah ini merupakan sisa dari abu vulkanik dari letusan gunung berapi. Tanah ini
memiliki tekstur gembur sehingga mudah diolah untuk dijadikan lahan pertanian. Jenis tanah ini adalah tanah yang sesuai untuk digunakan sebagai lahan pertanian
tanaman pangan padi sawah, gogo BAPEDDA, 2007. Kendalanya tanah andosol yang bertekstur ringan ini sangat mudah terseret air hujan dan mengalami
erosi. Hal ini ditambah dengan curah hujan yang cukup tinggi, topografi yang curam, dan pengolahan tanah sebagai lahan pertanian hal tersebut memperbesar
kemungkinan terjadinya erosi pada tapak.
5
4.1.3 Topografi
Secara umum kondisi topgrafi tapak berupa topografi perbukitan dengan kemiringan bervariasi dari datar sampai dengan sangat curam. Tapak berupa
cekungan dengan ketinggian terendah berada pada 1083 mdpl dan yang tertinggi 1095 mdpl. Permukaan datar sebagian besar terdapat di bagian timur laut dari
tapak yang dimanfaatkan sebagai pemukiman dan pertanian. Permukaan datar lain yang terdapat di tapak yaitu terdapat di area wisata yang terdapat di bagian
tenggara hal ini di akibatkan dilakukan pendataran pada tapak dengan proses cut and fill dan diberikan dinding penahan dari bebatuan. Sedangkan sisa tapak
merupakan daerah dengan kemiringan curam sampai dengan sangat curam terdapat di bagian barat dan timur tapak yang sebagian besar dimanfaatkan
sebagai lahan perkebunan palawija.
4.1.4 Tata Guna Lahan
Pola penggunaan lahan di kawasan DMHB ini meliputi lahan pertanian, kawasan pemukiman, dan lahan digunakan sebagai area wisata. Lahan pertanian
mendominasi kawasan terutama di bagian sempadan danau. Hal ini menimbulkan efek negatif terhadap danau yaitu terjadinya erosi dan penyuburan air yang
merupakan akibat pupuk lahan pertanian yang hanyut dibawa air sehingga menyebabkan penyuburan air yang berakibat pada populasi tanaman air yang
tidak terkendali.
a b
Gambar 6: Penggunaan Lahan disekitar DMHB a. areal pertanian, b. cabai sebagai salah satu contoh jenis komoditas yang ditanam di sekitar kawasan DMHB
7
8
Selain areal pertanian sebagian kecil dari kawasan dimanfaatkan sebagai kawasan rekreasi yaitu area yang dekat dengan jalur utama. Area ini yang dikenal
sebagai Objek wisata DMHB yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabuptaen Rejang Lebong. terdapat area pemukiman di bagian utara kawasan dan bebrapa
kompleks penginapan di sekitar lahan.
Tabel 2. Jenis dan luas penggunaan lahan pada Kawasan DMHB No
Jenis Penggunaan Lahan Luas ha
Persentase 1. Pertanian
37,49 48,5
2. Pemukiman 7,51
9,5 3.
Kawasan wisata darat 2,1
0,3 4. Danau
24,1 30,7
5. Rawa 7.7
10 Jumlah 78.91
100
4.1.5 Hidrologi