terhadap pembelajaran, sedangkan penulis berfokus pada gaya bahasa terhadap puisi
“buku” dan terjemahannya.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, yang akan penulis rincikan sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan yang terdiri mengenai latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan peneletian, manfaat penelitian, selain itu, penulis akan
menulis tinjauan pustaka, sebagai informasi pembanding dengan penelitian sebelumnya dan juga berfungsi sebagai tanggung jawab ilmiah.
Bab II : Kerangka teori yang terdiri dari : tentang penerjemahan, yang di dalamnya terdapat defenisi terjemah, metode terjemah, tentang puisi, defenisi
puisi, metode puisi, serta gaya bahasa, dan majas perbandingan Bab III : Metodologi penelitian dalam bab ini Penulis akan menguraikan metode
yang dipakai di dalam melakukan penelitian. Semua dilakukan, agar pembaca mengetahui dan bisa menilai keilmiahan penelitian ini.
Bab IV : Hasil analisis Terjemahan dan Gaya Bahasa puisi Taufik Ismail dalam yang telah diterjemahkan oleh Prof. Dr. Nabilah Lubis.
Bab V : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran
8
BAB II
LANDASAN TEORETIS
1. Hakikat Gaya Bahasa
a. Stilistika
Secara etimologis stylitics berkaitan dengan style bahasa inggris. Style artinya gaya, sedangkan stylistics, dengan demikian dapat diterjemahkan sebagai
ilmu tentang gaya.
1
Menurut Ratna, stilistika adalah ilmu yang berkaitan dengan gaya dan gaya bahasa.
Tetapi pada umumnya lebih banyak mengacu pada gaya bahasa. Jadi, dalam pengertian yang paling luas, stilistika sebagai ilmu tentang gaya, meliputi
berbagai cara yang dilakukan dalam kegiatan manusia.
2
Selanjutnya, Peter Barry mengungkapkan bahwa stilistika adalah pendekatan kritis yang menggunakan metode dan temuan ilmu linguistic dalam analisis teks
sastra.Yang dimaksud linguistik di sini lebih pada kajian ilmiah tentang bahasa dan struktur-strukturnya, ketimbang pembelajaran bahasa-bahasa individu.
3
Jadi secara umum stilistika adalah kajian tentang gaya bahasa yang digunakan dalam karya sastra. Gaya bahasa di sini mencakup penggunaan berbagai macam
bahasa di dalam sebuah karya sastra yang menghasilkan pemaknaan baik dari kata, kalimat, atau wacana yang digunakan pengarang.
1
Jabrohim, Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta: Hanindita Graha Widya, 2002, h. 163
2
Nyoman Kutha Ratna, Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, h. 167
3
Peter Barry. Pengantar Komprehensif Teori Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Jalasutra, 2010, h. 235
b. Pengertian Gaya
Istilah gaya diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasaLatin stilus dan mengandung arti leksikal
‘alat untuk menulis‘.
4
Menurut Gorys Keraf, Gaya Bahasa merujuk kepada cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas
yang memperhatikan jiwa dan kepribadian penulis atau pengguna bahasa
5
. Pemakaian dengan cara khas tersebut ditandai oleh adanya penyimpangan dari
pemakaian bahasa lumrah. Sebab itu, Wren dan Martin mengatakan gaya bahasa merupakan penyimpangan dari bentuk ungkapan biasa atau penyimpangan dari
jalan pikiran umum dalam memperoleh efek pengungkapan yang lebih intens.
6
Penggunaan gaya bahasa terjadi dalam dunia puisi sebab kata-kata denotatif memiliki makna keterbatasan. Dengan mengandalkan makna lugas harfiah semata
dalam deskripsi objek atau ide.
7
Dengan kata lain, gaya adalah pribadi pengarang itu sendiri. Wahyudi dalam bukunya berpendapat bahwa gaya adalah cara seorang pengarang menyampaikan
gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual
dan emosi pembaca. Ada tiga masalah yang erat hubungannya dengan pembicaraan masalah gaya.
Pertama, masalah media berupa kata dan kalimat. Kedua, masalah hubungan gaya dengan makna dan keindahan. Terakhir, seluk-beluk ekspresi pengarangnya
sendiri yang akan berhubungan erat dengan masalah individual kepengarangan, maupun konteks sosial-masyarakat yang melatarbelakanginya.
4
Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, Bandung: Sinar Baru, 1987, h. 72
5
Gorys Keraf, DIksi dan Gaya Bahasa, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama : 2010., h. 112.
6
Siswantoro, Metode Penelitian Sastra Anaisis Struktur Puisi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar 2010, h. 206.
7
Ibid., h. 105.
Dari beberapa pengertian tentang gaya di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa gaya bahasa atau gaya seorang dengan yang lain jelas berbeda, baik dari
segi komposisi bahasa, struktur kalimat, dan penggunaan ejaan.
2. Majas Perbandingan
Dilihat dari jenisnya, majas perbandingan yang secara salah kaprah sering pula disebut gaya bahasa, perhiasan bahasa, atau bahasa kiasan itu dapat
dikelompokan dalam tiga golongan; 1 majas perbandingan, 2 majas pertentangan, dan 3 majas pertautan. Namun, dalam praktiknya tidak jarang
orang menggunakan dua-tiga majas sekaligus dalam sebuah tuturan. Menurut Henry Guntur Tarigan, Ragam majas dibagi menjadi empat macam :
1 Majas Perbandingan yang meliputi perumpamaan simile, metafora, personifikasi, 2 Majas pertentangan yang meliputi hiperbola, litotes, ironi,
oksimoron, paronomasia, parlpsisi, zeugma, 3 Majas pertautan yang meliputi metominia, sinekdoke, kilata alusi, eufimisme, ellipsis, inversi, gradasi. 4 Majas
perulangan yang meliputi aliterasi, antanaklasis, kiasmus, repitisi. Dalam hal ini penulis akan memfokuskan pada majas perbandingan yang digunakan oleh
Tarigan berikut beberapa majas perbendingan yang sering digunakan dalam puisi.
a Simile Tasybih
Yang dimaksud dengan perumpamaan disini adalah padanan kata simile dalam bahasa Inggris. Kata simile berasal dari bahasa latin yang bermakna
‘seperti’. Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakekatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Perbandingan itu secara
eksplisit dijelaskan oleh pemakaian kata seperti, sebagai, ibarat, umpama, baka, laksana, dan sejenisnya.
8
Seperti halnya bahasa Indonesia bahasa Arab juga memiliki konsep yang persis dengan simile, yakni tasybih. Gaya bahasa ini mengindikasikan adanya
penyerupaan antara musyabbah yang menyerupai dan musyabbah bih yang diserupai.
Tasybih adalah penjelasan bahwa suatau hal atau beberapa hal yang memiliki kesamaan sifat dengan hal yang lain. Penjelasan tersebut
menggunakan huruf kaf atau sejenisnya, baik tersurat maupun tersirat. Unsur tasybih ada empat, yaitu musyabbah, musyabah bih kedua unsure ini disebut
taharafait tasybih, adat tasybih, dan wajh syibeh pada musyabbah bih diisyaratkan lebih kuat dan lebih jelas daripada musyabbah.
9
b Metafora Isti’ârah
Metafora perbandingan antara dua objek atau ide yang masing-masing berperan sebagai tenor yang dibandingkan dengan vehicle pembanding.
10
Tarigan berpendapat bahwa metafora adalah sejenis gaya bahsa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlihat dua gagasan:
yang satu adalah suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi obyek; dan yang satu lagi merupakan pembanding terhadap kenyaaan tadi; dan
kitamenggantikan yang belakang itu menjadi yang terdahulu tadi.
11
Contoh: buku itu cermin
8
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Kosa Kata, Bandung: Angkasa1984, h. 180-181.
9
Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemahan Al-Balaghatul Wadhihah.Penerjemah Mujiyo Nurkholis, Bahrun Abu Bakar, L.C. dkk. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994., h. 21.
10
Siswantoro, Metode Penelitian Sastra, Analisis Struktur Puisi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, h. 207.
11
Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, Bandung: Angkasa1986, h. 182-183.
Sebagaimana dalam bahasa Indonesia, bahasa Arab memiliki konsep yang mirip dengan metafora, yakni
isti’ârah. Dalam bahasa Arab, isti’ârah digunakan sebagai metafora sebagian, yaitu, seperti dijelaskan oleh Sukron
Kamil, “Kata atau kalimat bukan dalam makna aslinya, karena ada hubungan
makna asli dengan yang dipakai, dan ada tanda yang menunjukan hal itu.” Jika dilihat dari kata yang dipakai,
isti’ârah terbagi dalam empat bagian. Pertama, isti’ârah tasrîkhiyyah, yakni kata yang disebutkan adalah
musyabbah bih yang diserupai. Kedua, isti’ârah takhyîliyyah, yaitu yang
disebutkan adalahmusyabbah-nya, tapi, kata sesudahnya menunjuk pada musyabbah bih. Lalu yang
ketiga, isti’ârah asliyyah, jenis ini, menurut kamil, “kata yang disebut tidak memiliki derivasinya”. Dan yang keempat, isti’ârah
taba’iyah. Kata yang disebut dalam isti’ârah ini, memiliki derivasi.
12
c Personifikasi dan Depersonifikasi
Personifikasi adalah majas yang mengibaratkan bintang, tumbuhan, dan benda-benda mati layaknya seperti manusia.
13
menurut Tarigan personifikasi berasal dari bahasa latin persona orang, pelaku, aktor, atau topeng yang
dipakai dalam drama= fic membuat karena itulah maka apabila kita mempergunaan personifikasi kita memberikan ciri-ciri atau, kualitas pribadi
orang kepada benda-benda yang tidak bernyawa ataupun kepada gagasan- gagasan. Dengan perkataan lain, penginsanan atau personifikasi ialah jenis
majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Contoh: angin yang meraung.
12
Prof. Dr. Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik Modern Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2009, h.142.
13
Prof. Dr. E. Zaenal Arifin, Teori dan Kajian Wacana Bahasa Indonesia, Tangerang: Pustkaka Mandiri, 2012, h. 12.
Gaya bahasa depersonifikasi atau pembedaan adalah kebalikan dari gaya
bahasa personifikasi atau penginsanan. Kalau personifikasi, menginsankan atau memanusiakan benda-benda, maka depersonifikasi justru membedakan
manusia atau insan. Biasanya gaya bahasa depersonifikasi ini terdapat dalam kalimat pengandaian yang secara eksplisit memanfaatkan kata kalau dan
sejenisnya sebagai penjelas gagasan atau harapan.
14
Contoh: kalau dikau menjadi bunga, maka Aku menjadi kumbangnya, Andai kamu menjadi langit,
maka dia menjadi tanah. Personifikasi dalam bahasa Arab termasuk
majaz secara harfiah artinya “boleh”, lughawi artinya “bersifat bahasa” atau “dalam
bahasa” dengan demikian majaz lughawi artinya suatu kebolehan menggunakan suatu kata sebagai bahasa bukan pada tempatnya.
Dalam kitab balghah al-waadhihah karangan Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, bahwa majaz lughawi adalah lafaz yang digunakan dalam makna yang
bukan seharusnya karena adanya hubungan disertai qarinah yang menghalangi pemberian makna haqiqi dan makna majazi itu kadang-kadang
karena adanya keserupaan dan kadang-kadang lain dari itu. Dan qarinah itu adakalanya lafziyah dan adakalanya haliyah.
15
3. Hermeneutika
Secara etimologis hermeneutika berasal dari kata hermenuein, bahasa Yunani, yang berarti menafsirkan atau menginterpretasikan. Bila dikaitkan dengan
fungsi utama hermeneutika sebagai metode untuk memahami agama, maka
14
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, Bandung: Angkasa1986, h. 2.
15
Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemahan Al-Balaghatul Wadhihah.Penerjemah Mujiyo Nurkholis, Bahrun Abu Bakar, L.C. dkk. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994., h.95.
metode ini dianggap tepat untuk memahami karya sastra dengan pertimbangan bahwa di antara karya tulis, yang paling dekat dengan agama adalah karya sastra.
Pada tahap tertentu eks agama sama dengan karya sastra. Perbedaanya, agama merupakan kebenaran keyakinan, sastra merupakan kebenaran imajinasi. Agama
dan sastra adalah bahasa, baik lisan maupun tulisan. Asal mula agama adalah firman Tuhan, asal mula sastra adalah kata-kata pengarang.
16
Hermeneutika merupakan studi tentang prinsip-prinsip metodologis interpetasi dan eksplanasi. Tugas interpretasi dan makna pemahaman berbeda
lebih elusif, lebih historis dalam kaitannya dengan karya, dibandingkan dengan sebuah “obyek”. Sebuah “karya” selalu ditandai dengan sentuhan manusia; kata
itu mengasumsikan hal ini, karena karya selalu berarti karya manusia Tuhan. “Objek”, pada sisi yang lain, dapat menjadi karya atau ia bisa menjadi objek
natural. Untuk menggunakan kata “objek” yang berkaitan dengan sebuah karya mengaburkan perbedaan penting, karena seseorang melihat karya tidak sebagai
objek tetapi sebagai karya. Penelitian sastra harus mencari sebuah “metode” atau “teori” yang secara khusus tepat sebagai uraian kesan manusia terhadap karya,
“makna” itu sendiri.
17
4. Penerjemahan Puisi
Penerjemahan bukanlah semata-mata untuk mengalihkan suatu bahasa ke dalam bahasa lain akan tetapi terjemah merupakan salah satu kegiatan dalam
menyampaikan pesan suatu teks bahasa yang kita terjemahkan ke dalam bahasa
16
Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S. U, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, h. 47.
17
Richard E. Palmer, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, h. 7-8.