kalimat tersebut kata buku yang berperan sebagai vehicle dari kata udara yang berperan sebagai tenor.
Udara : Jika dilihat teks terjemahan di atas penerjemah menggunakan metode setia
terjemah karena, dari tiap kata maupun kalimat yang disajikan dalam terjemahan masih dibatasi oleh struktur kalimat yang terdapat pada Tsu.
Membandingkan kata dengan
kata pertama berperan sebagai musyabbah dan kata kedua sebagai musyabbah bih keduanya di samakan
oleh alat analogi adat tasybîh . Kedua kata tersebut digambarkan sebagai
kebutuhan manusia yang sangat penting, keduanya disamakan dalam sifatnya yang sama-sama kebutuhan manusia yang harus dimiliki. Arti udara sendiri yaitu;
merupakan campuran berbagai gas yang tidak berwarna dan tidak berbau seperti oksigen dan nitrogen yang memenuhi ruang di atas bumi seperti yang manusia
hirup apabila manusia bernapas, dengan udaralah manusia dapat bernafas dan hidup. Begitulah buku digambarkan oleh taufik ismail sebuah kebutuhan primer
manusia di dalam kehidupannya. Dalam terjemahan di atas dilihat dari sisi adanya adat tasybîh maka dari sudut
pandang tersebut termasuk dalam kategori tasybîh mursal, sedangkan menurut sudut pandang tidak adanya wajh al-syibh -nya maka termasuk dalam kategori
tasybîh mujmal, maka dari keterangan keduanya kalimat tersebut termasuk dalam kategori taysbih mursal mujmal.
10
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984, h. 1526.
No Bsu
Bsa
11 Buku seperti daging untuk jasmani,
begitulah bacaan untuk rohani. Pada data no. 11
“buku” digambarkan seperti daging, penyair menggambarkan bahwa buku merupakan kebutuhan penting dalam hidup manusia
karenanya penyair menggambarkan “Buku” dengan daging, karena daging merupakan makanan yang memberikan protein yang sangat besar bagi manusia
kemudian penyair juga menggambarkan bacaan sebagai kebutuhan untuk rohani, buku sebagai kebutuhan yang berbentuk benda yang berisikan catatan, kemudian
catatan itulah yang akan menjadi bacaan karena melalui catatan itulah ide-ide ada. Daging :
Dalam terjemahannya metode yang diapakai oleh penerjemah, metode adaptasi penerjemah mencoba memindahkan struktur kalimat asli ke struktur
kalimat Bsa. Dalam terjemahan tersebut kata “
”
yang beran sebagai musyabbah disamakan dengan kata
“ ”
yang berperan sebagai musyabbah bih. Pada data no. 11 ini penerjemah menambahkan kata
memang diakui, penerjemah bermaksud memperdetail segala konteks yang terdapat dalam kalimat
“Seperti daging untuk jasmani, begitulah bacaan untuk rohani.” Sehingga para pembaca bisa memahami konteks kalimat tersebut. Namun tampaknya Taufik
Ismail pengarang aslinya ingin menciptakan makna yang benar-benar tersembunyi sehingga ia tidak menunjukan kata
‘makanan’ , menurut hemat penulis,
penambahan kata itu justru tidak sesuai dengan gaya bahasa dengan teks aslinya,
11
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984, h. 1260.
yaitu gaya bahasa yang diciptakan oleh Taufik Ismail, sehingga terjemahan tersebut telah merubah ciri khas yang dimiliki Taufik Ismail.
Jika dilihat pada terjemahan di atas dari sisi adanya adat tasybîh maka dari sudut pandang tersebut termasuk dalam kategori tasybîh mursal, sedangkan
menurut sudut pandang tidak adanya wajh al-syibh-nya maka termasuk dalam kategori tasybîh mujmal, maka dari keterangan keduanya kalimat tersebut
termasuk dalam kategori taysbih mursal mujmal.
No Bsu
Bsa
12 Perpustakaan itu seperti taman
indah Menyamakan antara perpustakaan dengan taman, perpustakaan berperan
sebagai tenor kemudian taman yang berperan sebagai vehicle. Penggunaan tanda analogi seperti oleh penyair dalam kalimat tersebut untuk membandingkan kedua
kata yang memiliki persamaan dalam sifatnya. Sama halnya yang terdapat pada data no. 8 penggambaran antara buku dan taman, Taufik Ismail dalam hal ini
menggambarkan “Perputakaan” seperti halnya taman data no. 12 juga
digambarkan secara implisit keindahan perpustakaan, banyak terdapat buku-buku bacaan, bagi penyair perputakaan adalah tempat yang menyenangkan dan nyaman,
seperti halnya taman yang dapat melihat kebun yang ditanami dengan bunga- bunga dan juga menjadi tempat bersenang-senang.
Perpustakaan :
12
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984, h. 1188.
Di dalam teks terjemahan di atas penerjemah menggunakan metode setia terjemah karena dari tiap kata maupun kalimat yang disajikan dalam terjemahan
masih dibatasi oleh struktur kalimat yang terdapat pada Tsu. Selanjutnya gaya bahasa yang digunakan penerjemah menggunakan gaya bahasa tasybîh
membandingkan antara dan
“ ”
kata pertama berperan sebagai musyabbah dan kata kedua berperan sebagai musyabbah bih keduanya di samakan
dalam hal keindahannya dan keluasan, seperti taman yang ditanami dengan bunga-bunga tempat bersenang-senang dan tempat yang menyenangkan begitu
pulalah perpustakaan digambarkan sebagai tempat yang menyenangkan dan segala sesuatu ada di situ.
Dalam kalimat di atas jika dilihat dari sisi adanya adat tasybîh maka dari sudut pandang tersebut termasuk dalam kategori tasybîh mursal, sedangkan
menurut sudut pandang tidak adanya wajh al-syibh -nya maka termasuk dalam kategori tasybîh mujmal, maka dari keterangan keduanya kalimat tersebut
termasuk dalam kategori taysbih mursal mujmal.
3. Metafora
No Bsu
Bsa
13
buku itu cermin,
Kalau keledai bercermin di situ, Tak akan muncul wajah ulama
Data no. 13 dalam terjemahannya terlihat penerjemah ingin tetap mempertahankan maksud dari Taufik Ismail, meskipun dalam teks asli tidak
adanya alat analogi penerjemah menerjemahkan kalimat tersebut dengan tasybîh dan menambahkan huruf
‘seperti’ jika diperhatikan makna yang terkandung
pada teks asli masih tersampaikan meskipun penerjemah tidak memperhatikan keteralihan struktur yang terdapat pada Tsu ia hanya ingin menyampaikan maksud
dari teks tersebut. Hal ini mengindikasikan penerjemah menggunakan metode adaptasi.
Dalam penggalan puisi ini buku itu cermin. Buku berperan sebagai vehicle. Kata tersebut pembanding dari kata cermin. Kalimat tersebut adalah bentuk dari
metafora. Kedua kata tersebut membentuk satuan makna satu sama lainnya. dalam hal ini Taufik Ismail mencoba menggambarkan buku sebagai cermin yang dapat
melihat gambaran diri manusia dari buku. Seperti halnya makna cermin Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu,
“
kaca bening yang salah satu mukanya dicat dengan air raksa dsb sehingga dapat memperlihatkan bayangan benda yang ditaruh di depannya, biasanya untuk
melihat wajah ketika bersolek ”.
13
Cermin : Dari makna cermin kita dapat menemukan fungsi cermin itu sendiri yaitu
memantulkan bayangan benda yang terdapat di depannya begitulah penyair menggambarkan sebuah buku dapat memantulkan kepribadian seseorang terlihat
dari buku, ataupun kepribadian seseorang dapat terlihat dari buku yang dibacanya, oleh karenanya dalam bait selanjutnya Taufik Ismail menyebutkan, kalau keledai
bercermin di situ, tak akan muncul wajah ulama. artinya keledai di situ adalah gambaran seorang yang bodoh, jika seorang yang membaca adalah seorang yang
bodoh maka takkan terlihat pula pantulan seorang yang pintar. buku itu dapat
13
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Nasional Edisi Keempat Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 264.
14
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984, h. 461.
menrcerminkan diri
seseorang. Selanjutnya
jika diperhatikan
dalam terjemahannya
“ yang disamakan dengan kata
kalimat tersebut sama halnya dengan penggalan puisi sebelumnya gaya bahasa yang penerjemah gunakan adalah tasybîh.
“
”
berperan sebagai musyabbah dan
“ ”
menjadi musyabbah bih yang disamakan, dan huruf menjadi alat analogi untuk menyamakan kedua kata tersebut. Gambaran persamaan sifatnya
atau wajh al-syibh tidak dimunculkan hal itu digambarkan secara impisit. Dalam kalimat kalimat selanjutnya
“ kalau keledai
bercermin di situ. Dalam terjemahan tersebut maknanya masih sangat dekat dengan makna Bsu. kata “bercermin” diterjemahkan oleh penerjemah dengan kata
dalam kamus al-munawwir berarti melihat, memandang.
15
Makna yang terkandung pada kata
yaitu, penggunaan panca indera penglihatan dengan penggunaan penalaran akalpikir. Jadi dalam bercermin disitu penerjemah ingin
mengartikan bahwa ketika manusia melihat dalam sebuah buku bukan hanya memperhatikan akan tetapi meneliti, berbeda dengan kata
karena makna kata tersebut hanya menunjukan pada penggunaan panca indera melihat saja oleh
karenanya penerjemah tidaklah menggunakan kata tersebut. Dalam kalimat itu, penerjemah menggunakan gaya bahasa
isti’ârah tamtsiliyyah, menggambarkan orang bodoh dengan keledai.
merupakan musyabbah dari yang
pertama bermakna hakiki keledai, dan makna kedua makna majazi yaitu orang bodoh, kemudian penerjemah menggunakan kata
. kata tersebut merupakan qarinah dari keduanya, karena makna dari kata
bukan hanya melihat, akan tetapi juga memikirkan dengan matanya.
16
Oleh karenanya kata menjadi
15
Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia Yogyakarta: Pondok Pesantren Al- Munawwir, 1984, h 1433.
16
Lois Ma’luf, Al-Munjid, Beirut: Al-kutulukiyyah, 2002, h. 817 .
tanda atau alaqah. jadi susunan kalimat tersebut merupakan majazi karena adanya keserupaan dalam sifat bodoh.
No Bsu
Bsa
14 buku adalah jendela
Sukma manusia melihat dunia luar Dari terjemahan di atas terlihat penerjemah, ada upaya untuk melepaskan
diri dari struktur gramatikal. Meskipun maknanya masih dipertahankan dalam teks terjemahannya. penerjemah menggunakan metode terjemah adaptasi,
meski penerjemah mencoba mengorbankan bentuk teks dan menghilangkan kata sukma
penerjemah masih memperhatikan makna kontekstual. Namun demikian menurut penulis penerjemah telah mengorbankan karakter yang terdapat pada Bsu karena
telah menghilangkan kata sukma di situ karena kata sukma memiliki peran penting dalam kalimat tersebut sehingga corak yang terdapat pada teks asli hilang.
kata “Buku” dan “Jendela” menjadi perbandingan dua hal yang berbeda buku
berperan sebagai vehicle dan jendela sebagai tenor. Dalam kalimat itu Taufik Ismail ingin menjelaskan secara implisit bahwa melalui buku manusia dapat
melihat dunia luar, karena melalui bukulah manusia mendapatkan pengetahuan data no. 14 juga menggambarkan bahwa manusia dapat melihat dunia luar melalui
buku, karenanya penyair menggambarkan “Buku” dengan “Jendela” sesuai fungsi
dari jendela dalam sebuah bangunan jendela berfungsi sebagai tempat kita melihat keluar dengan buku pulalah kita dapat membuka pikiran kita.
Selanjutnya dalam terjemahannya. “
”
“
”
berperan menjadi musyabbah yang disamakan dengan kata
yang berperan menjadi musyabbah- bih dalam kalimat tersebut tidak menunjukan adanya alat analogi untuk
menyamakan antara dua kata tersebut. Jika manusia lihat pada kalimat terjemahannya penerjemah menunjukan bahwa dalam menerjemahkan kalimat di
atas mengikuti teks asli, tidak ada penambahan kata sedikitpun dalam kalimat tersebut.
Berdasarkan dari tidak adanya adat tasbîh dan wajh al-syibh-nya maka dari sudut pandang kalimat tersebut merupakan kategori tasybih baligh.
S elanjutnya pada kalimat “Sukma manusia melihat dunia luar”. Kata sukma
yang berarti jiwa; nyawa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata sukma Artinya Jiwa.
17
kata sukma dalam kalimat tersebut menggambarkan sebuah buku sebagai ruh atau jiwa manusia yang tidak dapat dipisahkan. Buku adalah jalan
manusia melihat segala apapun yang ada di dunia. Buku adalah hal yang penting untuk manusia mengetahui dunia melalui buku manusia dapat membaca fenomena
dunia luar. Kata sukma yang bukan merupakan padanan yang cocok untuk disandingkan
dengan kata melihat karena kata melihat merupakan kata kerja yang digunakan untuk manusia. Kata sukma yang berperan sebagai tenor dan manusia berperan
sebagai vehicle yang tidak disebutkan, kata manusia muncul ditandai dengan kata kerja melihat oleh karenanya melihat merupakan indikasi dari manusia. Kalimat
tersebut menggambarkan sebuah buku itu seperti halnya ruh atau jiwa manusia hal yang tidak bisa dipisahkan. Jika manusia lihat dalam teks terjemahannya kata
sukma yang merupakan kata yang diserupakan kepada manusia dihilangkan, padahal menurut penulis kata sukma dalam kalimat tersebut memiliki peranan
yang penting.
17
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Nasional Edisi Keempat Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, h.364.