1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membaca puisi “Buku”  karya Taufik  Ismail  diperoleh beberapa  gambaran mengenai  beberapa  aspek  yang  menyangkut  sebuah  buku.  Aspek-aspek  tersebut
antara lain sebagai berikut: 1.
Menggambarkan kehidupan manusia 2.
Sebagai alat untuk meneliti 3.
Wahana untuk menuangkan ide 4.
Alat untuk menyampaikan ilmu pengetahuan 5.
Alat untuk memuat catatan-catatan pengetahuan yang berisikan ide-ide dan gagasan
6. Buku acuan yang dapat dipakai sebagai panduan melaksanakan penelitian
7. Buku dapat menjadi teman yang dapat dibaca sebagai pengisi waktu luang.
8. Buku dapat menggambarkan diri penyair yang menulis karya tersebut.
Uraian di atas menunjukan bahwa “Buku” ditinjau dari segi fungsi menurut Taufik  Ismail  memiliki  8  aspek  penting.  Puis
i  “Buku”  ditinjau  dari  segi  bahasa yang  digunakan  oleh  Taufik  Ismail  dalam  menyampaikan  gagasanya  banyak
menggunakan  majas  perbandingan  yaitu  gaya  bahasa  yang  mengandung  makna tidak hakiki. Puisi ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa salah satunya
adalah bahasa Arab yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini.
Berikut ini contoh bait puisi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Seperti daging untuk jasmani, Begitulah bacaan untuk rohani.
“
”
Jika  ditinjau  teks  asli  dan  terjemahannya  dapat  terlihat  perbedaan  pada  kata kata tersebut tidak terdapat di dalam teks aslinya, mengindikasikan
penerjemah  menggunakan  metode  adaptasi.  Dalam  metode  adaptasi  seorang penerjemah  biasanya  tidak  terlalu  memperhatikan  apakah  terjemahannya  dapat
dipahami  dengan  baik  oleh  si  penutur  Bsa  atau  tidak.  Karenanya,  metode  ini dianggap sebagai metode yang paling bebas dan paling dekat dengan Tsa.  Taufik
Ismail  menggambarkan  sebuah “buku”  sama  halnya  dengan  daging  menjadi
sebuah kebutuhan utama dalam diri si penyair. Taufik Ismail menggunakan gaya bahasa  simile  antara  dua  kata  yang  berbeda  disamakan  dengan  tanda  analogi
seperti. Bila ditinjau dari hasil terjemahan, kalimat yang digunakan terlalu bertele-tele,
bukan  hanya  itu  gaya  bahasa  yang  terdapat  pada  puisi  itupun  hilang,  karena mengalami  penambahan  kata  menjadikan  nilai  rasa  yang  terdapat  pada  teks
aslinya pun hilang. Oleh  karenanya,  untuk  tetap  mempertahankan  gaya  bahasa  yang  diciptakan
oleh  seorang  pengarang  puisi.  Seorang  penerjemah  dituntut  lebih  untuk mengetahui bukan sekedar maknanya saja, akan tetapi  gaya bahasa  yang  dipakai
oleh  pengarang  sehingga  penerjemah  bukan  hanya  sekedar  dapat  mengalihkan bahasa  puisi  tersebut  akan  tetapi  dapat  mengalihkan  unsur  keindahan  puisi  yang
1
Taufik  Ismail,  Kumpulan  Puisi  Dwi  Bahasa:  Debu  di  Atas  Debu  Jakarta:  Majalah  Sastra Horison, 2013, h. 125.
2
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemahan Bandung : Kaifa, 2009, h. 79.