Paradigma Penelitian Metode Penelitian

28

BAB IV Analisis Terjemah Puisi

“Buku” dalam Kumpulan Puisi Taufik Ismail Debu di Atas Debu A. Metode Terjemah dan Gaya Bahasa 1. Personifikasi Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, pada kali ini penulis akan memfokuskan untuk menganalisis jenis gaya bahasa perbandingan dan metode terjemah, sesuai dengan beberapa penggalan puisi yang akan dipaparkan. No Bsa Bsu 1 Buku Berpikir untuk saya Data no. 1 ini terlihat penerjemah menggunakan metode setia karena antara terjemahan dengan teks aslinya terlihat masih sama, penerjemah ingin mempertahankan strukur aslinya dalam teks terjemahan puisi tersebut karenanya, kalimat dalam Bsa Bahasa Sasaran dan Bsu Bahasa Sumber masih terlihat sama. Dengan menggunakan metode terjemah setia, terjemahan puisi tersebut menghasilkan terjemahan yang tak jauh berbeda dengan teks aslinya. Seperti yang diungkapkan oleh Rochayah Machali bahwa, penerjemahan setia memproduksi makna kontekstual TSu dengan masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. Penerjemahan setia berpegang teguh terhadap maksud dan tujuan TSu 1 . Di dalam puisi ‘buku’ digambarkan seperti manusia yang dapat berpikir perumpamaan dua objek. Kata buku dalam bahasa Indonesia dirujuk sebagai nomina kata benda. 1 Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah Bandung: Kaifa, 2009, h. 79. Kata buku adalah; lembar kertas yang berjilid, berisikan tulisan atau kosong ”. 2 Berdasarkan defenisi itu “Buku” adalah benda yang tidak sama dengan manusia yang dapat berpikir. “Buku” digambarkan dapat berpikir berdasarkan fungsi “Buku” itu sendiri yang berisikan ilmu pengetahuan yang dapat memberikan gagasan-gagasan dalam kehidupan manusia. Taufik Ismail sebagai penyair ingin memberikan gambaran bahwa “buku” itu dapat memberikan ide-ide yang ada dalam kehidupan manusia. melalui bacaan yang terdapat dalam buku itulah manusia mendapatkan ide. Oleh karenanya buku digambarkan seperti halnya manusia yang dapat berpikir. Dalam hal ini buku yang benda yang tak bernyawa disandingkan dengan kata berpikir. Seakan-akan buku itu mempunyai sifat manusia yang dapat berpikir dan kata berfikir berperan sebagai predikat untuk “buku”. Namun kata berpikir tesebut bukanlah padanan kata kerja untuk benda yang tak bernyawa, melainkan kata kerja yang disandingkan untuk manusia, atau makhluk berakal “buku” digambarkan sebagai manusia karena buku memiliki fungsi sebagai gudangnya ilmu yang dapat memberikan pengetahuan bagi manusia oleh karenanya kata berfikir menjadi tanda untuk manusia yang tidak dimunculkan dalam kalimat. Buku : Manusia : 2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Nasional Edisi Keempat Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 218. 3 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984, h. 1187.