Perkembangan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dalam Lingkungan Masyarakat Perkotaan (Studi Kasus Pada Taman Bacaan Masyarakat di Kota Medan)

(1)

PERKEMBANGAN TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) DALAM LINGKUNGAN MASYARAKAT PERKOTAAN

(STUDI KASUS PADA TAMAN BACAAN MASYARAKAT DI KOTA MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

dalam bidang Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Oleh:

WINDHI FERILLA MEDIYA NIM: 110723018

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Penelitian : PERKEMBANGAN TAMAN BACAAN

MASYARAKAT (TBM) DALAM LINGKUNGAN MASYARAKAT PERKOTAAN (STUDI KASUS TBM DI KOTA MEDAN)

Oleh : Windhi Ferilla Mediya

NIM : 110723018

Pembimbing I : Ishak, S.S., M.Hum

Tanda Tangan : ______________________________ Tanggal : ______________________________

Pembimbing II : Drs. Nazaruddin, S.H, M.A.

Tanda Tangan : ______________________________ Tanggal : ______________________________


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : PERKEMBANGAN TAMAN BACAAN

MASYARAKAT (TBM) DALAM LINGKUNGAN MASYARAKAT PERKOTAAN (STUDI KASUS TBM DI KOTA MEDAN)

Oleh : Windhi Ferilla Mediya

NIM : 110723018

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI

Ketua : Dr. Irawaty A.Kahar, M.Pd

Tanda Tangan : ______________________________ Tanggal : ______________________________

FAKULTAS ILMU BUDAYA

Dekan : Dr. Syahron lubis, M.A

Tanda Tangan : ______________________________ Tanggal : ______________________________


(4)

PERNYATAAN ORISINILITAS

Karya ini adalah karya orisinal dan belum pernah disajikan sebagai salah satu tulisan untuk memperoleh suatu kualifikasi tertentu atau dimuat pada media publikasi lain.

Penulisan membedakan dengan jelas antara pendapat atau gagasan penulis dengan pendapat atau gagasan yang bukan berasal dari penulis dengan mencantumkan tanda kutip.

Medan, Juli 2013 Penulis

Windhi Ferilla Mediya 110723018


(5)

ABSTRAK

Mediya, Windhi Ferilla. 2013. Perkembangan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dalam Lingkungan Masyarakat Perkotaan (Studi Kasus Pada Taman Bacaan Masyarakat di Kota Medan). Medan: Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini dilakukan di tujuh Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang terdapat di Kota Medan.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dalam lingkungan masyarakat perkotaan.

Informan dalam penelitian ini adalah Ketua, Pembina, Pendiri, Pengelola ataupun Penyelenggara TBM. Informan ini dipilih berdasarkan perwakilan dari beberapa TBM yang dijadikan objek penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan, wawancara terstruktur dan observasi partisipan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan TBM yang berada di masyarakat adalah kegiatan pemerolehan informasi agar masyarakat dapat menumbuhkan minat baca masyarakat yang secara tidak langsung mendidik masyarakat agar terbiasa membaca. Pendirian TBM oleh informan pada dasarnya ingin meningkatkan minat baca masyarakat dan menaikan kualitas hidup masyarakat melalui bahan bacaan. Penyelenggaraan TBM berbeda dapat tujuh objek penelitian, namun tujuan TBM sama yaitu memberikan wadah atau sarana bagi masyarakat umum agar masyarakat dapat memanfaatkan TBM sebagai tempat menimba ilmu dan mendapatkan informasi yang lebih dekat keberadaannya dengan masyarakat. Koleksi yang dimiliki oleh TBM dapat memnuhi kebutuhan masyarakat umum yang terdiri dari usia anak-anak hingga orang dewasa yaitu berupa buku-buku umum dan buku pelajaran, majalah, tabloid, koran, komik, dan bahan multi media. TBM mengalami kesulitan dalam hal pendanaan untuk operasional.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan dan kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perkembangan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dalam Lingkungan Masyarakat Perkotaan (Studi Kasus Taman Bacaan Masyarakat di Kota Medan)” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan guna mencapai gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penyajian skripsi ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih yang teristimewa dan sebesar-besarnya kepada Ayahanda Armedi, B.Sc dan Ibunda Nuryanti beserta kakak tercinta Fitria Oktaviani Mediya atas segala doa dan dukungannya selama ini kepada penulis. Penulisan skripsi ini dapat selesai karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd., selaku Ketua Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ishak, SS, M.Hum., selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan memberikan arahan serta waktu kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

4. Bapak Drs. Nazaruddin, S.H, M.A., selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan arahan serta waktu kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi yang telah mendidik penulis selama perkuliahan.

6. Seluruh staff pegawai Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi. 7. Seluruh informan yang telah bersedia memberikan waktu, keterangan

dan informasi dalam penelitian ini.

8. Teman-teman Ilmu Perpustakaan Ekstensi tahun angkatan 2011 yang telah berjuang bersama-sama selama masa perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi isi maupun penyajian. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki isi skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat, terima kasih.

Medan, Juli 2013 Penulis

Windhi Ferilla Mediya 110723018


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Taman Bacaan Masyarakat ... 6

2.1.1 Pengertian Taman Bacaan Masyarakat ... 6

2.1.2 Penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat ... 7

2.1.3 Tujuan Taman Bacaan Masyarakat ... 8

2.1.4 Fungsi Taman Bacaan Masyarakat ... 9

2.1.5 Manfaat Taman Bacaan Masyarakat ... 10

2.2 Masyarakat Perkotaan ... 11

2.2.1 Pengertian Masyarakat ... 11

2.2.2 Pengertian Masyarakat Perkotaan ... 11

2.2.3 Peranan Taman Bacaan Masyarakat dalam Lingkungan Masyarakat Perkotaan ... 13

2.3 Pendidikan Nonformal ... 14

2.3.1 Pengertian Pendidikan Nonformal ... 14

2.3.2 Pendidikan Berbasis Masyarakat ... 15

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 17

3.2 Lokasi Penelitian ... 17

3.3 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 18

3.4 Fokus Penelitian ... 19

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 19

3.5.1 Penelitian Kepustakaan ... 19

3.5.2 Wawancara Terstruktur ... 20

3.5.3 Observasi Partisipan ... 21

3.6 Teknik Analisis Data ... 21


(9)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Informan ... 24

4.2 Kategori ... 25

4.3 Taman Bacaan Masyarakat (TBM) ... 26

4.3.1 Alasan pendirian Taman Bacaan Masyarakat ... 26

4.3.2 Tujuan pendirian Taman Bacaan Masyarakat ... 28

4.3.3 Jenis koleksi dan Pengguna Taman Bacaan Masyarakat ... 29

4.3.4 Kendala dalam pelaksanaan Taman Bacaan Masyarakat dan cara mengatasinya ... 35

4.4 Taman Bacaan Masyarakat pada Lingkungan Masyarakat Perkotaan ... 38

4.4.1 Sambutan Masyarakat akan Kehadiran Taman Bacaan Masyarakat ... 38

4.4.2 Alasan Pemilihan Lokasi Taman Bacaan Masyarakat ... 40

4.4.3 Taman Bacaan Masyarakat sebagai Pendidikan Berbasis Masyarakat ... 42

4.4.4 Fenomena keberadaan Taman Bacaan Masyarakat di Lingkungan Masyarakat Perkotaan ... 43

4.5 Taman Bacaan Masyarakat sebagai Pendidikan Nonformal ... 45

4.6 Rangkuman Hasil Penelitian ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Lokasi Penelitian ... 17 Tabel 3.2 Daftar Nama Informan ... 21 Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Penelitian ... 47


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 TBM Pak-pak Mandiri di Medan Johor ... 31

Gambar 4.2 TBM Cellpower Indonesia di Medan Polonia ... 31

Gambar 4.3 TBM Dira’s di Medan Amplas ... 32

Gambar 4.4 TBM Plus Mas Raden di Medan Johor ... 33

Gambar 4.5 TBM Madya Insani di Medan Amplas ... 33

Gambar 4.6 TBM An Najwa di Medan Marelan ... 34

Gambar 4.7 TBM Tengku Luckman Sinar di Medan Baru ... 35


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Form Data Wawancara ... 59

Lampiran 2 Transkrip Wawancara Informan 1 ... 61

Lampiran 3 Transkrip Wawancara Informan 2 ... 70

Lampiran 4 Transkrip Wawancara Informan 3 ... 77

Lampiran 5 Transkrip Wawancara Informan 4 ... 82

Lampiran 6 Transkrip Wawancara Informan 5 ... 91

Lampiran 7 Transkrip Wawancara Informan 6 ... 95


(13)

ABSTRAK

Mediya, Windhi Ferilla. 2013. Perkembangan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dalam Lingkungan Masyarakat Perkotaan (Studi Kasus Pada Taman Bacaan Masyarakat di Kota Medan). Medan: Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini dilakukan di tujuh Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang terdapat di Kota Medan.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dalam lingkungan masyarakat perkotaan.

Informan dalam penelitian ini adalah Ketua, Pembina, Pendiri, Pengelola ataupun Penyelenggara TBM. Informan ini dipilih berdasarkan perwakilan dari beberapa TBM yang dijadikan objek penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan, wawancara terstruktur dan observasi partisipan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan TBM yang berada di masyarakat adalah kegiatan pemerolehan informasi agar masyarakat dapat menumbuhkan minat baca masyarakat yang secara tidak langsung mendidik masyarakat agar terbiasa membaca. Pendirian TBM oleh informan pada dasarnya ingin meningkatkan minat baca masyarakat dan menaikan kualitas hidup masyarakat melalui bahan bacaan. Penyelenggaraan TBM berbeda dapat tujuh objek penelitian, namun tujuan TBM sama yaitu memberikan wadah atau sarana bagi masyarakat umum agar masyarakat dapat memanfaatkan TBM sebagai tempat menimba ilmu dan mendapatkan informasi yang lebih dekat keberadaannya dengan masyarakat. Koleksi yang dimiliki oleh TBM dapat memnuhi kebutuhan masyarakat umum yang terdiri dari usia anak-anak hingga orang dewasa yaitu berupa buku-buku umum dan buku pelajaran, majalah, tabloid, koran, komik, dan bahan multi media. TBM mengalami kesulitan dalam hal pendanaan untuk operasional.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) merupakan bentuk tanggung jawab masyarakat untuk memperbaiki kualitas masyarakat dan pemberdayaan gemar membaca. Dalam Undang-Undang R.I. No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan disebutkan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mendorong tumbuhnya taman bacaan masyarakat dan rumah baca untuk menunjang pembudayaan kegemaran membaca (Pasal 49). Dengan keberadaan TBM yang terletak di tengah-tengah pemukiman masyarakat memberikan dampak positif atas pemberdayaan gemar membaca masyarakat saat ini.

Perkembangan TBM menandakan suatu perkembangan baru yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Sutarno (2006: 43) menyatakan bahwa “taman bacaan rakyat atau taman bacaan masyarakat merupakan salah satu embrio atau cikal bakal jenis perpustakaan umum yang berkembang di Indonesia”. Berawal dari perkumpulan masyarakat yang memiliki kesamaan visi dan misi, mereka membangun suatu taman bacaan guna pemenuhan kebutuhan pendidikan dan peningkatan kecerdasan masyarakat secara nonformal serta menumbuhkan gemar membaca bagi masyarakat. Taman Bacaan Masyarakat tidak dapat disebut sebagai suatu perpustakaan. “Penggunaan kata taman selain lebih menimbulkan kesan rekreatif, juga untuk menunjukkan bahwa TBM bukanlah sekedar tempat berkumpulnya buku layaknya perpustakaan tetapi juga menyediakan beragam bentuk layanan” (Gong, 2012: 268). Jika perpustakaan umum memiliki sarana seperti gedung dan koleksi yang memadai serta dikelola oleh tenaga ahli, lain halnya dengan TBM yang hanya memiliki koleksi terbatas, gedung yang tidak permanen dan dikelola secara swakelola oleh masyarakat yang tidak memiliki latar belakang pendidikan ilmu perpustakaan.

Pada awalnya TBM merupakan program pemerintah bagi masyarakat pedesaan yang ditujukan untuk Pemberantasan Buta Huruf (PBH). Sutarno (2006:


(15)

43) menyatakan bahwa “keberadaan taman-taman bacaan rakyat dimulai ketika pemerintah mengembangkan perpustakaan umum dengan tipe tertentu, misalnya tipe A, B, dan C, perpustakaan-perpustakaan tersebut dimaksudkan untuk mendukung program Pemberantasan Buta Huruf”. Walaupun ini mengesankan bahwa TBM diperuntukan bagi masyarakat pedesaan yang tidak mengenal baca tulis, namun pada saat ini TBM justru muncul di lingkungan masyarakat perkotaan di mana masyarakatnya sudah mengenal baca tulis hanya saja tidak memiliki motivasi untuk membaca.

Pada dasarnya TBM dibangun atas kepedulian individu atau komunitas akan kebutuhan masyarakat terhadap sarana pendidikan nonformal, masyarakat dapat memperoleh informasi atau pendidikan secara cuma-cuma dan terjangkau dari pemukiman penduduk. Pembangunan TBM yang menunjang keberadaan pendidikan nonformal suatu komunitas masyarakat merupakan bagian dari kegiatan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Oleh sebab itu TBM kebanyakan akan ditemukan berdampingan dengan PKBM. Pada dasarnya kebanyakan TBM tidak memiliki perizinan yang resmi, dengan berada di bawah naungan PKBM yang memiliki perizinan dari Dinas Pendidikan, TBM menjadi unit pendukung dengan perizinan yang menginduk pada PKBM. Hal ini dilandasi oleh Undang-Undang R.I. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa “Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah” (Pasal 62 angka (1)).

Fenomena kemunculan TBM di masyarakat perkotaan juga memiliki alasan lain, selain pendamping dari kegiatan PKBM ada pula alasan lainnya yaitu sebagai media pendamping bisnis. TBM diperuntukkan bagi masyarakat umum agar dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat. Dengan gaya hidup masyarakat kota yang sibuk, kegemaran membaca dapat disalurkan bersamaan dengan kegiatan lainnya seperti ketika menikmati kopi di kedai-kedai kopi atau saat minum jamu seperti konsep TBM Plus Mas Raden. Namun tidak jarang pula


(16)

pembangunan TBM di lingkungan perkotaan semata-mata diperuntukan bagi masyarakat umum agar dapat meningkatkan gemar membaca bagi masyarakat.

Perkembangan TBM di lingkungan perkotaan saat ini cukup pesat. Di Kota Medan sendiri telah terdapat beberapa TBM yang menunjukkan eksistensinya. Salah satunya TBM Plus Mas Raden yang berdiri pada tahun 2006, selain itu pada tahun 2012 saja terdapat 5 (lima) TBM baru yang didirikan baik oleh individu maupun komunitas, seperti TBM Lukman Sinar, TBM Yayasan Pakpak Dumai, TBM Dairi Mandiri, TBM Walidayna dan TBM Hidayah. Jadi selama tahun 2012 saja terdapat 5 (lima) TBM yang dibangun, angka ini menunjukkan antusiasme masyarakat untuk meningkatkan gemar membaca bagi masyarakat dalam rangka peningkatan mutu sumber daya manusia. Hanya saja karena masalah pendanaan, TBM ditutup oleh pengelolanya akibat tidak ada biaya untuk operasional.

Keberadaan TBM di Kota Medan dapat dikatakan hilang timbul. Dari observasi awal ditemukan bahwa TBM memiliki masa pasang surut dibuktikan dengan usia TBM yang tidak bertahan lama. Ini dibuktikan dari data yang berbeda tentang daftar nama lembaga Taman Bacaan Masyarakat di Kota Medan. Dapat diketahui ada sebanyak 47 (empat puluh tujuh) TBM di Kota Medan berdasarkan data dari Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2010. Sedangkan pada data lain yaitu data dari Dinas Pendidikan Kota Medan tahun 2012 ada sebanyak 36 (tiga puluh enam) TBM, hanya saja dari 36 (tiga puluh enam) TBM tersebut hanya 28 (dua puluh delapan) TBM yang memiliki alamat yang jelas. Selama 2 (dua) tahun selisih kedua data diatas terdapat pengurangan sebanyak 11 (sebelas) TBM. Hal ini menunjukkan bahwa TBM yang dikelola secara sederhana dan swadana tidak dapat bertahan lama. Namun perkembangannya dari tahun ke tahun yang tidak dapat disebut sedikit kemunculannya sehingga membuat keberadaan TBM yang hilang timbul tersebut dipertanyakan. Pada dasarnya untuk kegiatan TBM yang bernaung dibawah PKBM yang pengawasannya dilakukan oleh Dinas Pendidikan. Hal tersebut


(17)

mengindikasikan bahwa keberadaan TBM menjadi fenomena baru akan suatu gaya hidup masyarakat perkotaan yang kurang dalam hal minat baca.

Dari latar belakang yang diuraikan di atas peneliti berminat untuk meneliti lebih dalam dan lebih fokus tentang “Perkembangan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dalam Lingkungan Masyarakat Perkotaan (Studi Kasus Taman Bacaan Masyarakat di Kota Medan)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimanakah perkembangan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dalam lingkungan masyarakat perkotaan?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dalam lingkungan masyarakat perkotaan.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Bagi pihak pendiri maupun pengurus TBM diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam meningkatkan kualitas agar visi dan misi pendirian dapat tercapai.

2. Bagi akademik diharapkan dapat menambah khasanah di bidang ilmu perpustakaan khususnya bidang TBM.

3. Bagi penelitian selanjutnya dapat dijadikan referensi oleh peneliti yang akan melakukan penelitian yang sama di masa mendatang.

4. Bagi peneliti dapat memberikan wawasan dan pengetahuan tentang TBM. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Peneliti menetapkan ruang lingkup penelitian yang digunakan sebagai pedoman penulisan yang memberikan batasan atas masalah yang akan diteliti. Adapun ruang lingkup penelitian tersebut adalah terkait latar belakang pendirian


(18)

TBM, peranan TBM dalam lingkungan masyarakat perkotaan, dan kaitan TBM dengan pendidikan nonformal bagi masyarakat.


(19)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan dan menjelaskan tentang teori-teori yang ditemukan dalam literatur untuk menjelaskan tentang permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

2.1 Taman Bacaan Masyarakat

Taman bacaan masyarakat yang selanjutnya atau lebih dikenal dengan sebutan TBM bukanlah suatu perpustakaan yang harus memenuhi standar nasional perpustakaan seperti standar koleksi, standar sarana dan prasarana (Sutarno, 2008: 127). Inilah membuat pengertian suatu TBM berbeda dengan perpustakaan pada umumnya, karena pada dasarnya TBM tidak memiliki badan hukum yang jelas sehingga pendiriannya dapat dilakukan oleh siapa saja (masyarakat umum). Pembangunan TBM didasarkan pada pemenuhan program pengembangan budaya baca dan perpustakaan. Program yang bertujuan untuk mendorong terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat melalui peningkatan budaya baca serta penyediaan bahan bacaan yang berguna bagi aksarawan baru, maupun anggota masyarakat pada umumnya yang membutuhkan untuk memperluas pengetahuan dan keterampilan demi peningkatan wawasan serta produktivitas masyarakat.

2.1.1 Pengertian Taman Bacaan Masyarakat

Taman bacaan merupakan salah satu di antara sarana dan sumber belajar yang efektif untuk menambah pengetahuan melalui aneka macam bentuk koleksi taman bacaan. Dalam buku Pedoman Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) (2006: 1) menyatakan bahwa pengertian TBM adalah “sebuah lembaga yang menyediakan berbagai jenis bahan belajar yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sebagai tempat penyelenggaraan pembinaan kemampuan membaca dan belajar, sekaligus sebagai tempat untuk mendapatkan informasi bagi masyarakat”. Sedangkan menurut Sutarno (2008: 127) pengertian TBM adalah “fasilitas membaca yang berada di tengah-tengah komunitas (community based library) dan dikelola secara sederhana, swakarsa, swadana dan swasembada oleh masyarakat


(20)

bersangkutan”. Pendapat lain yang dinyatakan dalam buku Petunjuk Teknis Pengajuan dan Pengolahan Taman Bacaan Masyarakat Tahun 2012 (2012: 4):

Taman bacaan masyarakat adalah lembaga pembudayaan kegemaran membaca masyarakat yang menyediakan dan memberikan layanan di bidang bahan bacaan, berupa: buku, majalah, tabloid, koran, komik, dan bahan multi media lain, yang dilengkapi dengan ruangan untuk membaca, diskusi, bedah buku, menulis, dan kegiatan literasi lainnya, dan didukung oleh pengelola yang berperan sebagai motivator.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa TBM merupakan suatu lembaga yang menyediakan fasilitas membaca masyarakat berupa buku, majalah, tabloid, koran, komik, dan bahan multi media lain untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat yang dikelola secara sederhana, swakarsa, swadana dan swasembada oleh masyarakat bersangkutan.

2.1.2 Penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat

Terdapat berbagai penyelenggaraan TBM yang berkembang dari TBM publik, TBM berwirausaha, TBM pendamping PKBM dan TBM @ Mall yang belakangan ini sedang marak di lingkungan masyarakat perkotaan. Gong (2012: 277) mengemukakan bahwa “secara umum ada dua jenis TBM di Indonesia, pertama, TBM bentukan pemerintah (konvensional), kedua, TBM partisipasi masyarakat (mandiri) yang biasa dikenal dengan sebuatan komunitas baca”. Sedangkan dalam Panduan Penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat (2006: 10) menyatakan bahwa “TBM dapat diselenggarakan atas prakarsa individu atau pun lembaga sosial kemasyarakatan atau pun pemerintah”.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa keberadaan TBM di masyarakat merupakan hasil bentukan pemerintah dan mandiri yang mana keduanya sama-sama berkonsentrasi pada kebutuhan masyarakat. Bentuk TBM konvensional biasanya menginduk pada PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Mandiri) yang memiliki ideologi seragam yaitu membantu program pemerintah dalam hal pemberantasan buta huruf, sedangkan TBM mandiri yang berasal dari partisipasi masyarakat dengan ideologi ingin berbagi dan mendambakan perubahan di sekitarnya menuju arah yang lebih baik sebagai agen perubahan.


(21)

2.1.3 Tujuan Taman Bacaan Masyarakat

Tujuan TBM yang ingin dicapai yaitu untuk membangkitkan dan meningkatkan minat baca masyarakat. Dalam buku Pedoman Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) (2006: 1) menyatakan bahwa TBM memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Membangkitkan dan meningkatkan minat baca masyarakat sehingga tercipta masyarakat yang cerdas yang selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Menjadi suatu wadah kegiatan belajar masyarakat.

3. Mendukung peningkatan kemampuan aksarawan baru dalam Pemberantasan Buta Aksara sehingga tidak menjadi buta aksara kembali.

Sedangkan dalam buku Petunjuk Teknis Pengajuan dan Pengolahan Taman Bacaan Masyarakat Tahun 2012 (2012: 6), tujuan taman bacaan adalah:

1. Meningkatkan kemampuan keberaksaraan dan keterampilan membaca,

2. Menumbuhkembangkan minat dan kegemaran membaca, 3. Membangun masyarakat membaca dan belajar

4. Mendorong terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat,

5. Mewujudkan kualitas dan kemandirian masyarakat yang berpengetahuan, keterampilan, berbudaya maju, dan beradab.

Pendapat lain yang dinyatakan dalam buku Petunjuk Teknis Pengajuan dan Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat Ruang Publik (2012: 6) tujuan TBM adalah:

1. Menyediakan dan memberikan layanan di bidang bahan bacaan yang dapat membantu pengujung ruang publik untuk dapat melakukan kegiatan membaca dalam rangka belajar, mencari informasi, mencari hiburan edukatif, atau hanya sekedar mengisi waktu luang;

2. Menumbuhkembangkan kegemaran membaca dan menulis,

3. Membina dan meningkatkan minat baca masyarakat melalui kegiatan literasi,

4. Mendorong pembudayaan kegemaran membaca masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan yang ingin dicapai dengan adanya TBM adalah untuk membangkitkan minat masyarakat dalam membaca, masyarakat mempunyai tempat tertentu dalam melakukan


(22)

aktivitas belajar-mengajarnya dan juga mendukung peningkatan kemampuan aksarawan baru.

2.1.4 Fungsi Taman Bacaan Masyarakat

Pada dasarnya TBM berfungsi sebagai wadah bagi masyarakat dalam mendapatkan informasi yang diinginkan. Dalam buku Pedoman Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) (2006: 2) menjelaskan bahwa TBM memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Saran pembelajaran bagi masyarakat;

2. Sarana hiburan (rekreasi) dan pemanfaatan waktu secara efektif dengan memanfaatkan bahan-bahan bacaan dan sumber informasi lain sehingga warga masyarakat dapat memperoleh pengetahuan dan informasi lain sehingga warga masyarakat dapat memperoleh pengetahuan dan informasi baru guna meningkatkan kehidupan mereka;

3. Saran informasi berupa buku dan bahan bacaan lain yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar dan masyarakat setempat.

Sedangkan Kalida (2010: 1) mengemukakan bahwa TBM memiliki fungsi sebagai:

Sumber belajar bagi masyarakat melalui propgram pendidikan nonformal dan informal. Ia juga bisa disebut sebagai tempat rekreasi melalui bahan bacaan, untuk memperluas wawasan, memperkaya pengalaman belajar, menambahkan kegiatan belajar masyarakat, latihan tanggungjawab melalui ketaatan terhadap aturan-aturan yang ditetapkan”.

Pendapat lain tentang fungsi taman bacaan yang dinyatakan dalam buku Petunjuk Teknis Pengajuan dan Pengolahan Taman Bacaan Masyarakat Tahun 2012 (2012: 7) yaitu:

1. Sebagai sumber belajar–TBM dengan menyediakan bahan bacaan utamanya buku merupakan sumber belajar yang dapat mendukung masyarakat pembelajar sepanjang hayat, seperti buku pengetahuan untuk membuka wawasan, juga berbagai keterampilan praktis yang bisa dipraktekkan setelah membaca, misalnya praktek memasak, budidaya ikan, menanam cabe dan lainnya.

2. Sebagai sumber informasi–TBM dengan menyediakan bahan bacaan berupa koran, tabloid, referensi, booklet-leaflet, dan/atau akses internet dapat dipergunakan masyarakat untuk mencari berbagai informasi.


(23)

3. Sebagai tempat rekreasi-edukasi–dengan buku-buku nonfiksi yang disediakan memberikan hiburan yang mendidik dan menyenangkan. Lebih jauh dari itu, TBM dengan bahan bacaan yang disediakan mampu membawa masyarakat lebih dewasa dalam perilaku, bergaul di masyarakat lingkungan.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa TBM berfungsi sebagai wadah bagi masyarakat dalam mendapatkan informasi yang diinginkan, baik dalam bentuk cetak maupun dalam bentuk elektronik sehingga masyarakat menjadi “melek informasi”. Selain itu juga ada tujuan lain dari TBM yang ingin dicapai seperti keinginan untuk membangkitkan dan meningkatkan minat baca masyarakat.

2.1.5 Manfaat Taman Bacaan Masyarakat

Dalam mewujudkan terealisasinya masyarakat yang memiliki budaya baca, maka TBM mempunyai peran di dalamnya. Dengan manfaat yang dimiliki oleh TBM yang merupakan media pengembangan budaya membaca bagi masyarakat agar terciptanya masyarakat yang berbudaya baca yang berpengalaman, kritis, beradab, maju dan mandiri yang dapat dicapai oleh masyarakat itu sendiri.

Dalam buku Penduan Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat (2006: 2), manfaat taman bacaan adalah:

1. Menumbuhkan minat, kecintaan dan kegemaran membaca.

2. Memperkaya pengalaman belajar dan pengetahuan bagi masyarakat. 3. Menumbuhkan kegiatan belajar mandiri.

4. Membantu pengembangan kecakapan membaca.

5. Menambah wawasan tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

6. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat.

Berdasarkan uraian tentang manfaat TBM di atas dapat dijelaskan bahwa TBM memiliki manfaat dalam menumbuhkan minat masyarakat terhadap membaca. Inilah menjadi fokus dalam pemanfaatan TBM, dimana keberadaan suatu TBM mempunyai tanggung jawab terhadap menumbuh dan mengembangkan minat baca masyarakat.


(24)

2.2 Masyarakat Perkotaan 2.2.1 Pengertian Masyarakat

Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk suatu sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Istilah Masyarakat dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (2008: 553) adalah "sejumlah orang dalam kelompok tertentu yang membentuk perikehidupan berkebudayaan”. Sedangkan Ahmadi (1997: 226) menyatakan bahwa:

Dalam arti luas masyarakat dimaksud keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Atau dengan kata lain: kebulatan dari semua perhubungan dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit masyarakat dimaksud sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya teritorial, bangsa, golongan dan sebagainya.

Pendapat lain yang dikutip dari Ralph Linton dalam Basrowi (2005: 38) menyatakan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah cukup lama dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya sebagai salah satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa masyarakat merupakan hubungan sejumlah manusia yang berkaitan karena ada bentuk-bentuk dalam kehidupan, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai pribadi melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial sehingga mereka dapat mengorganisasikannya dalam kesatuan sosial, yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu.

2.2.2 Pengertian Masyarakat Perkotaan

Masyarakat perkotaan terbuka akan suatu perubahan yang bersifat memberikan keuntungan terhadap kepentingan individu mereka, karena pola pikir mereka lebih rasional. Hanya saja masyarakat perkotaan mempunyai kemungkinan dalam pemenuhan kepentingan pribadi dan tidak mendahulukan kepentingan bersama. Sutarno (2006: 15) mengemukakan bahwa masyarakat kota


(25)

adalah “masyarakat yang penduduknya mempunyai mata pencaharian di sektor perdagangan dan industri, atau bekerja di sektor administrasi pemerintahan, yang sering disebut the white collar, kebalikan the blue collar atau pekerja kasar”. Sedangkan Daldjoeni (1997: 9) menyatakan bahwa “Masyarakat kota sebagai community, seperti halnya masyarakat pedesaan, adalah suatu teritorial di mana penduduknya menyelenggarakan kegiatan-kegiatan hidup sepenuhnya”.

Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa masyarakat kota adalah suatu komunitas yang menempati suatu teritorial tertentu yang penduduknya mempunyai pekerjaan dalam berbagai sektor kehidupan mulai dari perdagangan, industri, hingga sektor pemerintahan.

Terdapat beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi (1997: 229), yaitu:

1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.

2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lainnya.

3. Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.

4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa.

5. Jalan pikir rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.

6. Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.

7. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.

Sedangkan Daldjoeni (1997: 10-11) menyatakan bahwa terdapat enam kondisi-kondisi yang diperlukan bagi suatu kota (city) yaitu:

1. Pembagian kerja dalam spesialisasi yang jelas;

2. Organisasi sosial lebih berdasarkan pekerjaan dan klas sosial daripada kekeluargaan;

3. Lembaga pemerintahan lebih berdasarkan teritorium daripada kekeluargaan;


(26)

4. Suatu sistem perdagangan dan pertukangan;

5. Mempunyai sarana komunikasi dan dokumentasi; dan 6. Berteknologi yang rasional.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa ciri-ciri masyarakat kota dapat dijelaskan bahwa masyarakat perkotaan terbuka akan suatu perubahan yang bersifat memberikan keuntungan terhadap kepentingan individu mereka, karena pola pikir mereka lebih rasional. Hanya saja masyarakat perkotaan mempunyai kemungkinan dalam pemenuhan kepentingan pribadi dan tidak mendahulukan kepentingan bersama. Perilaku heterogen yang dilandasi oleh konsep pengendalian diri dan kelembagaan membuat masyarakat perkotaan dikenal dengan egoisme pribadi akan pembuatan keputusan yang menyangkut kebersamaan karena akan terdapat suatu unsur kepentingan pribadi dalam pengambilan kebijakan bagi kelembagaan.

2.2.3 Peranan Taman Bacaan Masyarakat dalam Lingkungan Masyarakat Keberadaan TBM di tengah masyarakat saat ini memberikan peranan tersendiri dalam menumbuhkan minat baca dan menulis. Peranan TBM bagi masyarakat dalam buku Panduan Penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat (2006: 10) yaitu “saat ini secara bertahap peran TBM lebih ditingkatkan lagi yaitu sebagai sarana pembelajaran seumur hidup dan terkait erat dengan peningkatan minat baca masyarakat umum sehingga seluruh masyarakat sekitar TBM berbudaya baca”. Sedangkan Sutarno (2008: 130) menyatakan bahwa peranan TBM bagi masyarakat “sebagai wahana berkumpul, belajar dan berdialog antarwarga dalam memecahkan masalah bersama dan mengembangkan ide dan gagasan demi kemajuan masyarakat”. Peranan TBM bagi masyarakat berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Kalida (2010: 1) yaitu:

TBM sebagai sumber belajar masyarakat memiliki kedudukan strategis dalam mengembangkan potensi masyarakat. masyarakat dapat melakukan proses pendidikan nonformal sepanjang hayat melalui fasilitas yang disediakan dan kegiatan yang diselenggarakan oleh TBM. Keberadaan tempat pembelajaran di tengah-tengah masyarakat ini diharapkan mampu mendorong dan mempercepat terwujudnya masyarakat belajar (learning


(27)

society). Yakni masyarakat yang gemar membaca, melek informasi, dan mampu meningkatkan daya saing di era kompetitif ini.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa peranan TBM dalam lingkungan masyarakat sebagai sarana untuk pembelajaran seumur hidup bagi masyarakat sekitar TBM dengan harapan mewujudkan masyarakat membaca dan belajar (reading and learning society) yaitu masyarakat yang gemar membaca, melek huruf, dan mampu meningkatkan daya saing.

2.3 Pendidikan Nonformal

2.3.1 Pengertian Pendidikan Nonformal

Dalam Undang-Undang R.I No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa jalur pendidikan terbagi atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya (Pasal 13 angka (1)). Salah satu pendidikan nonformal seperti PKBM dan TBM dibangun untuk melengkapi kegiatan belajar masyarakat.

Pengertian pendidikan nonformal menurut Ahmadi (2001: 97) adalah “Pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu dan sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat”. Sedangkan definisi pendidikan nonformal dalam Undang-Undang R.I. No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah “Jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang” (Pasal 1 angka (12)). Penjelasan lebih lanjut terkait pendidikan nonformal pada Undang-Undang tersebut yaitu tertera pada Pasal 26 yang menyatakan bahwa “pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat”. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Musaheri (2007: 156) yaitu:

Pendidikan nonformal merupakan pendidikan di luar pendidikan formal yang berbasis kepada masyarakat dan diselenggarakan masyarakat dan atau pemerintah untuk warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.


(28)

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pendidikan nonformal adanya kebermaknaan oleh masyarakat dari program-program belajar yang disajikan bagi kehidupannya, karena pendidikan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi nyata masyarakat. Dalam hubungan ini pendidikan termasuk pendidikan nonformal yang berbasis kepentingan masyarakat lainnya, perlu mencermati hal tersebut, agar keberadaannya dapat diterima dan dikembangkan sejalan dengan tuntutan masyarakat berkaitan dengan kepentingan hidup mereka dalam mengisi upaya pembangunan di masyarakatnya. Ini berarti bahwa pendidikan nonformal perlu menjadikan masyarakat sebagai sumber atau rujukan dalam penyelenggaraan program pendidikannya.

Salah satu bentuk pendidikan nonformal di masyarakat menurut Undang-Undang R.I. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 26 angka (4) adalah TBM yang menginduk pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Kehadiran TBM yang menjalankan mekanisme sistem pendidikan nonformal agar setiap orang dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup yang menghendaki terciptanya demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan.

2.3.2 Pendidikan Berbasis Masyarakat

Mengkaji tentang pendidikan nonformal akan memiliki kaitan dengan pendidikan berbasis masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat perwujudan demokratisasi pendidikan melalui perluasan pelayanan pendidikan untuk kepentingan masyarakat. dimana kepentingan masyarakat ini sedapatnya didukung oleh bantuan teknis serta pendanaan yang cukup agar pendidikan berbasis masyarakat ini dapat berjalan dengan baik.

Pendidikan berbasis masyarakat dalam Undang-Undang R.I. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 angka 16 yaitu “penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh dan untuk masyarakat”. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 1 angka 38


(29)

dijelaskan bahwa “pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi”. Pendapat lain dikemukakan oleh Zubaedi (2006: 130) “pendidikan berbasis masyarakat (community-based education) merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup“.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pendidikan berbasis masyarakat adalah suatu proses penyelenggaraan pendidikan yang berdasarkan pada kehidupan masyarakat yang mengemukakan setiap persoalan dan kebutuhan dalam kehidupan di masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat.


(30)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif berbentuk studi kasus dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan taman bacaan masyarakat. Alasan penggunaan metode deskriptif diantaranya adalah bahwa metode ini telah digunakan secara luas dan dapat meliputi lebih banyak segi dibandingkan dengan metode-metode lain. Metode tersebut juga dapat digunakan dalam menggambarkan keadaan-keadaan yang mungkin terdapat dalam situasi tertentu seperti halnya akan menggambarkan tentang fenomena perkembangan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang terjadi pada masyarakat perkotaan.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di beberapa lokasi TBM yang tesebar di Kota Medan. Berikut merupakan alamat lokasi penelitian:

Tabel 3.1 Lokasi Penelitian

No. Nama Lembaga Tahun

Berdiri Alamat

1. TBM Pakpak Mandiri 2011 Jalan Luku I gg. Sepadan no.18

Medan Johor

2. TBM Cellpower Indonesia 2011 Jalan Adi Sucipto no. 4-6

Medan Polonia

3. TBM Dira’s 2007 Jalan Bajak IV ujung no.28

Medan Amplas

4. TBM Plus Mas Raden 2006 Jalan Karya Jaya no.192

Medan Johor

5. TBM Tengku Luckman Sinar 2012 Jalan Abdullah LubisMedan Baru

6. TBM Madya Insani 2007 Jalan Bajak V gg. Bahagia no.138 A

Medan Amplas

7. TBM An Najwa 2008 Jalan Datuk Rubiah lingkungan 29

Medan Marelan

Sumber: Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Daerah Provinsi Sumatera dan Dinas Pendidikan Kota Medan


(31)

3.3 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. TBM Pakpak Mandiri

TBM dengan jumlah buku 15 judul dan 150 eksemplar ini terletak di daerah padat penduduk. TBM ini merupakan TBM pendamping Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).

2. TBM Cellpower Indonesia

TBM Cellpower Indonesia merupakan TBM pendamping usaha bisnis yaitu pendamping lembaga pendidikan komputer yang dilengkapi dengan jaringan Wi-Fi yang dapat digunakan tidak hanya oleh peserta lembaga pendidikan komputer namun juga dapat digunakan oleh anggota TBM secara gratis.

3. TBM Dira’s

TBM Dira’s adalah TBM pendamping pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) dan merupakan jenis TBM konvensional. TBM ini menggunakan becak bermotor sebagai tempat untuk membawa bahan bacaan yang akan diperuntukkan bagi masyarakat di sekitar TBM. 4. TBM Plus Mas Raden

Salah satu TBM yang cukup unik karena merupakan TBM pendamping usaha warung jamu atau jenis TBM pendamping usaha bisnis. TBM ini berada di lingkungan padat penduduk dan sudah berdiri sejak tahun 2006. TBM ini juga pernah meraih penghargaan sebagai TBM terbaik tingkat Nasional pada tahun 2010. Pendiri TBM merupakan ketua Forum TBM (FTBM) Provinsi Sumatera Utara yang terbentuk sejak tahun 2009.

5. TBM Tengku Luckman Sinar

TBM ini merupakan pengembangan dari perpustakaan milik pribadi, yaitu perpustakaan milik Tengku Luckman Sinar. Koleksinya terdiri atas koleksi dengan jenis buku-buku sejarah melayu. TBM ini pernah meraih prestasi di tingkat provinsi sebagai TBM terbaik pada tahun 2012.


(32)

6. TBM Madya Insani

TBM ini merupakan TBM pendamping pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) yang dibangun oleh suatu kelembagaan masyarakat dengan tujuan untuk mencerdaskan masyarakat di sekitarnya. TBM ini memiliki program untuk memajukan kegiatan TBM yaitu dengan membangun radio komunikasi berbasis masyarakat. 7. TBM An Najwa

TBM An Najwa terletak di pinggiran Kota Medan yang masih termasuk dalam lingkungan kotamadya. TBM ini juga merupakan TBM pendamping pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM).

3.4 Fokus Penelitian

Fokus penelitian digunakan untuk membuat pedoman wawancara. Penelitian ini difokuskan pada beberapa pertanyaan yang akan diberikan kepada kepada informan utama yang akan menggali informasi tentang perkembangan TBM. Selain itu untuk memberikan arahan dalam pembuatan daftar pertanyaan wawancara, terdapat sub fokus penelitian guna mengarahkan pertanyaan penelitian yaitu:

1. Latar belakang pendirian TBM;

2. Peranan TBM yang berada pada lingkungan masyarakat perkotaan; 3. Kaitan TBM dengan pendidikan nonformal bagi masyarakat.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pada tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data dengan teknik sebagai berikut:

3.5.1 Penelitian Kepustakaan

Penelitian kepustakaan adalah suatu kajian atas bahan-bahan tertulis atau literatur-literatur yang memuat tentang taman bacaan masyarakat atau bahan yang relevan dengan topik yang dibahas. Tujuan dari penelitian kepustakaan ini adalah sebagai landasan teori dalam menguraikan topik yang dibahas. Salah satu hasil dari penelitian kepustakaan yang telah dilakukan adalah diperolehnya informasi


(33)

yang terkait dengan taman bacaan masyarakat serta sejumlah tulisan tentang penelitian di bidang taman bacaan masyarakat yang berguna sebagai tinjauan literatur dalam penelitian ini.

3.5.2 Wawancara Terstruktur

Teknik pengumpulan data yang utama adalah dengan cara wawancara. Wawancara terstruktur adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Teknik ini sengaja dipilih karena komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya jawab dalam hubungan tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal.

Sebelum melakukan wawancara, informan terlebih dahulu dimintai kesediaanya untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan. Wawancara dilakukan langsung dengan informan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan oleh informan. Dalam melakukan wawancara, peneliti mempersiapkan pedoman wawancara terstruktur berupa pedoman wawancara yang disusun secara terperinci agar dapat menggali semua infromasi yang lengkap dan mendalam. Alat bantu yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah alat perekam.

Informan adalah orang yang memberikan informasi, dimana pemberian keterangannya karena dipancing oleh pihak peneliti. Wawancara yang dilakukan meliputi identifikasi perkembangan taman bacaan masyarakat (TBM) yang dikelola oleh informan sebagai pendiri TBM. Untuk menjaga agar interpretasi peneliti sesuai dengan apa yang disampaikan informan, maka peneliti mengulang dan menanyakan kembali jawaban yang dirasa kurang jelas. Keuntungan metode ini adalah mampu memperoleh jawaban yang berkualitas. Dalam penentuan informan penelitian dilakukan dengan cara key person, maka dalam penelitian semua informan tokoh formal atau yang disebut informan utama. Berikut ini adalah daftar informan penelitian:


(34)

Tabel 3.2 Daftar Nama Informan

No. Nama Lembaga Nama

Informan Jabatan Keterangan 1. TBM Pakpak Mandiri JB Ketua PKBM Informan 1 2. TBM Cellpower Indonesia AP Ketua TBM Informan 2

3. TBM Dira’s DI Ketua TBM Informan 3

4. TBM Plus Mas Raden AM Pembina TBM Informan 4 5. TBM Tengku Luckman Sinar MS Pendiri TBM Informan 5 6. TBM Madya Insani SH Pengelola TBM Informan 6

7. TBM An Najwa ER Penyelenggara

TBM Informan 7

3.5.3 Observasi Partisipan

Observasi partisipan dilakukan agar didapatkan gambaran secara nyata tentang keadaan dan perkembangan secara nyata akan keberadaan TBM, hal tersebut dilakukan agar peneliti dapat menjelaskan secara rinci tentang kriteria suatu TBM yang akan dijadikan data. Observasi tersbut dilakukan dengan cara memperhatikan fasilitas TBM, sikap informan dan memperhatikan suasana dan kunjungan pengguna TBM. Observasi fasilitas dan kunjungan pengguna TBM dilakukan sejak awal pengamatan awal yaitu peneliti memperhatikan dan mencatat tentang kondisi TBM seperti kelengkapan sarana dan prasarana. Observasi sikap informan dilakukan pada saat peneliti melakukan wawancara, yaitu dengan memperhatikan sikap ketika informan menjawab dan menjelaskan tentang TBM.

3.6 Teknik Analisis Data

Seluruh data yang diperoleh melalui wawancara dicatat dan dibuatkan transkripsinya. Agar lebih mudah dalam analisis data, maka jawaban dari informan dipilah-pilah, dihubungkan dan dibandingkan antara satu dengan yang lainnya. Analisis data dalam penelitian kualitatif terdiri dari empat alur kegiatan yang dilakukan secara bersamaan. Miles dan Huberman (1992: 18) menjelaskan langkah-langkah analisis data sebagai berikut:


(35)

1. Pengumpulan informasi, melalui wawancara maupun observasi langsung. Pada tahap ini peneliti akan melakukan perbandingan-perbandingan dengan tujuan konseptualisasi, kategorisasi atau teorisasi. 2. Reduksi. Langkah ini adalah memilih informasi mana yang sesuai dan

tidak sesuai dengan masalah penelitian. Pada reduksi data ditentukanlah tentang bagian data mana yang dikode, mana yang dibuang, pola-pola mana yang meringkas sejumlah bagian yang tersebar, dan cerita-cerita apa yang sedang berkembang.

3. Penyajian data. Setelah informasi dipilih maka disajikan dalam bentuk tabel, ataupun uraian penjelasan. Penyajian data yang akan digunakan dalam penelitian ini berbentuk naratif. Menyajikan hasil reduksi data sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pemaparan dan penegasan kesimpulan.

4. Tahap akhir adalah menarik kesimpulan. Proses analisis tidak sekali jadi, melainkan interaktif, secara bolak-balik. Penarikan kesimpulan ini akan didukung dengan kegiatan pembuktian keabsahan data setelahnya untuk melihat apakah data yang telah dijabarkan dengan bentuk narasi sudah valid atau belum.

Daftar pertanyaan wawancara yang diajukan kepada informan, baik kepada informan utama maupun informan tambahan merupakan bahan kajian yang mendasar untuk membuat kesimpulan. Semakin banyak informasi, maka diharapkan akan menghasilkan data yang sudah tersaring dengan ketat dan akurat. Walaupun telah terdapat tahap penarikan kesimpulan/verifikasi pada teknik pengumpulan data, namun diperlukan juga triangulasi guna melihat keabsahan data.

3.7 Keabsahan Data

Keabsahan data dilakukan untuk menghindari kesalahan atau kekeliruan dari data yang telah terkumpul sehingga pengecekan (pemeriksaan) terhadap data diperlukan. Pengecekaan keabsahan data pada penelitian ini dilakukan dengan:


(36)

1. Triangulasi, pada penelitian ini triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber yaitu membandingkan data hasil wawancara. Hasil wawancara peneliti kepada informan terkait perkembangan TBM. Triangulasi dapat dilakukan dengan menguji apakah proses dan hasil metode yang sudah berjalan. Teknis ini diawali dengan memastikan terhimpunnya semua informasi dari wawancara dengan informan dan catatan harian observasi. Selanjutnya dilakukan uji silang tehadap materi catatan harian agar tidak ada informasi yang bertentangan antara catatan wawancara dan catatan harian observasi. Teori digunakan sebagai indikator dalam pengujian data yang terkumpul dari wawancara dengan informan dan catatan harian observasi.

2. Ketekunan pengamatan yaitu melakukan teknik pengamatan dengan diteliti, rinci dan terus-menerus yang diikuti dalam kegiatan wawancara secara intensif dan observasi secara langsung terhadap objek penelitian agar data yang dihasilkan terhindar dari kesalahan.


(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini adalah Ketua, Pembina, Pendiri, Pengelola ataupun Penyelenggara TBM. Semua istilah dari informan tersebut semuanya adalah pendiri masing-masing TBM yang memiliki perbedaan penamaan atas jabatan mereka di masing-masing TBM. Pengambilan data dilakukan kepada 7 TBM yang telah dipilih oleh peneliti dengan jumlah informan sebanyak jumlah TBM tersebut pula yaitu sebanyak 7 orang informan. Dari proses pengambilan data melalui wawancara ditemukan data yang hampir sama dan juga ada data yang berbeda.

Awalnya peneliti mencari data tentang jumlah TBM yang terdapat di Kota Medan dari Dinas Pendidikan dan Badan Perpustakaan Arsip Daerah Sumatera Utara. Dari data yang didapat melalui dua instansi ini ditemukan jumlah data yang berbeda yaitu dari data Badan Perpustakaan Arsip Daerah Sumatera Utara tahun 2010 terdapat 47 TBM di Kota Medan sedangkan data dari Dinas Pendidikan tahun 2012 terdapat sebanyak 36 TBM di Kota Medan. Selanjutnya peneliti melakukan observasi lapangan dengan melakukan pencarian terhadap TBM-TBM tersebut. Namun di lapangan didapat kenyataan bahwa sudah banyak TBM yang tutup atau bahkan tidak ada pada alamat yang tertera. Oleh karena itu peneliti hanya memilih 7 TBM dengan alamat dan keberadaan yang jelas sebagai objek penelitian. Adapun 7 TBM yang dijadikan lokasi penelitian keberadaannya menyebar di seluruh kota Medan, selain itu pada TBM yang dipilih memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Begitu pula dengan data yang didapatkan yakni terdapat keberagaman pandangan dan persepsi informan serta hasil yang ada di masing-masing TBM ketika proses pengambilan data sehingga dapat mendeskripsikan tentang keadaan TBM yang ada di lingkungan masyarakat perkotaan.


(38)

Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan observasi dan meminta kesediaan 7 Pendiri TBM tersebut untuk menjadi informan dalam penelitian ini, sehingga peneliti dapat melakukan pendekatan terlebih dahulu dengan informan. Dalam melakukan pengambilan data di lapangan, peneliti juga mencatat tentang keadaan TBM sekaligus memperhatikan sikap informan ketika memberikan jawaban ketika wawancara. Penelitian pada 7 TBM dilakukan pada tanggal 25 April sampai dengan 3 Mei 2013, pelaksanaan wawancara dilakukan secara substansi, artinya tidak diharuskan pada suatu tempat, pelaksanaan wawancara lebih bertepatan dengan waktu bukanya TBM, yaitu dari pagi hingga siang hari. Namun ada juga pada sore hari karena TBM tersebut memang buka dari sore hingga tengah malam. Ketujuh informan diberikan pertanyaan yang sama yang dilakukan dengan proses wawancara terstruktur dan langsung sehingga peneliti dapat merekam suara informan ketika menjawab pertanyaan wawancara. Hanya saja wawancara dengan informan 5 dilakukan cara yang berbeda yaitu informan mengisi daftar pertanyaan wawancara sehingga peneliti tidak dapat bertemu secara langsung dengan informan 5 karena kesibukan informan tersebut. Namun untuk memastikan jawabannya, peneliti mendapatkan kesempatan bertanya di sela-sela kegiatan informan namun peneliti tidak merekam jawaban informan akibat keterbatasan waktu.

Wawancara berlangsung secara informal yang dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara, wawancara dilakukan secara mendalam terhadap informan sehingga peneliti sering menggunakan bahasa tidak baku agar informan dapat menjelaskan jawaban dengan lebih rinci dan mendalam. Percakapan berkembang sesuai dengan jawaban yang diberikan peneliti kepada informan. Wawancara dilakukan berulang jika penelti merasa perlu penegasan jawaban atau perlu penambahan dari wawancara yang sebelumnya.

4.2 Kategori

Berdasarkan hasil wawancara dan pedoman wawancara, peneliti menyusun kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman dalam melakukan coding. Dengan pedoman ini, peneliti membaca kembali transkrip wawancara, lalu


(39)

melakukan pemilihan data yang relevan dengan pokok pembicaraan dan menunjukan hubungan antar bagian-bagian yang diteliti sesuai dengan sub fokus penelitian. Adapun kategori yang berdasarkan sub fokus penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Taman Bacaan Masyarakat (TBM);

2. Tentang TBM yang berada pada lingkungan masyarakat perkotaan; 3. Kaitan TBM dengan pendidikan nonformal bagi masyarakat.

4.3 Taman Bacaan Masyarakat (TBM)

4.3.1 Alasan pendirian Taman Bacaan Masyarakat

Pada pertanyaan tentang alasan pendirian TBM, ketujuh informan memiliki perbedaan jawaban, karena mereka masing-masing memiliki alasan khusus dalam pendirian TBM. Dari ketujuh informan ada empat informan memiliki bentuk TBM yang hampir sama yaitu bentuk TBM sebagai pendamping pendidikan nonformal seperti PKBM, PAUD dan Kegiatan Kursus. Hal ini sesuai dengan pernyataan I1, I3, I6 dan I7 berikut:

I1 : Kita memang mengelola anak-anak yang putus sekolah, dan itulah yang sebenarnya layanan utama di TBM ini, sehingga kalau dibilang untuk masyarakat, sebenarnya paket ini kan untuk masyarakat juga ini, kalau dimaksud masyarakat kan masyarakat sekitar, tapi anak paket kan juga masyarakat, emang bukan masyarakat sekitar ada yang dari luar sekitar kan, tapi tetap kota Medan lah. Kalau masyarakat sekitar tak ada lah

I3 : Didasari dari pendirian PAUD 1994. Pada tanggal 7 bulan 7 tahun 2007 berdiri secara resmi PAUD dan PKBM. Pada awalnya orangtua atau yang mengantar murid yang menunggu anaknya disediakan tempat untuk membaca selama mereka menunggu anak-anaknya, lalu lama-kelamaan kami menyediakan beberapa bahan bacaan yang berasal dari koleksi pribadi anak saya dan koleksi dari yayasan. Itulah bentuk awal dari pembuatan TBM ini...

I6 : Ide awalnya memang untuk memenuhi kebutuhan membaca orangtua murid PAUD dan belum terpikir bagi masyarakat luas, namun hanya untuk orangtua murid yang menunggu anaknya sambil duduk menunggu sambil membaca


(40)

I7 : Terus saja ya, yang melatari saya belakangi awalnya kita buka PKBM, masyarakat belum ada buku panduan untuk apa, ee..untuk ada pegangan buku lah. Jadi dengan belum adanya pegangan buku untuk warga belajar saya, kemudian anak murid saya dari pendidikan formal jadi saya kebetulan mengumpulkan buku dari teman-teman... Pernyataan informan di atas menjelaskan bahwa pendirian TBM hanya didasari atas melengkapi kebutuhan dari program yang telah ada sebelumnya. Namun tidak bertujuan untuk membentuk TBM secara terorganisasi. Hal inilah yang menyebabkan bahwa TBM yang mendamping program pendidikan nonformal sebelumnya tidak berkembang dengan baik. Karena pendiri awalnya membangun TBM tidak dengan keorganisasian yang serius dan terstruktur. Sehingga TBM yang telah ada tidak terurus.

Selain empat informasi informan di atas juga ada informasi dari informan lain di mana penyelenggaraan TBM mereka adalah TBM mandiri. Berikut adalah pernyataan dari I2 dan I5 tentang alasan pendirian TBM:

I2 : Intinya mula-mula kita karena saya pecinta buku dari SMA beberapa merupakan koleksi pribadi, setelah banyak orang melihat ada juga sumbangan masyarakat, kemudian adanya katakanlah dukungan program pemerintah seperti Rintisan TBM

I5 : Tengku Luckman Sinar adalah tokoh, sejarahwan dan budayawan melayu. Sejak usia 11 tahun Almarhum aktif berkegiatan dan mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Untuk menjawab rasa ingin tahu Tengku Luckman Sinar banyak membaca. Kecintaan almarhum pada buku terjawab dari jumlah koleksinya sebanyak 8000 judul. Koleksi yang sedemikian keterbatasan dana maka Tengku Luckman Sinar menempatkan buku-bukutersebut di sebuah ruangan yang disebut almarhum “perpustakaan pribadi”. Walaupun kurang nyaman namun banyak sekali masyarakat dari berbagai profesi datang membaca buku-buku tersebut...

Kedua informan mengungkapkan alasan yang sama bahwa mereka membangun TBM karena memiliki kebiasaan membaca dan mengumpulkan bahan bacaan. Sehingga mereka bertujuan untuk mengumpulkan koleksi mereka menjadi suatu tempat yang dapat digunakan seluas-luasnya bagi masyarakat umum.


(41)

Informan 4 menyatakan bahwa TBM yang didirikannya merupakan TBM mandiri yang dibangun atas kebutuhan usaha dan kreasi individu dengan menampingkan kegiatan membaca di tengah-tengah bisnis sebagai cara baru menumbuhkan minat baca masyarakat.

I4 : Jadi orang berbuat setelah..atau orang berbuat karena, tapi saya buka ini tidak seperti itu, saya memang mau mencari uang di dalam sini. Saya mengelola taman bacaan ini profesional, saya gak peduli mau juara mau tidak, gak mengejar itu saya dulu. Jadi awal pembukaan awal ini dulu bukan mau membuka taman bacaan, saya mau mencari uang. Di luar saya itu yang berubah. Ini dulu tempat duduk orang, makan sate. Apa sih yang bisa dikelola untuk bisa menambah omset dari jamu ini, jadi bapak berpikir ibu ini kan, istri bapak yang megang jamu ini kutu buku, suka baca novel. Jadilah awak pikir-pikir, sambil duduk-duduk dia baca buku, wajar juga dibuka taman bacaan, apa salahnya menjaga-jaga novel, jadi taman bacaan bukunya masih satu gerobak, satu gerobak novel-novel di dalamnya sama besar gerobaknya....

Dari pernyataan yang diungkapkan oleh ketujuh informan di atas dapat diketahui bahwa terdapat tiga alasan dalam pendirian TBM. Pertama, dari kebanyakan informan diketahui bahwa mereka mendirikan TBM didasari oleh keinginan untuk mendukung kegiatan pendidikan nonformal yang menyerupai perpustakaan sederhana namun tidak dengan standar yang dimiliki perpustakaan pada umumnya. Kedua, alasan informan membangun TBM karena kebiasaan membaca dan mengoleksi buku sehingga timbul keinginan membentuk suatu sarana yang dapat dipakai untuk mengumpulkan koleksinya dan dapat dipergunakan secara luas oleh masyarakat. Ketiga, alasan informan membangun TBM karena ingin memajukan usaha atau berdasarkan kebutuhan bisnis dengan mendampingkan TBM sebagai tempat bagi masyarakat untuk menggali informasi disela-sela kegiatan lainnya.

4.3.2 Tujuan pendirian Taman Bacaan Masyarakat

Pertanyaan selanjutnya tentang tujuan didirikannya TBM. Dalam kegiatan TBM biasanya tujuannya akan merujuk pada tujuan standar TBM yang diprogramkan pemerintah yaitu meningkatkan kemampuan keberaksaraan dan keterampilan membaca serta menumbuhkembangkan minat dan kegemaran


(42)

membaca. Tujuan ketujuh informan juga merujuk pada tujuan untuk menumbuhkan kebiasaan membaca masyarakat dan menjadikan TBM sebagai tempat untuk mendapatkan informasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan I1, I2, I3, I5,I6 dan I7 berikut:

I1 : Tujuan berdirinya, pertama supaya masyarakat sekitar ya, masyarakat sekitar, bisa kita buat bagi masyarakat kita untuk wadah. Taman bacaan ini minimal untuk yang disekitar kita ini bisa kita layani.

I2 : Tujuannya itu dari sini akan muncul katakanlah orang-orang kreatif yang bisa menulis, adanya orang wirausaha, adanya penggalian potensi dan lebih jauh dari itu kita ingin menunjukkan ke masyarakat bahwa TBM ini bisa menjadi pusat informasilah bukan sekedar TBM saja tapi nanti sehingga melahirkan orang-orang besar

I3 : ...Soalnya tujuan didirikan ini, iya lah untuk membantu masyarakat ini lah, secara umum itu kalau kita bilang, tapi kalau secara khusus ini untuk meningkatkan apa namanya. Karena membaca adalah jendela dunia. Sekarang gini ya kalau kita bilang anak-anak sekarang dengan handphone dengan IT, mereka itu sosialisasinya kurang. Tapi kalau dia ke TBM dia akan membaca dan mendiskusikan dengan teman-temannya yang lain, ini untuk menumbuhkan rasa sosialisasi pada anak. Dan akan membangun komunikasi anak dengan orangtuanya

I5 : Visi Taman Bacaan Tengku Luckman Sinar adalah menjadi perpustakaan bertaraf internasional. Misi Taman Bacaan Tengku Luckman Sinar memberikan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat dan mendorong masyarakat untuk mengembangkan minat baca sejalan dengan pelestarian budaya bangsa warisan leluhur I6 : Seperti itu tadi, untuk sarana membaca juga anak-anak nonformal

kami memenuhi kebutuhan bahan-bahan pendidikan dia, kalau ada tugas

I7 : Tujuannya saya mendirikan TBM ya untuk mencerdaskan anak-anak saya saja. Untuk sekolah dasarnya aja dulu. Supaya ketika mereka sedang beristirahat mereka dapat fokus ke tempat kita dan tidak berkeliaran kemana-mana

Seluruh informan memiliki ide yang sama dalam penujuan TBM yang didirikan. Ini mengindikasikan bahwa semua informan memiliki prinsip untuk memberikan wadah atau sarana bagi masyarakat umum agar masyarakat dapat


(43)

memanfaatkan TBM sebagai tempat menimba ilmu dan mendapatkan informasi yang lebih dekat keberadaannya dengan masyarakat. Walaupun pada beberapa TBM hanya dikunjungi oleh orang-orang tertentu saja. Namun ada informan yang menyatakan tentang penujuan yang lebih terperinci lagi tentang suatu TBM. Selain karena jenis TBM yang didirikan merupakan jenis TBM kreatif yang menyatukan kegiatan TBM dengan bisnis, kegiatan TBM yang dijalankan juga diperuntukkan bagi masyarakat luas atas tanggung jawab sosial agar masyarakat dapat memperoleh ilmu dengan mengunjungi TBM. Hal ini sesuai dengan pernyataan I4 berikut:

I4 : TBM kreatif, Tujuan TBM Relawan, Beramal, Berbisnis. Itu tergantung kita, yang penting tiga-tiganya dimasukkan ke dalam. Dari seluruh pernyataan informan dapat diketahui bahwa pada dasarnya tujuan TBM merujuk pada kegiatan belajar masyarakat agar meningkatnya minat baca. Walaupun disampaikan dengan cara yang berbeda-beda, intinya masing-masing informan yang memiliki jenis TBM berbeda, memiliki satu ide yang sama tentang tujuan TBM yaitu untuk kegiatan sosial masyarakat.

4.3.3 Jenis koleksi dan Pengguna Taman Bacaan Masyarakat

Jenis koleksi dan pengguna TBM sangat erat kaitannya. Karena apa yang menjadi koleksi suatu TBM akan menentukan pengguna atau pengunjung yang mendatangi TBM tersebut. Memang kebanyakan TBM memiliki koleksi yang hampir sama, hal ini karena TBM merupakan sarana belajar yang dikunjungi oleh masyarakat umum secara luas sehingga koleksinya adalah bahan bacaan populer masyarakat umum dengan rentang usia dari anak-anak hingga orang dewasa, dari siswa PAUD hingga ibu rumah tangga dan tidak terbatas pada subjek tertentu saja jenis koleksinya. Berikut adalah pernyataan informan tentang jenis koleksi pada TBM mereka masing-masing. Diawali oleh Informan 1 yang mengatakan bahwa koleksi yang dimiliki TBM berupa koleksi buku-buku mata pelajaran.

I1 : Jenis koleksinya, ada...ada apa, ada mata pelajaran formal, ada aneka majalah dan non fiksi


(44)

Informan 1 mengatakan bahwa koleksi yang dimilikinya adalah koleksi yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan karena TBM ini merupakan TBM pendamping PKBM atau TBM yang mendampingi kegiatan nonformal sehingga koleksinya lebih fokus terhadap koleksi buku mata pelajaran. Melalui observasi yang dilakukan peneliti, TBM informan 1 lebih cenderung digunakan oleh anak peserta pendidikan nonformal daripada untuk masyarakat.

Gambar 4.1 TBM Pak-pak Mandiri di Medan Johor

Selanjutnya pernyataan yang diberikan oleh informan 2 yang menjelaskan tentang koleksi yang dimiliki TBM.

I2 : “Terutama buku-buku bacaan pelajaran karena banyak yang belajar di sini makanya kita utamakan kebutuhan mereka dulu, novel, buku kepribadian, buku-buku umum, beberapa komik, majalah-majalah anak-anak, majalah ibu-ibu”

TBM ini memiliki kondisi koleksi yang cukup dan beragam. Ini terlihat dari observasi, koleksi yang dimilikinya berasal dari berbagai jenis, ada buku pelajaran, buku-buku umum, terbitan berseri dan koleksi fiksi.


(45)

Gambar 4.2 TBM Cellpower Indonesia di Medan Polonia

Berikutnya pernyataan yang diberikan oleh informan 3 yang menjelaskan tentang koleksi yang dimiliki TBM.

I3 : Jenis buku pertanian, keagamaan, majalah, novel, buku-buku khusus anak, psikologi anak, buku memasak dan buku khusus perempuan Jenis TBM yang dimiliki TBM ini cukup unik yaitu ada TBM keliling yang mengadopsi ide perpustakaan keliling yang dimiliki oleh perpustakaan umum. Namun TBM ini tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, sehingga hanya orangtua siswa PAUD saja yang memanfaatkan TBM ini.

Gambar 4.3 TBM Dira’s di Medan Amplas

Selanjutnya pernyataan yang diberikan oleh informan 4 yang menjelaskan tentang koleksi yang dimiliki TBM.

I4 : Banyak...Buku-buku pelajaran dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi, novel, komik, majalah, buku-buku keagamaan, buku pembelajaran umum, buku motivasi dan banyak lagi. Jumlah buku


(46)

yang ada pada TBM ini ada sekitar 185.000 eksemplar sekitar 98.000 judul

TBM ini dapat dikatakan TBM yang sangat lengkap bahkan bisa dikatakan sudah menyerupai perpustakaan umum. Namun pengelolaan TBM ini tidak ditangani secara benar, hanya berdasarkan pengelolaan umum yang mengelompokkan koleksi berdasarkan jenis.

Gambar 4.4 TBM Plus Mas Raden di Medan Johor

Berikutnya pernyataan yang diberikan oleh informan 6 yang menjelaskan tentang koleksi yang dimiliki TBM.

I6 : Koleksinya banyak buku pelajaran, buku-buku karya tulis, buku-buku cerita untuk anak-anak. Tapi ke depan akan kita tambahkan koleksinya

Koleksi yang dimiliki TBM ini bisa dikatakan kurang, tidak beragam dan tidak diatur dengan rapi walaupun koleksinya hanya sedikit. Sesuai dengan yang terlihat saat melakukan obsevasi, keadaan TBM yang hanya terdiri atas satu rak buku dengan kondisi buku yang tidak diatur rapi dan kondisi buku sudah usang.


(47)

Gambar 4.5 TBM Madya Insani di Medan Amplas

Selanjutnya pernyataan yang diberikan oleh informan 7 yang menjelaskan tentang koleksi yang dimiliki TBM.

I7 : Jenis-jenis koleksinya. Iya kami ada buku-buku budidaya tanaman, buku pelajaran, buku cerita, majalah edukasi, buku keagamaan. Kalau kami kalau buku-buku novel itu tidak dimasukkan ke TBM ini karena kami takut nanti anak-anak akan menyalah artikan isi novel tersebut, karena mereka masih dalam keadaan puber

Koleksi yang dimiliki TBM ini cukup banyak dan lebih menyerupai perpustakaan sekolah. Hal ini karena TBM ini mendampingi kegiatan pendidikan formal. Koleksinya lebih banyak berasal dari jenis koleksi pendidikan formal.


(48)

Ada pula TBM yang memiliki koleksi yang spesifik dari ketujuh TBM tersebut yaitu koleksinya hanya satu subjek saja, hal ini karena pemilik awalnya menggemari buku-buku pada bidang tertentu.

Berikut merupakan pernyataan Informan 5yang menjelaskan bahwa TBM juga memiliki koleksi khusus seperti peninggalan bahan bacaan bersejarah.

I5 : ...Walaupun kurang nyaman namun banyak sekali masyarakat dari berbagai profesi datang membaca buku-buku tersebut....Buku-buku umum, buku langka dan manuscript serta koleksi gambar dan film bersejarah

Gambar 4.7 TBM Tengku Luckman Sinar di Medan Baru

Dari keseluruhan pernyataan informan di atas dapat disimpulkan bahwa TBM memiliki keberagaman koleksi yaitu koleksi-koleksi populer seperti buku-buku cerita, buku-buku sekolah, buku-buku populer untuk orangtua, novel dan terbitan berseri yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum tanpa batasan umur dan status sosial, walaupun ada TBM yang memiliki koleksi dengan bidang ilmu khusus namun koleksinya juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dari berbagai kalangan seperti mahasiswa dan peneliti.

4.3.4 Kendala dalam pelaksanaan Taman Bacaan Masyarakat dan cara mengatasinya

Dalam membangun TBM setiap informan merasakan kendala dan hambatannya masing-masing. Apalagi TBM merupakan program yang dibangun atas dasar kesadaran oleh individu sehingga mereka membangun TBM hanya dengan modal pribadi atau bahkan hanya mengharapkan dari sumbangan dan


(49)

perhatian pemerintah daerah. Berikut merupakan pernyataan dari informan tentang kendala yang mereka hadapi dalam pembangunan dan pengelolaan TBM. Hal ini sesuai dengan pernyataan semua informanberikut:

I1 : Sebenarnya ini termasuk apa ya, kalau dibilang modal, modal kan relatif ya. Misalnya modal gini kita bisa jalankan...

I2 : Ya jelas kalau kita tidak ada penghasilan itu tidak bisa hidup...

I3 : Maunya adalah perhatian pemerintah untuk pembinaan pengelola TBM, adanya diundang pengelola atau orang yang langsung mengurusi TBM agar diberi pelatihan untuk mengurusi TBM secara lebih baik lagi. Atau maunya dibuatlah semacam pendataan pengelola TBM ini secara nasional, dan pemerintah mengapresiasi pengelola TBM ini agar mereka bisa lebih semangat dalam mengurusi dan pengembangan TBM bagi masyarakat

I4 : Ada 2, satu dari dana. Itu wajar-wajar saja, kita kepingin berkembang. Kedua kalau dari pola tingkah laku perilaku orang disini

I5 : TBM ini dikelola secara mandiri dan saya tidak sanggup mendanai pekerja untuk menjaga dan membantu pengujung TBM ini

I6 : Kendalanya memang buku-buku. Karena buku sangat mahal. Jadi untuk membeli buku sesuai dengan kebutuhan anak itu gak bisa, ya karena persoalan dana itu. Memang sampai saat ini gak ada bantuan....Yang kedua kendalanya ke masyarakat, dengan keterbatasan buku ini... Akhirnya TBM itu berfungsi lokal. Mungkin kalau dilihatnya TBM ini hanya untuk perpustakaan Madya Insani I7 : Kalau kesulitan dana terutama ya, kemudian untuk pengelolaan itu

kalau kita tidak saling bekerja sama dengan aparat-aparatnya kita gak jalan, karena letaknya TBM ini kan dari keikhlasan, keikhlasanya itu apa ya banyak membantu lah, yang berguna untuk masyarakat....Iya, personalnya juga itu.

Dari Pernyataan ketujuh informan diketahui bahwa terdapat satu masalah yang paling mendasar dalam pembangunan dan pengembangan TBM yaitu terkait pendanaan. Masalah dana adalah hal yang paling penting dalam pengelolaan program ini, karena untuk membiayai operasional sehari-hari saja pendiri TBM tidak memiliki biaya. TBM adalah kegiatan sosial yang didirikan individu dengan harapan masyarakat dapat memanfaatkannya untuk mendapatkan ilmu


(50)

pengetahuan dan informasi. Namun untuk menggaji orang yang menjaga atau mengelola TBM sehari-hari saja pendiri TBM tidak memiliki biaya, karena kebanyakan TBM adalah merupakan tanggung jawab sosial tanpa adanya kegiatan transaksi yang menghasilkan uang.

Selain masalah dana, masing-masing informan juga menyebutkan alasan lain seperti kurangnya apresiasi pemerintah akan kehadiran TBM, serta pola tingkah laku pengguna. Memang untuk kegiatan sosial yang menjadi masalah utama adalah pembiayaan opersional, karena merupakan kegiatan sosial tak jarang kegiatan ini hanya menjadi ajang musiman. Ketika pemerintah sedang marak-maraknya mengadakan sosialisasi program TBM akan banyak bermunculan TBM, sehingga dana akan didapat ketika itu namun jika sudah berlalu program tersebut, akan banyak TBM yang tutup karena tidak mampu membiayai operasional mereka. Apalagi tingkah laku pengguna yang sembarangan ketika mengunjungi TBM, misalnya mereka mengambil buku namun meletakkannya di tempat yang berbeda sehingga buku-buku di rak akan berantakan, terlebih tidak ada yang akan mengatur buku-buku tersebut karena pengelolaan TBM tidak ada petugasnya.

Masalah yang dirasakan oleh informan diatasi dengan berbagai cara, namun tak jarang informan memasrahkan kendala tersebut tanpa mengatasinya, hal inilah yang informan sebut dengan kurang fokus dan tidak ada motivasi pengelola TBM. Seperti yang diungkapkan oleh I1 dan I6 sebagai berikut.

I1 : ...Artinya gini kurang keseriusan dan motivasi, dari pengelola untuk membuat TBM itu tidak aktif. Karena kalau nilai ekonominya, kalau orang menilai dari ekonomi begini jadinya...

I6 : Saat ini belum bisa diatasi, yang ada hanya kami hadapi saja sebagaimana sebuah lembaga yang sedang berkembang...

Informan merasa bahwa kegiatan PKBM atau PAUD saja yang menjadi prioritas, sedangkan TBM hanya akan berjalan sesuai dengan keadaan PKBM atau PAUD namun tidak dibenahi secara serius. Walaupun ada informan yang pesimis terhadap kendala yang dihadapi tapi informan lain memiliki beberapa cara agar TBM mereka tetap berjalan. Hal ini sesuai dengan pernyataan I2, I3, I4,dan I7 berikut:


(51)

I2 : ...Makanya dilakukan kegiatan pameran buku dengan bekerja sama dengan penerbitan agar mendapatkan pendanaan mandiri, selain dari sumbangan masyarakat

I3 : Karena tidak ada perhatian dari pemerintah dalam membantu TBM kami, kami hanya mencari sponsor dari pihak swasta dan dunia usaha, meminta mereka untuk pendanaan atau pengembangan TBM I4 : Untuk mengatasi pendanaan saya atasi dengan memutar uang hasil

penjualan buku dan sedikit hasil penjualan jamu dan makanan ringan untuk membeli buku, sedangkan untuk tingkah laku pengguna hanya bisa saya diamkan saja, karena kebanyakan anak-anak yang melakukan hal tersebut, saya percaya lama kelamaan mereka akan memahami bahwa tidak baik memberantakan buku karena akan terlihat buruk.

I7 : Juga bekerja sama dengan Dinas Pendidikan sehingga jumlah koleksinya bisa bertambah setiap tahunnya, itu mitra kita. Kemudian saya dari kelurahan, kita dapat kipas angin. Kalau dana mungkin juga tidak ya, dari kelurahan dan bantuan atau sumbangan dari masyarakat seperti salah satu masyarakat yang mencalonkan diri sebagai calon legislatif maka kami dapat pendanaan setiap bulan Cara Informan 5 mengatasi yaitu tentang tenaga personal untuk menjaga TBM dengan cara meminta pihak keluarga secara berganti menunggu TBM. (Pernyataan ini merupakan data yang diperhatikan oleh peneliti ketika melakukan observasi langsung ke TBM)

Dari kelima informan dapat diketahui bahwa ada upaya yang dilakukan oleh informan berdasarkan kemampuan dan keinginan mereka agar TBM tetap berjalan, hal ini terlepas dari alasan mendasar informan dalam pembangunan TBM, yang pasti keinginan kelima informan agar TBM tetap berjalan dibalik kendala yang dihadapi merupakan upaya yang perlu diapresiasi pemerintah berwenang agar dapat lebih memberikan perhatian baik dalam pendanaan maupun dalam pembinaan TBM.

4. 4 Taman Bacaan Masyarakat pada Lingkungan Masyarakat Perkotaan 4.4.1 Sambutan Masyarakat akan Kehadiran Taman Bacaan Masyarakat

Masyarakat merupakan sasaran utama dari kegiatan TBM. Masyarakat dari segala lapisan pada dasarnya dapat memanfaatkan TBM yang ada. Hanya saja tidak semua masyarakat antusias terhadap kegiatan TBM, berikut adalah


(1)

I7 : Ini waktu saya apa, tahun 2012 baru seperti ini. Awalnya tidak seperti

ini. Awalnya di depan situ, tempatnya di halaman berbaur dengan anak TK. Tapi karena kita ada masalah dengan tidak ada gudang jadi dipindah dan ditempatkan di sini. Lebih dekat dengan anak-anak sekolah kami. Ya macam perpustakaan

P : Iya, jadinya agak susah lah ya buk kalau orang-orang mau kesini. I7 : Iya memang.

P : Jadi pengelolanya ada TBM ini?

I7 : Pengelolaan ada tapi gak rutin, karena kita dasarnya begini. Jadi gak

ada ya guru-guru ini aja lagi. P : Majalah-majalahnya gitu ada buk? I7 : Majalah ada, macam Salsabillah ya.

P : Oh, jadi yang bermanfaat buat anak-anak lah ya buk. I7 : Iya yang bermanfaat bagi anak-anak.

P : Jadi yang pengguna TBM nya anak sekolah aja?

I7 : Untuk saat ini untuk anak sekolah saja, kemudian ada orangtua datang

kemari.

P : Anak sekolahnya dari umur?

I7 : Dari mulai SD sampai SMP. Kemudian kalau ada mahasiswa dari

sekolah agama.

P : Orangtua siswa iya ya buk?

I7 : Iya orangtua siswa kemudian mahasiswa. Kemudian sebahagian

masyarakat yang ingin melihat tentang budidaya tanaman, menu masakan.

P : Ada gak ini melakukan promosi untuk melakukan pengembangan TBM ini?

I7 : Untuk saat ini kami hanya untuk siswa, ada. kalau ada lomba-lomba

cerita, kemudian kemarin itu ada lomba cerdas cermat. Khusus untuk siswanya saya bikin. Kalau gak ada motivasinya anak-anak itu malas belajar, ya kan? Kalau gak ada hari ini buku cerita tentang cerita daerah.


(2)

P : Ada gak ibu punya harapan tentang pengembangan TBM di masa depan?

I7 : Kalau harapan saya sebenarnya banyak sekali kalau dikelola secara

baik, tapi tidak terlepas dari itu terlepas dari dana karena kami untuk pengembangan butuh dana. Sepertinya saya mau buat TBM yang di depan sana. Pengembangan saya tergantung dana. Konsep saya sebenarnya ingin membuka TBM di terasa yang dipeuntukan bagi masyarakat umum. Karena tanpa ilmu kalau tidak diasah itu tidak ada gunanya.

P : Dari awal berdirinya sambutan masyarakat terhadap TBM ini seperti apa ya buk?

I7 : Pada awalnya tidak dihiraukan, istilahnya gini “ah, tidak ada gunanya”.

Setelah menambah koleksi baru ada respon itupun dari orangtua siswa PAUD. Karena biasanya orang akan melihat buku dari gambar luar buku tersebut, tapi karena awalnya kami membangun TBM dengan buku-buku bekas yang mungkin kurang menarik bentuknya bagi orang menyebabkan orang hanya melewatkan saja TBM ini, namun setelah koleksi baru datang dan ditambahakan barulah ada respon masyarakat P : Dalam kegiatan TBM ada gak masyarakat dilibatkan?

I7 : Saya pikir masyarakat tidak turut terlibat dalam kegiatan TBM,

bukannya menilai negatif kepada masyarakat namun keadaan TBM kami pun belum bisa dibilang sempurna. Saya hanya melibatkan masyarakat sebagai guru di pendidikan formal kami yang digaji, sedangkan untuk pengelola TBM tidak kami sertakan masyarakat karena kami tidak memiliki dana untuk menggaji pengelola.

P : Peranan TBM bagi masyarakat bagaimana menurut ibu?

I7 : Untuk menambah wawasan, saya rasa untuk menambah pengetahuan

anak-anaknya dengan koleksi kita, gak susah lagi. Istilahnya untuk membeli lagi buku pegangan untuk anak-anaknya, khususnya untuk buku pelajaran. Untuk saat ini Allahamdulillah sudah cukup memadai. Karena masyarakat sudah mendukung dengan program kita ini, terlihat


(3)

dari mananya, terlihat dari antusiasnya, kalau ada buku-buku yang bagaimana begitu ya, dikasihnya ke kita.

P : Adakah nilai atau norma yang ingin ditanamkan kepada masyarakat dengan adanya TBM ini ya buk?

I7 : Kalau meminjam buku harus dicatat dan meminjam buku sesuai dengan

waktu yang ditentukan, ini mengajarkan kepada peminjam untuk mengikuti keteraturan peraturan yang telah ditentukan. Menurut saya dengan peraturan akan mengajarkan ketertiban bagi peminjam di TBM. Masyarakat setalah dibangun PKBM dan TBM di sini sudah banyak berubah pola pikirnya tentang pendidikan. Dan mereka jauh lebih mengerti dibanding sebelumnya tentang pentingnya pendidikan dan sosialisasi bermasyarakat.

P : Ibu sudah lama ya tinggal di sini?

I7 : Saya sudah mulai dari lahir tinggal di sini.

P : Jadi dari mulai sebelum ada TBM sampai ada TBM ada gak perubahan yang terjadi pada masyarakat?

I7 : Kalau masyarakatnya ya ada perubahanan. Tidak mau menerima

adanya perubahan, “Aku ya aku” begitu. Tapi sudah ada perubahan ya dimulai dengan adanya TBM tadi, istilahnya saya buka sekolah dan keaksaraan. Masyarakat kan tidak tahu apa-apa, istilahnya mereka membuat keterampilan dan mereka tidak bisa mengfungsikannya, maksudnya mereka gak pede gitu, padahal mereka bisa berguna bagi masyarakat lain, nah itu nilai yang ingin kita tanamkan bagi mereka itu. Jadi kita perdayakan kaum perempuannya. Itulah nilai yang saya tanamkan, supaya masyarakat ini terbuka terhadap perkembangan sekarang, dan sekarang bukan seperti dulu lagi. Gak seperti dulu lagi, kalau dulu gak apa-apa kalau gak sekolah, sekarang ini pemikiran masyarakat sudah untuk kuliah.

P : Jadi pemilihan tempat TBM nya disini, karena rumah ibu disini?

I7 : Iyalah. Karena rumah saya disini itulah ada ruang teras yang dapat


(4)

P : Tanggapan ibu tentang kaitan pendidikan nonformal dengan TBM? I7 : Pendidikan nonformal. Kalau pendidikan nonformal ya banyak sekali.

P : Jadi ada lah ya manfaat TBM dengan pendidikan nonformal?

I7 : Ya sangat banyak lah, Dengan adanya buku anak-anak dapat membaca

dan mengetahui semua hal, TBM adalah salah satu pendidikan nonformal yang menyediakan buku untuk dapat digunakan dalam menggali ilmu pengetahuan. Jadi anak-anak dapat memilih untuk membaca daripada jajan karena mereka tertarik akan isi bacaan buku. Misalnya lagi dari siswa Paket A, B dan C (pendidikan nonformal) yang hanya sedikit buku pegangannya, jadi dengan adanya TBM akan membantu siswa paket kami untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. P : Apakah TBM bisa disebut pendidikan berbasis masyarakat?

I7 : Ya itulah dia, karena dia berbaur dengan masyarakat. kalau tidak

berbaur dengan masyarakat itu namanya bukan TBM. Ya sudah tentu karena mereka yang menggunakan. Kalau bisa kita letak lah di warung-warung, karena mereka bisa langsung memanfaatkan itu. Tapi karena kita tidak ada pengelola itu, ya kalau buku gak dijaga juga ya mending kita kasih ke orang ya kan. Tapi kan gak seperti itu strateginya.

P : Soal TBM bisa gak disama kan dengan perpustakaan umum?

I7 : Kalau TBM. Sebenarnya TBM adalah taman bacaan masyarakat, kalau

perpustakaan ada ruang khususnya. Kalau perpustakaan memang sudah punya ruangan. TBM dan perpustakaan umum memiliki persamaan dan perbedaan, yang sama dari keduanya adalah sama-sama sebagai tempat membaca, menggali ilmu pengetahuan, tempat untuk kita bertemu dengan sesama teman dan membagi ilmu pengetahuan. Perbedaannya itu adalah TBM itu harus unik dan berada di tempat yang strategis agar masyarakat tertarik dan datang berkunjung dan siapa saja boleh datang ke TBM, sedangkan perpustakaan yang terletak pada tempat dan memiliki ruangan tertentu ketika masyarakat masuk akan merasa kesenjangan misalnya orang awam akan merasa minder dan segan untuk masuk. Koleksi perpustakaan sudah lebih lengkap dan koleksinya


(5)

disusun rapi dan sedangkan TBM masih belum lengkap dan tidak tersusun rapi, pengelolaan perpustakaan yang demikian harusnya bisa diterapkan ke TBM.

P : Hubungan TBM dengan perpustakaan umum atau dinas pendidikan. I7 : Sebenarnya tanpa ada izin itupun kita bisa buka TBM ini. Dinas

Pendidikan memberi perizinan untuk TBM. Sehingga TBM dapat didata, ini juga bisa memberikan keuntungan bagi TBM agar dapat dibantu dalam hal pengajuan permohonan bantuan, kegiatan sosialiasasi atau pelatihan yang diadakan.

P : Kesulitan dan kendala dalam menjalankan TBM?

I7 : Kalau kesulitan dana terutama ya, kemudian untuk pengelolaan itu

kalau kita tidak saling bekerja sama dengan aparat-aparatnya kita gak jalan, karena letaknya TBM ini kan dari keikhlasan, keikhlasanya itu apa ya banyak membantu lah, yang berguna untuk masyarakat.

P : Pengelolanya misalnya dari personalnya iya juga buk? I7 : Iya, personalnya juga itu.

P : Itu ada kendalanya, teru ada gak cara ibu untuk mengatasinya?

I7 : Kami juga bekerja sama dengan Dinas Pendidikan sehingga jumlah

koleksinya bisa bertambah setiap tahunnya, itu mitra kita. Kemudian saya dari kelurahan, kita dapat kipas angin. Kalau dana mungkin juga tidak ya, dari kelurahan dan bantuan atau sumbangan dari masyarakat seperti salah satu masyarakat yang mencalonkan diri sebagai calon legislatif maka kami dapat pendanaan setiap bulan.

P : Disini masyarakatnya untuk golongan menengah ke atas atau menengah ke bawah?

I7 : Disini untuk menenganh ke bawah.

P : Ini bukan daerah pedesaan kan?

I7 : Ini kalau kita sebut daerah pedesaan bukan, kalau perkotaan pun juga

bukan.

P : Soalnya begini buk, untuk pertanyaan selanjutnya apa pendapat anda tentang fenomena keberadaan TBM di masyarakat perkotaan?


(6)

I7 : Satu ya, saya pun juga tidak bisa mengatakan seluruhnya. Menurut saya

TBM kami juga tidak bisa disebut berada di daerah pedesaan dan juga bukan di daerah perkotaan. Dengan TBM dapat memberantas orang-orang yang mengamen karena mereka ada di mana-mana, lalu dengan adanya TBM banyak yang mengharapkan bantuan. Orang di daerah perkotaan mengetahui tentang bantuan yang diberikan pemerintah, sedangkan TBM yang berada di daerah pedesaan biasanya benar-benar hanya berlandaskan atas tindakan sosial dan keikhlasan.

P : Iya ibu, sudah selesai semua pertanyaannya. Terima kasih I7 : Iya, sama-sama.