Meskipun ada tradisi keagamaan yang dilakukan oleh golongan Sunni dan Syiah secara masing-masing, misalkan golongan Syiah setiap malam jumat
selain membaca tahlil, mereka juga membaca do’a kumail, yang konon adalah do’a yang diajarkan oleh para imam yang mereka yakini. Selain itu juga,
golongan Syiah sering mengadakan peringatan kelahiran maupun kematian para imam mereka. Kegiatan tersebut biasanya hanya dilakukan oleh intern
golongan Syiah.
59
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Setelah penulis melakukan penelitian di desa Jambesari, terus berkembangnya ajaran Sunni umumnya, dan ajaran Syiah khususnya di desa
Jambesari ini tidak lepas dari komunikasi, dan kebudayaan yang terdapat pada ajaran Sunni maupun Syiah, sehingga tidak jarang ditemukan bahwa terdapat
saling mempengaruhi antara komunikasi dan budaya dalam keseharian masyarakat golongan Sunni dan Syiah di desa Jambesari.
Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 2, Menurut teori komunikasi antarbudaya Edward T. Hall, Hall mengaitkan komunikasi dengan budaya
memiliki hubungan sangat erat. Menurutnya, communication is culture and culture is communication. Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu
mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara horizontal dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun
secara vertikal dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini terlihat pada masyarakat desa Jambesari golongan Sunni maupun Syiah. Dimana
dalam menjelaskan keyakinan ataupun ajaran yang dipahaminya, seperti memaknai kehidupan didunia, tatacara beribadah ataupun berinteraksi terhadap
sesama keyakinan ataupun berbeda keyakinan, komunikasi dijadikan alat utamanya.
Pada sisi lain, budaya merupakan norma-norma atau nilai-nilai yang dianggap sesuai untuk kelompok tertentu. Dalam ajaran Sunni dan Syiah, yang
keduanya merupakan dua aliran besar dalam Islam, memiliki kebudayaan masing-masing, yang sekilas berbeda namun pada hakikatnya sama, yakni
mengikuti al-Quran dan Sunnah Nabinya. Misalkan yang baru-baru ini dilaksanakan oleh masyarakat desa Jambesari yakni menyambut dan
merayakan salah satu hari besar dalam Islam Isra’ Mi’raj Nabi SAW.
Masyarakat desa Jambesari merayakannya dengan berkumpul dimasjid atau musholla membaca
do’a dan solawatan kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW. A.
Komunikasi Antarbudaya dan Agama Masyarakat Golongan Sunni dan Syiah di desa Jambesari
Sejak kehadirannya pada tahun 2006 di desa Jambesari, paham Syiah tidak diterima dengan baik oleh masyarakat setempat. Hal ini, diduga karena
paham Syiah memiliki ajaran yang berbeda dengan ajaran yang dipahami masyarakat setempat, khususnya ajaran dari para sesepuh desa Jambesari.
Beragam isu negatif yang ditujukan kepada masyarakat golongan Syiah, mulai dari cara shalat berbeda, memperbolehkan untuk tukar menukar istri, al-
Qu r’annya berbeda, dan isu-isu yang mengandung unsur provokatif lainnya.
Berikut hasil kutipan wawancara peneliti dengan salah seorang tokoh Syiah, Bapak Mukhlis;
“Ya tadi itu, bisa tukar menukar istri, bukan bicara mut’ah, bukan. Kalo mati dihadapkan ketimur, dibungkus kain hitam, kalo caci
maki sahabat kan lagu lama, ya paling nggak sholat jumat padahal shalat jumat, ga suka tahlil, padahal sering tahlil, kalo mati dibungkus
kain hitam, padahal kain putih meskipun ada tulisan jausyannya.
1
Beredarnya isu-isu negatif dan berbeda dengan ajaran Islam pada umumnya, yang terdengar dikalangan masyarakat Jambesari yang sengaja
disebarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab ini, menjadikan salah pahamnya masyarakat golongan non Syiah menilai masyarakat
golongan Syiah. Sehingga meletuplah kerusuhan di desa Jambesari pada tahun 2006 tersebut.
Dampak dari isu-isu provokatif tersebut, beragam perlakuan yang didapatkan dan dirasakan oleh masyarakat golongan Syiah; pembakaran
rumah milik seorang tokoh Syiah, pengajian yang dibubarkan paksa, tidak saling tegur sapa antara masyarakat golongan Syiah dengan golongan
masyarakat Sunni, hingga terputusnya tali silaturrahmi dan berakibat kehilangan pekerjaannya.
Dalam hal kekeluargaan misalnya, antara paman dengan ponakan bermusuhan karena salah satunya mengikuti ajaran Syiah yang dianggap
sesat. Muda mudi yang bertunangan pun dibatalkan karena perbedaan keyakinan tersebut. Begitu pula dalam hal pekerjaan, masyarakat Jambesari
yang mayoritas bekerja sebagai buruh tani, sulit mendapatkan pekerjaan
1
Wawancara pribadi dengan Bapak Mukhlis, tokoh masyarakat Syiah, 13 Mei 2016. Pukul 13.00 WIB.
karena perbedaan keyakinan tersebut. Seorang berpaham Sunni pemilik lahan, tidak mempekerjakan petani untuk menggarap sawahya yang berpaham Syiah,
dan begitu pun sebaliknya. Seiring berjalannya waktu, kehidupan masyarakat golongan Sunni dan
Syiah di desa Jambesari mulai kondusif, yang mulanya masyarakat tertutup sekarang sudah terbuka. Yang mulanya, masyarakat Syiah tidak mendapat
pekerjaan, sekarang mendapat pekerjaan yang layak, seperti masyarakat lain pada umumnya. Berikut kutipan wawancara peneliti dengan salah seorang
Syiah, Ahmad Rowi; “Dulu, semenjak adanya penyerangan itu masyarakat Sunni
menutup diri terhadap masyarakat Syiah, contohnya saat tahlilan, walimah kita masyarakat syiah tidak diundang, ketika bekerja pun
banyak ihwan kita tidak di percaya lagi, tapi saya tetap men-sabarkan mereka. Dan mengatakan kalo kerja ya kerja degan benar, jangan
banyak ngomong. Dan Alhamdulillah sekarang justru ihwan kita yang dipercaya sebagai kepala di sawah. Dan masyarakat disini sudah
mulai mengerti dan tidak mempermasalahkan perbedaan itu.”
2
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa, lambat laun masyarakat Jambesari memahami terkait beragamnya keyakinan dalam
Islam. Meskipun terdapat perbedaan dalam beberapa hal, masyarakat Jambesari lebih memperhatikan persamaan antara kedua keyakinan yang
berbeda ini. Seakan memang terlihat tidak acuh terhadap perbedaan, akan tetapi masyarakat Jambesari justru semakin dewasa menyikapi perbedaan
2
Wawancara Pribadi dengan Bapak Ahmad Rawi, tokoh masyarakat Syiah, 13 Mei 2016, Pukul 10.00 WIB.