Adoration of scriptures Analisis Komunikasi antarbudaya dan Agama Golongan Sunni dan Syiah

Gambar 4.2 Gambar diatas tampak masyarakat golongan Syiah sedang melaksanakan ibadah shalat Jum’at, yang merupakan kewajiban bagi umat Muslim untuk melaksanakannya. 3. Sectarian Communitarism Sectarian communitarianism adalah pemikiran KAAB yang terdiri atas nilai-nilai, persepsi, adat istiadat, kebiasaan, tradisi, kreasi, kepercayaan, pola pikir, dan perasaan yang patuh hanya kepada golongankomunitasnya saja. Lawan dari teori ini adalah Global Communitarism. Dalam Islam teori ini sejalan dengan al-Qoum. Sebagai golongan yang sama-sama besar dalam islam, tentu golongan Sunni dan Syiah memiliki pengaruh besar terhadap para penganutnya, sehingga tidak heran jika rasa cinta terhadap golongannya juga sangat besar. Di desa Jambesari, kedua penganut golongan tersebut sangat mencintai dan membangga-banggakan alirannya. Sehingga dengan adanya rasa unggul dari golongan lain tersebut, menjadikan masyarakat golongan Sunni dan Syiah konflik. Berikut kutipan wawancara dengan Bapak Mukhlis; “Kalo dulu iya, merasa paling benar sampe-sampe teman- teman disini nyari lawan untuk berdialog, sampe-sampe ada statement dari temen- temen kalo dalam Bahasa maduranya “mun lambek eberik ngakan calatong, satiyah eberik ngakan roti, yeh nyaman “kalo dulu dikasi makan kotoran, sekarang dikasi makan roti, ya merasa bangga. Terus kiyai-kiyai disini dibodoh-bodohkan sama teman- teman. “mun kiyaenah been roh buduh” kiyai kamu itu bodoh. Dan emang ada dasarnya, iya kan. Sampe terjadi gejolak. Terus saya redam, kiai dengan teman-teman saya redam. Yang mulutnya agak tajam ini dikumpulkan tiap malam ada pengkajian-pengkajian, dan sekarang sudah aman- aman sajah.” 4 Banyaknya sikap merasa dirinya paling unggul dikalangan masyarakat Syiah ini, tidak dibenarkan oleh tokoh Syiah sendiri yakni Ahmad Rawi. Sehingga beliau menekankan untuk tidak merasa unggul dan selalu menjunjung ukhuwah Islamiyah. “Ketika saya diminta berceramah, yang saya tekankan adalah ukhuwah Islamiyah. Jangan saling merasa unggul, karena kita tidak tau siapa yang lebih unggul, Itu urusan ALLAH SWT. Orang Sunni punya alesan sendiri kenapa mereka iku syiah, dan orang syiah juga punya alasan. Yah intinya jangan merasa paling benar.” 5 Sebagai salah seorang yang didengar nasehat-nasehatnya, setelah mengeluarkan statement tersebut, masyarakat golongan Syiah patuh. Sehingga mulai lebih dewasa memahami perbedaan dan selalu menjalin 4 Wawancara pribadi dengan Bapak Mukhlis, tokoh masyarakat Syiah, 13 Mei 2016. Pukul 13.00 WIB. 5 Wawancara Pribadi dengan Bapak Ahmad Rawi, tokoh masyarakat Syiah, 13 Mei 2016, Pukul 10.00 WIB. ukhuwah Islamiyah, sehingga terjalinnya komunikasi antarbudaya masyarakat golongan Sunni dan Syiah.

C. Faktor yang Mempengaruhi komunikasi Antar Budaya dan Agama

Masyarakat Golongan Sunni dan Syiah di desa Jambesari Terjalinnya kerukunan antar golongan Sunni dan Syiah di desa Jambesari, disebabkan terjalinnya komunikasi antarbudaya dan agama yang dilakukan masyarakat golongan Sunni dan Syiah dalam kehidupan sehari- harinya. Hal ini, terlihat jelas bahwa Golongan Sunni dan Syiah dalam komunikasi antarbudaya dipengaruhi beberapa faktor, yakni Faktor Kognitif, faktor gaya pribadi, dan faktor lainnya.

1. Faktor Kognitif Golongan Sunni dan Syiah

Faktor kognitif yang dimaksud adalah pengetahuan, pengalaman dan pikiran seseorang yang membentuk konsep antarbudaya. Pengetahuan akan budaya sendiri dan orang lain ini nantinya akan mempegaruhi perilaku dan efektivitas komunikasi antarbudaya. Dalam keseharian masyarakat golongan Sunni dan Syiah sama-sama telah mengetahui mengenai adanya beberapa perbedaan dalam ajaran Sunni dan Syiah. Berikut adalah hasil kutipan wawancara peneliti dengan H.Abdullah salah satu tokoh Sunni terkait adanya perbedaan antara Sunni dan Syiah: “Yah paling Adzan itu. Kalo Syiah menambahkan Hayya ala hairil Amal. Karena pake speaker jadi kedengaran. Tentang lainnya saya tidak tau, Bagaimana do’anya orang Syiah, saya tidak tau. Sepengetahuan saya sekilas, wudlu. Shalat, Cuma saya tidak pernah melihat langsung. Tetapi informasi yang beredar di masyarakat, shalatnya bisa digabung rangkos, kalau punya pekerjaan takut ga nutut waktu asharnya, jadi digabungin di waktu dzuhurnya. Seperti itu informasi yang beredar dimasyarakat. Tetapi saya tidak mengetahui bettul, yang penting shalatnya sendiri benerin. Apa yang diajarkan sesepuh dulu, itu yang di ikuti.” 6 Sadar dengan adanya perbedaan dalam kegiatan keseharian masyarakat golongan Sunni dan Syiah tidak menjadikan masyarakat kedua golongan tersebut terus-terusan mempermasalahkan perbedaan, justru mereka tidak acuh terhadap perbedaan tersebut, dan fokus untuk menjalankan ajarannya masing-masing.

2. Faktor Gaya Pribadi Golongan Sunni dan Syiah

Terjalinnya komunikasi antarbudaya juga ditentukan oleh perilaku gaya berdasarkan gaya pribadi self-oriented. Seseorang yang terlalu menampilkan self-orieted menjadikannya congkak, dan menunjukkan gagasan yang tidak menarik atau membosankan. Berikut beberapa bentuk gaya pribadi yang seringkali tampil dalam komunikasi antarpribadi, yang nantinya peneliti jadikan indikator dalam efektivnya komunikasi antarbudaya masyarakat golongan Sunni dan Syiah di desa Jambesari; a. Etnosentrisme 6 Wawancara pribadi dengan H.Abdullah, tokoh masyarakat Sunni, 10 Mei 2016. Pukul 10.00 WIB. Etnosentrisme yakni adanya perasaan lebih unggulnya golongan atau kelompok sendiri dibandingkan dengan golongan yang lainnya. Sikap demikian ini yang menjadikan sulit terjalinnya komunikasi antarbudaya. Sejak kehadirannya, pada tahun 2006 dan masyarakat Jambesari berbondong-bondong mengikuti ajaran Syiah, masyarakat golongan Syiah merasa sedang berada dijalan kebenaran, dan hanya mereka yang benar. Adanya perasaan paling benar dibandingkan dengan golongan yang lainnya ini, menyulitkan masyarakat golongan Syiah berkomunikasi dengan golongan yang lainnya. Sehingga, tidak heran jika pada tahun 2006 tersebut, masyarakat Syiah dijauhi atau bahkan terjadi konflik dengan masyarakat non-Syiah. Berikut kutipan wawancara peneliti dengan Bapak Mukhlis salah seorang tokoh Syiah; “Kalo dulu iya, merasa paling unggul. sampe-sampe teman-teman disini nyari lawan untuk berdialog, sampe-sampe ada statement dari temen-temen kalo dalam Bahasa maduranya “mun lambek eberik ngakan calatong, satiyah eberik ngakan roti, yeh nyaman “kalo dulu dikasi makan kotoran, sekarang dikasi makan roti, ya merasa bangga. Terus kiyai-kiyai disini dibodoh-bodohkan sama teman- teman. “mun kiyaenah been roh buduh” kiyai kamu itu bodoh. Dan emang ada dasarnya, iya kan. Sampe terjadi gejolak.” 7 Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat diketahui bahwa, Adanya sikap etnosentris yakni merasa paling benar yang ditunjukkan 7 Wawancara pribadi dengan Bapak Mukhlis, tokoh masyarakat Syiah, 13 Mei 2016. Pukul 13.00 WIB. masyarakat golongan Syiah terhadap ajaran agama Islammenjadikan masyarakat golongan Sunni tidak terima, sehingga meruntuhkan kerukunan dan menimbulkan konflik. Hal ini menunjukkan bahwa etnosentrisme dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi antarbudaya. b. Toleransi, Sikap Mendua dan Keluwesan Golongan Syiah yang memiliki perbedaan dalam beberapa hal dengan keyakinan golongan Sunni pada umumnya, tidak serta merta langsung diterima kehadirannya. Tidak menyapa, jaga jarak merupakan beberapa contoh yang terekam dalam keseharian masyarakat Jambesari, hal ini menunjukkan tidak efektivnya komunikasi antarbudaya kedua golongan tersebut. Namun, tingginya kesadaran masyarakat Jambesari akan toleransi dengan golongan yang berbeda, mendukung efektivnya komunikasi antarbudaya sehingga terbentuk kehidupan yang rukun. Berikut kutipan wawancara peneliti dengan H.Abdullah; “Terkait kekeluargaan, sudah tidak ada masalah apa- apa, karena masyarakat tidak memperpanjang persoalan perbedaan, ya si Sunni jalan apa adanya dengan keyakinannya dan yang Syiah juga sperti itu Tak nabheng lanjheng sudah membiarkan jalan sendiri- sendiri.” 8 8 Wawancara pribadi dengan Bapak Mukhlis, tokoh masyarakat Syiah, 13 Mei 2016. Pukul 13.00 WIB.