Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

masyarakat Syiah yang notabane bekerja sebagai buruh tani dan kuli bangunan, tidak dipercaya lagi sehingga jarang dipekerjakan. Dalam acara keIslamanpun seperti, akad nikah, selametan sunatan, perayaan maulid Nabi, dan tradisi lainnya, masyarakat Syiah tidak diundang karena sudah dianggap sesat atau bahkan kafir yakni bukan bagian dari Islam. Namun, saat ini di lingkungan ini masyarakat Sunni dan Syiah, kembali hidup rukun dengan mengedepankan persamaan dan tidak mempermasalahkan perbedaan. Pada dasarnya banyak kesamaan antara Ahlus Sunnah Wal Jamaah atau NU sebutan lain dari Sunni dengan Syi’ah. “NU itu Syi’ah minus Imamah. Syiah itu NU plus Imamah.” Demikian pernyataan populer Almarhum KH Abdurrahman Wahid Gus Dur. Selain itu Gus Dur juga pernah menyatakan bahwa NU adalah “Syi’ah Kultural”. Agus Sunyoto mengungkapkan maksud dari pernyataan Gus Dur bahwa NU adalah “Syiah kultural” dari kacamata kebudayaan. Maksudnya, tradisi keIslaman yang dijalankan orang NU memiliki kesamaan secara kultural dengan yang dijalankan orang-orang Syiah, meskipun kedua juga memiliki perbedaan. 4 Daniel dan Mahdi sebagaimana yang dikutip oleh Larry A.Samovar dkk, juga menjelaskan walaupun Sunni dan shiite Syiah memiliki perbedaan sejak tahun 632, namun Sunni dan shiite Syiah memiliki banyak kesamaan. Dalam tulisannya Daniel dan Mahdi menjelaskan, 4 Purkon Hidayat, Jalan Tasawuf Kebangsaan Gus Dur diakses pada tanggal 12 januari 2016 dari http:www.gusdurian.netid “Mereka menggunakan kitab suci yang sama qur’an, memercayai pandangan yang sama mengenai Tuhan, menghormati Nabi yang sama, melakukan shalat yang sama, berdo’a kearah yang sama kepada Tuhan yang sama, berpuasa dalam jumlah hari yang sama, dan lain.” 5 Mereka juga berbagi “etnis, bahasa, makanan, dan pakaian yang sama.” 6 Prof. Dr.Syekh Ahmad Muhammad Ahmad ath-thayyeb pun mengatakan dalam pesannya saat melakukan kunjungan ke Indonesia; Hentikan Konflik Sunni-Syiah kalian bersaudara. Grand Syekh Al-Azhar mengatakan bahwa; “Syiah beragam, namun mereka adalah saudara, mereka tetap Muslim, kita tidak bisa serta-merta menghakimi mereka keluar Islam hanya karena satu perkara. Memang tedapat sikap berlebihan, tidak di semua Syiah dan tidak semua ulama mereka demikian…..” 7 Dua aliran kepercayaan dalam Islam ini, dalam kajian komunikasi antarbudaya, dikenal dengan subkultur. Menurut porter dan Samovar subkultur, yaitu komunitas yang menjadi pembeda dengan subkultur lainnya. Dalam kebudayaan masyarakat yang ada dalam lingkungan tempat tumbuh berkembangnya komunitas tersebut ataupun ditempat lain. Adapun yang menjadi pembeda pada komunitas subbudaya adalah ras, etnik, regional, e konomi, dan bahkan perilaku sosial yang menjadikan ciri tersendiri bagi komunitas tersebut. 8 5 Samovar L.A, Richard E.P, Edwin R.Mc Daniel, Komunikasi Lintas Budaya Jakarta: Salemba Humanika. 2010, h.149. 6 Samovar L.A, Richard E.P, Edwin R.Mc Daniel, Komunikasi Lintas Budaya h.149. 7 m.republika.co.idberitadunia-IslamIslam-nusantara diakses pada tanggal, 25 Maret 2016. 8 Deddy Mulyana dan jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009 h.18. Berdasarkan pada latar belakang di atas, penulis memberi judul: KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DAN AGAMA TENTANG KERUKUNAN UMAT BERAGAMA GOLONGAN SUNNI DAN SYIAH Studi Kasus Masyarakat Desa Jambesari Kabupaten Bondowoso Jawa Timur

B. Batasan Dan Perumusan Masalah

1. Batasan Masalah Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah komunikasi yang dilakukan oleh golongan Sunni dan Syiah terkait menjalin kerukunan beragama khususnya di desa jambesari. Komunikasi yang difokuskan kepada komunikasi antarbudaya dan agamanya.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, disusunlah rumusan masalah, yaitu: 1. Bagaimana komunikasi antarbudaya dan agama golongan Sunni dan Syiah di Desa Jambesari dalam membangun kerukunan? 2. Mengapa golongan Sunni dan Syiah di Desa Jambesari berhasil membangun kerukunan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: A. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi antar budaya dan agama golongan Sunni dan Syiah tentang kerukunan di Desa Jambesari. B. Untuk mengetahui mengapa golongan Sunni dan Syiah di desa Jambesari berhasil membangun kerukunan.

D. Signifikansi Penelitian

Dilihat dari tujuan penelitian tersebut maka manfaat dari penelitian ini dapat dilihat dari segi akademis dan praktis. 1. Manfaat akademis Peneliti berharap penelitia ini memberikan konstribusi teoritis, dan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam penelitian selanjutnya dalam studi komunikasi antarbudaya dan agama, serta memberikan konstribusi pada aspek kebudayaan itu sendiri. 2. Manfaat Praktis Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang komunikasi antarbudaya dan agama masyarakat Sunni dan Syiah di Desa Jambesari dalam membangun kerukunan.

E. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. 9 Pada penelitian ini paradigma yang digunakan adalah konstruktivisme. Realitas yang ada merupakan hasil konstruksi dari kemampun berfikir seseorang. Dalam paradigma ini, perlu adanya interaksi antara peneliti yang diteliti, agar mampu merekonstruksi realitas yang diteliti melalui metode kualitatif. 10 Untuk itu peneliti akan melakukan penelitian terhadap golongan Sunni dan Syiah agar mampu merekonstruksi realitas yang ada. 2. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan sifat penelitian deskriptif. Menurut Whitney 1960 dikutip oleh Nazir, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. 11 Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, 9 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,2010 cet ke-7. h.9. 10 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, h.238. 11 Moh Nazir, Metode Penelitian Bogor: Ghalia Indonesia, 2013 Cet ke-8. h.54 serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. 12 Jenis metode penelitian kualitatif yang digunakan adalah studi kasus case study. Menurut John W. Creswell, studi kasus merupakan strategi penelitian, dimana peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses atau sekelompok individu. 13 Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan. 14 Dilihat dari objek penelitiannya, jenis studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumental tunggal single instrumental case study. Yakni penelitian studi kasus yang dilakukan dengan menggunakan kasus untuk suatu isu atau perhatian. Peneliti memperhatikan dan mengkaji suatu isu yang menarik perhatiannya, dan menggunakan sebuah kasus sebagai sarana instrument untuk menggambarkannya secara terperinci. Dalam hal ini, yakni “konflik antara masyarakat golongan Sunni dan Syiah di desa Jambesari pada tahun 2006, sebagai instrument untuk menggambarkan secara terperinci komunikasi antarbudaya dan agama 12 Moh Nazir, Metode Penelitian h.55 13 John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, Bandung: Pustaka Pelajar, 2008, h.19. 14 John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, h.19.