Jumlah dan Jangka Waktu Divestasi Modal Asing

dengan alasan kemampuan keuangan yang masih relatif terbatas. Pemerintah Indonesia telah menawarkan kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Sumbawa. Apabila tawaran yang disampaikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara ditolak oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Sumbawa, Pemerintah Indonesia harus menawarkan kepada : 1. Warga Negara Indonesia atau 2. Perusahaan Indonesia yang dikendalikan oleh Warga Negara Indonesia. Apabila Warga Negara Indonesia dan Perusahaan Indonesia yang dikendalikan Warga Negara Indonesia juga menolak, barulah PT. Newmont Nusa Tenggara menawarkannya ke Pasar Modal. Mengenai para pihak dalam divestasi saham pemerintah, ada dua pihak yang terkait yaitu pemerintah dengan pihak lainnya. Pihak lainnya meliputi: 90 1. Badan usaha; 2. BLU; 3. Pemerintah provinsikabupatenkota; 4. BLUD; 5. Badan Hukum Asing.

3. Jumlah dan Jangka Waktu Divestasi Modal Asing

Objek hukum divestasi adalah aset atau saham yang dimiliki oleh pemerintah ataupun yang dimiliki oleh penanam modal asing. Mengenai saham yang ditanamkan 90 Ibid, hal. 91. Universitas Sumatera Utara oleh penanam modal asing dalam melakukan investasi dalam berbagai bidang usaha yang terbuka untuk investasi asing, dapat 100 seratus persen modalnya dimiliki oleh investor asing dan dapat juga 80 delapan puluh persen dimiliki oleh investor asing. Apabila modal itu dimiliki oleh investor asing 100 seratus persen, maka investor asing itu harus melakukan divestasi sebanyak 51 lima puluh satu persen. Akan tetapi, apabila investasi yang ditanamkan oleh investor asing sebesar 80 delapan puluh persen, maka investor asing itu harus melakukan divestasi sahamnya sebanyak 31 tiga puluh satu persen, sementara yang 20 dua puluh persen telah dikuasai oleh badan hukum domestik. Penguasaan itu dilakukan pada saat investor asing melakukan investasi pertama kalinya karena harus melakukan kontrak joint venture perjanjian patungan antara badan hukum asing dengan badan hukum domestik. 91 Jumlah saham yang harus ditawarkan oleh penanam modal asing kepada pihak lainnya telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan kontrak karya yang dibuat dan ditandatangani antara Pemerintah Indonesia dengan penanam modal asing. Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang jumlah saham yang wajib ditawarkan oleh penanam modal asing kepada pihak lainnya, yaitu: 92 a. Pasal 27 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Ketentuan ini menggunakan kata-kata wajib memberi kesempatan partisipasi bagi modal nasional secara efektif setelah jangka waktu tertentu dan menurut imbangan yang ditetapkan oleh pemerintah. 91 Ibid, hal. 6. 92 Ibid, hal. 122. Universitas Sumatera Utara b. Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 Tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Dalam ketentuan ini diatur jumlah saham yang harus ditawarkan kepada pihak lainnya. Jumlah saham yang harus didivestasi adalah sebagian 50 lima puluh persen. c. Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada ketentuan lama, jumlah saham yang harus ditawarkan oleh penanam modal asing kepada pihak Indonesia adalah sebanyak 51 lima puluh satu persen, sementara dalam Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, jumlah saham yang ditawarkan oleh penanam modal asing kepada peserta Indonesia sebanyak 20 dua puluh persen. 93 Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 kemudian diubah dengan Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menentukan bahwa pemegang IUP dan IUPK dalam rangka penanaman modal asing setelah 5 tahun sejak berproduksi wajib melakukan divestasi sahamnya secara bertahap, sehingga pada tahun kesepuluh sahamnya paling sedikit 51 lima puluh satu persen dimiliki peserta Indonesia. Ini berarti bahwa ketentuan lama lebih menguntungkan pihak Indonesia karena penanam modal asing hanya menguasai saham sebanyak 49 empat puluh 93 Ibid, hal. 124. Universitas Sumatera Utara sembilan persen, sedangkan dalam ketentuan baru yang diuntungkan adalah penanam modal asing karena penanam modal asing dapat menguasai saham mayoritas sebanyak 60 - 80 enam puluh persen sampai delapan puluh persen. Dengan demikian, penanam modal asing akan menjadi pemilik saham minoritas. Disamping itu, yang memegang kendali perusahaan tetap pada pemegang saham mayoritas. Pandangan para ahli tentang besarnya divestasi saham sebanyak 20 dua puluh persen disajikan sebagai berikut. Tjatur Sapto Edy mengatakan bahwa: 94 “Besaran divestasi yang dibatasi hanya 20 dua puluh persen tidak sesuai dengan semangat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Suasana kebatinan yang terjadi ketika Pasal 112 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Minerba itu menghendaki kepemilikan pihak nasional, baik BUMN, BUMD, maupun swasta secara mayoritas. Jadi, sebelumnya Undang-Undang ini ingin menggedor supaya BUMN dibesarkan. Kalau dibatasi 20 dua puluh persen dan hanya menawarkan saja, artinya pemerintah tidak punya kehendak untuk memperjuangkan penguasaan tambang.” Aviliani mengatakan bahwa: 95 “Divestasi saham di sektor pertambangan lebih baik diarahkan untuk BUMN atau BUMD. Hal itu untuk menghindari penggunaan dana APBN atau APBD sebagai sumber pembiayaan saham tersebut selain itu, pembelian saham divestasi oleh pemerintah pusat atau pemerintah bisa berbahaya karena kemungkinan ada intervensi dan unsur politik di dalamnya.” 94 Ibid. 95 Ibid, hal. 125. Universitas Sumatera Utara Pri Agung Rakhmanto mengemukakan: 96 “Kendati tanggung, besaran 20 dua puluh persen memang terlihat rasional apabila hanya dilandaskan pada tujuan untuk memiliki dan mendapatkan penerimaan bagi pihak Indonesia. Namun, bila tujuan divestasi lebih pada penguasaan nasional terhadap kekayaan alam besaran itu relatif kecil. Kalau hanya untuk menambah penerimaan, 20 dua puluh persen itu masuk akal. Namun, kalau tujuannya supaya suatu saat menjadi milik nasional mesti lebih dari 20 dua puluh persen.” Disamping itu, Pri Agung Rakhmanto juga mempertanyakan rencana kebijakan pemerintah yang tidak akan menerapkan sanksi apabila divestasi tidak terealisasi sesuai dengan jadwal. Pembatasan kewajiban hanya pada tahap penawaran justru menimbulkan kesan kebijakan yang abu-abu. 97

4. Penyelesaian Sengketa dalam Kontrak Karya