Persepsi Individu Faktor perubahan
Tindakan
Gambar 2.1 Gambar Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Sumber: Glanz et, al, 2002.
2.6.3. Domain Perilaku
Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, Bloom membagi perilaku ke dalam tiga domain, yaitu 1 kognitif, 2 afektif, dan
3 psikomotor. Untuk memudahkan pengukuran, maka tiga domain ini diukur dari: pengetahuan, sikap dan tindakan.
1. Pola Pengetahuan dan Perilaku terhadap Risiko HIVAIDS Gielen dan McDonald 1996, mengungkapkan bahwa secara umum perilaku
seseorang dilandasi oleh latar belakang yang dimilikinya, termasuk pengetahuan mengenai HIVAIDS. Seseorang yang berpengetahuan HIVAIDS lebih baik
diharapkan mempunyai tingkat pemahaman dan kesadaran tentang HIVAIDS yang
Umur, jenis kelamin, etnis, kepribadian,
sosial ekonomi, pengetahuan
Menerima tindakan
Merasa terancam penyakit tertentu
Perubahan perilaku
Petunjuk aksi: − Pendidikan
− Gejala − Media Informasi
Merasa rentan terhadap penyakit
tertentu
Universitas Sumatera Utara
lebih baik, dan akhirnya diharapkan mempunyai perilaku seksual yang aman yang terhindar dari infeksi HIV. Sementara itu, Cognitive Dissonance Theori dari Festinger
1997 menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan perilakunya. Menurut teori tersebut seseorang dapat mempunyai kesejajaran dalam
pengetahuan, sikap, dan perilaku. Namun demikian, bisa juga seseorang yang mempunyai pengetahuan dan sikap positif tetapi negatif di dalam perilakunya.
Paling tidak ada 4 empat cara yang kerap dianjurkan oleh para penyuluh kesehatan bagi kelompok berisiko dalam berperilaku seks, yaitu tidak berhubungan seks
abstinence, berhubungan seks hanya dengan satu pasangan setia be faithful, bila tetap ingin membeli seks sebaiknya menggunakan kondom dan tidak menggunakan
narkoba suntik secara bersama. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKI 2002-2003
menyebutkan bahwa 59 wanita pernah kawin dan 73 pria kawin mengatakan bahwa mereka pernah mendengar tentang AIDS. Namun demikian, pengetahuan tentang cara
terpenting untuk menghindari infeksi HIV masih sangat terbatas, hanya 5 wanita dan 13 pria yang menyebutkan tentang memakai kondom, 14 wanita dan 18 pria
mengatakan tentang membatasi seks pada satu pasangan dan saling setia. Pengetahuan yang benar mengenai cara penularan HIVAIDS dapat menjadi
pedoman untuk melakukan tindak pencegahan agar tidak tertular virus tersebut. Tetapi hasil SSP 2004-2005 juga menyebutkan masih banyak responden yang mempunyai
pengetahuan yang salah tentang HIVAIDS, misalnya adalah anggapan bahwa minum
Universitas Sumatera Utara
obat dapat mencegah HIV. Pada kelompok wanita pekerja seks, angkanya mencapai 42, sedangkan pada kelompok pelautABK, sopirkernet truk yang punya anggapan
bahwa minum obat dapat mencegah HIV rata-rata di atas 30. Besarnya proporsi laki-laki sebagai pelanggan penjaja seks digambarkan dalam
report yang diterbitkan oleh AusAID 2006 berjudul “Impact of HIVAIDS 2005- 2025”, bahwa pemerintah Indonesia mengestimasi jumlah laki-laki pelanggan seks di
Indonesia mencapai 7 sampai dengan 10 juta orang. Sedangkan menurut Utomo dan Dharmaputra 2001 bahwa separuh dari laki-laki di Indonesia mengunjungi pekerja
seks setiap tahunnya. Hal ini tentu menjadi jalur yang sangat potensial untuk menyebarkan HIVAIDS melalui pelanggan penjaja seks.
Hasil SSP survei surveilance perilaku 2004-2005 pada kelompok pria menunjukkan bahwa sopirkernet truk yang membeli seks dalam setahun terakhir
meningkat dari 40 pada tahun 20022003 menjadi 59 pada tahun 20042005. sedangkan pelautABK yang membeli seks juga meningkat dari 48 menjadi 55, dan
tukang ojek meningkat dari 28 menjadi 31 pada kurun waktu yang sama. Sementara itu perilaku selalu menggunakan kondom, hanya berkisar antara 3-11. Disamping itu,
penyakit menular seksual seperti syphilis dan gonorhoe bila dikombinasikan dengan seringnya melakukan seks yang tidak aman dengan laki-laki yang sering mobile akan
menambah kerentanan penjaja seks untuk terinfeksi HIV. Hasil penelitian Departemen Kesehatan 2004, menunjukkan sekitar 42
pekerja seks di tujuh kota di Indonesia telah terinfeksi gonorrhoea. Sementara itu,
Universitas Sumatera Utara
prevalensi HIV diantara pekerja seks di sorong mencapai 17. Peningkatan kasus penularan HIV di kalangan berisiko ini menjadi salah satu indikator potensi kenaikan
yang cukup mengkhawatirkan. Sehingga meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mengenai penyakit ini melalui pendidikan dan advokasi masyarakat menjadi hal yang
utama. Tujuannya adalah untuk mencegah penyebaran epidemik lebih luas lagi. Karena jika tidak, maka stigma, diskriminasi dan ketidaktahuan akan tetap menjadi kendala
bagi upaya penanggulangan HIVAIDS. Perilaku minum alkohol juga merupakan perilaku antara untuk seseorang
tertular HIV. Dalam keadaan mabuk, maka orang akan lupa untuk menggunakan kondom pada kegiatan seks komersial. Di Afrika Selatan, perilaku minum alcohol dan
aktifitas seks yang tidak aman bahkan sudah menjadi masalah pada kelompok anak- anak yang masih sangat muda. Visser 1995, melakukan penelitian di sekolah
pendidikan dasar di Pretoria, Afrika Selatan, dan respondennya adalah murid kelas 6 dan 7. hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 27 dari anak-anak yang rata-rata
usianya 12-14 tahun ini, sudah mengkonsumsi alkohol. Sebesar 14 dari anak-anak ini pernah minum alkohol hingga mabuk dalam 30 hari terakhir. Sebagian besar alas an
anak-anak ini minum alkohol adalah untuk melupakan masalah mereka 23, dan karena mereka minum alkohol untuk bersenang-senang 21. Selain alkohol, ternyata
sekitar 7 dari anak-anak ini juga pernah menghisap ganja, dan sekitar 24 dari pelajar ini sudah aktif secara seksual, padahal sebagian besar anak-anak ini tidak mempunyai
pengetahuan tentang HIVAIDS dan cara penularannya.
Universitas Sumatera Utara
2. Sikap terhadap Risiko HIVAIDS Pengetahuan dan sikap melalui berbagai cara dapat mempengaruhi perilaku
individu, termasuk perilaku seksual. Dalam konteks pencegahan dan pengendalian HIVAIDS, maka sangat penting untuk mengetahui secara jelas tentang penyakit
tersebut dan cara-cara pencegahannya. Informasi tentang pengetahuan seks yang diperoleh dari suatu kelompok dapat menentukan perilaku seksual dan dapat digunakan
sebagai acuan untuk mengubah perilaku seksual kelompok tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Mariyah 1992 terhadap perilaku seksual buruh
bangunan migran di Denpasar menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi responden untuk mencari pekerja seks diantaranya yaitu karena pengaruh teman dan
mengendornya norma-norma yang diyakini. Selain itu, keyakinan yang kuat dapat mencegah terjadinya perilaku seksual berisiko menggunakan jasa pekerja seks dan
berganti-ganti pasangan. Penelitian yang dilakukan oleh Godin dkk. 2005 dan Stulhofer dkk. 2007 juga menyatakan bahwa sikap dan norma sosial dapat
mempengaruhi perilaku pencegahan seseorang terhadap HIV-AIDS penggunaan kondom.
Di sisi lain, hasil Survei Surveilans Perilaku SSP 2002 menemukan banyak kelompok yang berisiko sadar bahwa perilaku seksual mereka rentan terhadap
penularan HIV. Namun pada mereka yang merasa berisiko tertular HIV ini persentase perilaku seksual yang tidak aman justru lebih besar, yaitu tidak pakai kondom ketika
berhubungan seks komersil, dibanding mereka yang merasa tidak berisiko. Dari responden yang pernah berhubungan seks komersil tanpa menggunakan kondom,
Universitas Sumatera Utara
69 supirkernet truk dan 65 pelautABK merasa mereka berisiko tertular HIV Puslitkes UI, 2003.
3. Tindakan atau Praktik Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak praktik. Sikap belum tentu terwujud
dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktik atau tindakan dapat dibedakan menjadi 3
tingkatan menurut kualitasnya, yaitu : a praktik terpimpin guided response, apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan
atau menggunakan panduan; b praktik secara mekanisme mechanism, apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka
disebut praktik atau tindakan mekanis; dan c adopsi adaption adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang, artinya apa yang dilakukan tidak sekadar rutinitas
atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.
Sebuah penelitian yang dilakukan Sasongko 2000 di Jakarta tentang efek perlindungan kondom dalam pencegahan infeksi HIVAIDS telah dilakukan dengan
mengikuti 245 pasangan heteroseksual dimana salah satu dantara pasangan tersebut mengidap HIV. Studi tersebut memperlihatkan bahwa kondom digunakan secara
konsisten dalam setiap hubungan seks dan tidak ditemukan adanya penularan HIV kepada pasangannya. Sedangkan pada 121 pasangan heteroseksual lainnya yang tidak
Universitas Sumatera Utara
menggunakan kondom secara konsisten mempunyai daya perlindungan efektif terhadap terjadinya penularan HIV.
2.7. Landasan Teori