Hubungan Patron Klien antara Petani Sawit Lahan Gambut dengan Buruh Tani di Desa Rokan Baru Kecamatan Pekaitan Kabupaten Rokan Hilir
HUBUNGAN PATRON KLIEN ANTARA PETANI SAWIT LAHAN
GAMBUT DENGAN BURUH TANI DI DESA ROKAN BARU
KECAMATAN PEKAITAN KABUPATEN ROKAN HILIR
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
110901078
WAHYUDI RAMBE
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
(2)
ABSTRAK
Sudah menjadi rahasia umum apabila tanaman kelapa sawit mempunyai
multipliereffectyang sangat luas bagi perekonomian di negeri ini. Prospek baik
yang ditunjukkan oleh kelapa sawit membuat pihak pemerintah, swasta maupun
masyarakat sama-sama menjadikan kelapa sawit sebagai “tiket” menuju
kedaulatan ekonomi. Berbagai jenis lahan pun dibuka dan dimanfaatkan untuk
mengembangbiakkan tanaman ini, termasuk salah satunya yaitu lahan gambut. Di
Desa Rokan Baru, hampir seluruh masyarakatnya menggantungkan hidup dengan
membudidayakan kelapa sawit di lahan gambut. Uniknya, dalam mengembangkan
komoditas kelapa sawit tersebut, hubungan yang bersifat patron klien dibangun
oleh beberapa petani pemilik lahan kelapa sawit yang berasal dari dalam desa
dengan menjadi buruh tani kepada petani pemilik lahan kelapa sawit yang berasal
dari luar desa. Hubungan patron klien yang dibangun ini mempengaruhi
kehidupan sosial ekonomi masyarakat perkebunan kelapa sawit di Desa Rokan
Baru. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti berusaha untuk
menggambarkan pola hubungan patron klien dan implikasi dari hubungan tersebut
terhadap kontinuitas usaha dan hubungan antara petani sawit lahan gambut
dengan buruh tani.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pendekatan kualitatif yang bersifat
deskriptif. Tujuan penelitian kualitatif ini adalah untuk memahami permasalahan
yang diteliti sehingga dapat memberikan masukan gambaran yang lebih
mendalam tentang gejala-gejala dan gambaran yang akan diteliti. Adapun tujuan
penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menginterpretasikan pola hubungan
patron klien dan implikasi dari hubungan tersebut terhadap kontinuitas hubungan
antara petani sawit lahan gambut dengan buruh tani.Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan.
Lokasi penelitian adalah di Desa Rokan Baru, Kecamatan Pekaitan, Kabupaten
Rokan Hilir. Sedangkan interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan
dari setiap hasil turun lapangan.
Dari hasil temuan data di lapangan diketahui bahwa realitas hubungan
patron klien yang dinyatakan oleh Scott dengan hubungan patron klien antara
petani sawit lahan gambut dengan buruh tani memiliki kesamaan dan perbedaan.
Hubunganpatron-klien yang dinyatakan Scott memang terpresentasikan dalam
hubungan patron-klien antara petani dengan buruh tani, akan tetapi hubungan di
antara keduanya sangat terbatas hanya pada dimensi ekonomi/hubungan kerja dan
sosial saja.Hasil temuan juga menunjukkan bahwa tidak selamanya pandangan
Scott (1972) mengenai pemenuhan kebutuhan berdimensi kultural dan dimensi
obyektif sebagai faktor penentu kontinuitas hubungan patron klien. Akan tetapi
terdapat unsur lainnya yang lebih kuat, yaitu ikatan kekerabatan atau
kekeluargaan. Sebab, ikatan kekerabatan atau kekeluargaan yang terjalin antara
petani dengan buruh tani membuat hubungan patron klien tetap berlanjut
meskipun buruh tani tidak loyalitas kepada petani.
(3)
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Patron Klien antara Petani
Sawit Lahan Gambut dengan Buruh Tani di Desa Rokan Baru Kecamatan
Pekaitan Kabupaten Rokan Hilir”, guna memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara. Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis
yaitu Ayahanda Yanto Rambedan Ibunda Fatimah, sebagai tanda bakti dan rasa
terima kasih dari penulis karena ayahanda dan ibunda telah mencurahkan kasih
sayang yang tak terhingga dalam membesarkan serta mendidik penulis. Skripsi ini
juga penulis persembahkan kepada saudara/i kandung penulis, Jerry FadhliRambe,
YusnitaRambe, dan RaysaPinarikRambe, yang selama ini telah memberikan
dorongan moral kepada penulis.
Selama penulisan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan, kritikan,
motivasi, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, izinkan penulis
menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan terima kasih yang mendalam
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu
kepada: Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh wakil dekan; Ibu
Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
nasihat serta segenap ilmu pengetahuan semasa perkuliahan; Bapak Drs.
(4)
meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, memberikan masukan
serta saran dalam penulisan skripsi ini; Bapak Dr. Sismudjito, M.Si, yang telah
memberikan masukan-masukan dan pengarahan pada seminar proposal serta pada
ujian sidang meja hijau penulis; ucapan terima kasih kepada segenap dosen, staff,
dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera
Utara; Kepada teman-teman Sosiologi FISIP USU, khususnya teman-teman
angkatan 2011 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu
penulis dalam kritik, kebersamaan, dan segala dukungannya selama menuntut
ilmu di Departemen Sosiologi FISIP USU; Ucapan terima kasih juga penulis
ucapkan kepada para informan dan pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha secara maksimal,
namun penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki
banyak kekurangan, kesalahan, keterbatasan, baik dari sistematika penulisan,
materi, ataupun penyajiannya. Untuk itu saran dan kritik yang konstruktif sangat
penulis harapkan sebagai bahan evaluasi dan perbaikan penulisan skripsi ini.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, harapannya skripsi ini dapat menjadi
dasar yang baik untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya serta
bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya, terutama bagi perkembangan
bidang keilmuan sosiologi.Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan,19Oktober 2015
Penulis,
NIM. 110901078
Wahyudi Rambe
(5)
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan ... i
Abstrak ... ii
Kata Pengantar ... iii
Daftar Isi... v
Daftar Tabel ... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 12
1.3. Tujuan Penelitian... 12
1.4. Manfaat Penelitian... 12
1.5. Definisi Konsep ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep dan Pola Hubungan Patron-Klien ... 17
2.2. Implikasi Hubungan Patron-Klien ... 24
2.3. Struktur Masyarakat Agraris ... 25
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian ... 29
3.2. Lokasi Penelitian ... 29
3.3. Unit Analisis dan Informan ... 30
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 31
3.5. Interpretasi Data ... 32
3.6. Jadwal Penelitian ... 33
3.7. Keterbatasan Penelitian ... 33
BAB IV DESKRIPSI DAN HASIL ANALISIS DATA
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 35
4.1.1.
Sejarah Desa Rokan Baru ... 35
4.1.2.
Letak Geografis ... 37
4.1.3.
Komposisi Penduduk ... 38
4.1.4.
Kebudayaan ... 40
4.1.5.
Struktur Masyarakat Pertanian Desa Rokan Baru ... 41
4.2. Interpretasi Data Penelitian ... 48
4.2.1.
Karakteristik Sosial Ekonomi Petani dan Buruh Tani
Sebagai Bagian Dari Struktur Masyarakat Pertanian
Desa Rokan Baru ... 48
4.2.2.
Pola Hubungan Patron Klien antara Petani dengan Buruh
Tani ... 55
4.2.3.
Arus Pertukaran Barang atau Jasa ... 70
4.2.4.
Eksploitasi danKontinuitas Hubungan Antara Petani
(Patron) denganBuruh Tani (Klien) ... 73
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan... 80
(6)
DAFTAR PUSTAKA ... 84
(7)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 33
Tabel 4.1 Rombongan Transmigrasi yang Didatangkan ke Desa RokanBaru
Tahun 1880-1982 ... 35
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Dusun ... 39
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin ... 40
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 39
Tabel 4.8 Profil Petani Kelapa Sawit dari Luar Desa Rokan Baru
Berdasarkan Asal... 49
Tabel 4.9 Profil Petani Kelapa Sawit dari Luar Desa Rokan Baru
Berdasarkan Luas Lahan dan Penghasilan ... 51
Tabel 4.10 Jenis Usaha/ Pekerjaan Lain yang Dimiliki Petani ... 52
Tabel 4.11 Luas Lahan Buruh Tani ... 53
Tabel 4.12 Pendapatan Buruh Tani dari Hasil Perkebunan Kelapa Sawit
Milik Pribadi dan Menjadi buruh ... 55
(8)
ABSTRAK
Sudah menjadi rahasia umum apabila tanaman kelapa sawit mempunyai
multipliereffectyang sangat luas bagi perekonomian di negeri ini. Prospek baik
yang ditunjukkan oleh kelapa sawit membuat pihak pemerintah, swasta maupun
masyarakat sama-sama menjadikan kelapa sawit sebagai “tiket” menuju
kedaulatan ekonomi. Berbagai jenis lahan pun dibuka dan dimanfaatkan untuk
mengembangbiakkan tanaman ini, termasuk salah satunya yaitu lahan gambut. Di
Desa Rokan Baru, hampir seluruh masyarakatnya menggantungkan hidup dengan
membudidayakan kelapa sawit di lahan gambut. Uniknya, dalam mengembangkan
komoditas kelapa sawit tersebut, hubungan yang bersifat patron klien dibangun
oleh beberapa petani pemilik lahan kelapa sawit yang berasal dari dalam desa
dengan menjadi buruh tani kepada petani pemilik lahan kelapa sawit yang berasal
dari luar desa. Hubungan patron klien yang dibangun ini mempengaruhi
kehidupan sosial ekonomi masyarakat perkebunan kelapa sawit di Desa Rokan
Baru. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti berusaha untuk
menggambarkan pola hubungan patron klien dan implikasi dari hubungan tersebut
terhadap kontinuitas usaha dan hubungan antara petani sawit lahan gambut
dengan buruh tani.
Jenis penelitian ini adalah penelitian pendekatan kualitatif yang bersifat
deskriptif. Tujuan penelitian kualitatif ini adalah untuk memahami permasalahan
yang diteliti sehingga dapat memberikan masukan gambaran yang lebih
mendalam tentang gejala-gejala dan gambaran yang akan diteliti. Adapun tujuan
penelitian ini yaitu untuk mengetahui dan menginterpretasikan pola hubungan
patron klien dan implikasi dari hubungan tersebut terhadap kontinuitas hubungan
antara petani sawit lahan gambut dengan buruh tani.Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan.
Lokasi penelitian adalah di Desa Rokan Baru, Kecamatan Pekaitan, Kabupaten
Rokan Hilir. Sedangkan interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan
dari setiap hasil turun lapangan.
Dari hasil temuan data di lapangan diketahui bahwa realitas hubungan
patron klien yang dinyatakan oleh Scott dengan hubungan patron klien antara
petani sawit lahan gambut dengan buruh tani memiliki kesamaan dan perbedaan.
Hubunganpatron-klien yang dinyatakan Scott memang terpresentasikan dalam
hubungan patron-klien antara petani dengan buruh tani, akan tetapi hubungan di
antara keduanya sangat terbatas hanya pada dimensi ekonomi/hubungan kerja dan
sosial saja.Hasil temuan juga menunjukkan bahwa tidak selamanya pandangan
Scott (1972) mengenai pemenuhan kebutuhan berdimensi kultural dan dimensi
obyektif sebagai faktor penentu kontinuitas hubungan patron klien. Akan tetapi
terdapat unsur lainnya yang lebih kuat, yaitu ikatan kekerabatan atau
kekeluargaan. Sebab, ikatan kekerabatan atau kekeluargaan yang terjalin antara
petani dengan buruh tani membuat hubungan patron klien tetap berlanjut
meskipun buruh tani tidak loyalitas kepada petani.
(9)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Banyak program pembangunan ekonomi yang berlangsung saat ini
difokuskan pada pengembangan industrialisasi. Salah satu di antara
pengembangan bidang industrialisasi tersebut adalah pengembangan industri
pertanian yang difokuskan pada komoditas kelapa sawit.Tanaman kelapa sawit
merupakan komoditi perkebunan yang paling banyak dikembangkan di Indonesia.
Berdasarkan data Kementrian Pertanian tahun 2014, tingkat perkembangan kelapa
sawit di Indonesia terus meningkat. Jika pada tahun 1980 luas areal kelapa sawit
Indonesia sebesar 294,56 ribu hektar, maka pada tahun 2013 luas areal kelapa
sawit Indonesia telah mencapai 10,01 juta hektar. Ini menunjukkan bahwa tingkat
pertumbuhan rata-rata areal kelapa sawit Indonesia selama periode tersebut adalah
sebesar 11,51% per tahun. Perkembangan tersebut tidak hanya mengantarkan
Indonesia sebagai pemilik perkebunan kelapa sawit terluas di dunia, namun juga
mengantarkan Indonesia sebagai produsen minyak sawit nomor satu di dunia.
Pesatnya perkembangan kelapa sawit di Indonesia disebabkan oleh posisi
kelapa sawit yang mempunyai multipliereffectyang sangat luas bagi perekonomian
di negeri ini. Terhadap devisa negara misalnya. Berdasarkan data dari
KementerianPertanian
dalam Warta Ekspor Kementrian Perdagangan
(2011),perolehandevisaIndonesia dari minyak sawitsejak tahun 2003-2007
menunjukkan peningkatan. Tahun2003 nilai
ekspor CPOIndonesia
(10)
lagijadi1,59miliar dolar AStahun2005,tahun2006naiklagijadi1,99miliardolar AS
dan tahun2007mencapai3,74miliardolarAS. Di samping itu pengembangan
kelapa sawit juga terbukti mampu meningkatkan pendapatan masyarakat,
menambah lapangan pekerjaan, mengurangi kemiskinan serta mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah di sentra-sentra pengembangan kelapa sawit.
Oleh karena itu, tidak dapat disangkal bahwa kelapa sawit merupakan
komoditas perkebunan terpenting dalam pembangunan negara saat ini. Prospek
2baik yang ditunjukkan kelapa sawit membuat pihak pemerintah, swasta maupun
masyarakat sama-sama menjadikan kelapa sawit sebagai “tiket” menuju
kedaulatan ekonomi.
Provinsi Riau misalnya. Di “Negeri Lancang Kuning” ini kelapa sawit
merupakan primadona yang banyak diusahakan oleh masyarakat maupun badan
usaha. Bahkan, daerah ini memiliki luas areal perkebunan kelapa sawit terluas di
Indonesia, yakni seluas 2,3 juta hektar atau 20,96 % dari total luas perkebunan
kelapa sawit nasional. Produksi perkebunan kelapa sawit Riau juga memberikan
kontribusi terbesar terhadap produksi kelapa sawit nasional pada tahun 2013,
yakni memberikan kontribusi sebesar 6,63 juta ton atau menyumbang 26,31% dari
total produksi kelapa sawit nasional (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,
2014).
Berbicara tentang pesatnya perkembangan perkebunan kelapa sawit Riau,
maka pembicaraan selanjutnya erat kaitannya dengan pemanfaatan lahan gambut.
Karena pesatnya pengembangan kelapa sawit dan produksi kelapa sawit hanya
dapat dicapai dengan meningkatkan produktivitas atau memperluas lahan
(11)
lahan mineral atau lahan ekonomis untuk pengembangan kelapa sawit dirasa
sangat sulit. Ini dikarenakan semakin bertambahnya jumlah penduduk yang
dibarengi dengan semakin meningkatnya permintaan akan lahan. Untuk
menyiasati hal tersebut, salah satu upaya yang menonjol dan banyak dipilih oleh
pemerintah, masyarakat maupun swasta agar tetap dapat memperluas perkebunan
kelapa sawit di Provinsi Riau ini adalah dengan memanfaatkan lahan-lahan
marginal seperti lahan gambut.
Pilihan memanfaatkan lahan gambut untuk mengembangbiakkan kelapa
sawit semakin penting bagi Provinsi Riau, mengingat kawasannya memang
didominasi oleh lahan gambut. Data Dinas Perkebunan Provinsi Riau tahun 2009
menyebutkan bahwa dari 20,6 juta hektar total luas lahan gambut Indonesia,
sekitar 4,1 juta hektar (45% daratan Riau) lahan gambut berada di Provinsi Riau.
Selanjutnya juga disebutkan bahwa pemanfaatan lahan gambut untuk
pengembangan perkebunan kelapa sawit Riau telah mencapai 817.593 hektar dari
total luas perkebunan kelapa sawit Riau yang mencapai 2,3 juta hektar.
Pemanfaatan lahan gambut untuk beberapa tahun belakangan ini memang
sering diartikan sebagai kegiatan merusak lingkungan. Ini terkait dengan
maraknya aktivitas pembakaran lahan di kawasan gambut. Akan tetapi, untuk di
zaman sekarang ini, seiring dengan semakin kompleksnya kepentingan dan
kebutuhan manusia terhadap lahan, membuat posisi gambut dapat saja diartikan
menjadi banyak pengertian tergantung dari sudut mana orang memandangnya.
Seorang petani sawit, pengusaha, pakar lingkungan, pemerintah dan bahkan
seorang sosiolog memiliki pandangan yang berbeda dalam mengartikan lahan
(12)
Seorang pengusaha dapat saja mengartikan gambut sebagai sumber
komoditas hasil hutan (kayu maupun nonkayu), media tanam yang dapat diekspor,
sumber energi, atau lahan pengembangan bagi komoditas perkebunan yang lebih
luas. Pakar lingkungan dapat saja mengartikan gambut sebagai pengatur
air/hidrologi, sarana konservasi keanekaragaman hayati, serta penyerap dan
penyimpan karbon yang mampu meredam perubahan iklim global. Seorang petani
dapat saja mengartikan lahan gambut sebagai prasarana untuk budi daya.
Pemerintah dapat saja memandangnya sebagai potensi sumber daya alam yang
dapat dikelola untuk kesejahteraan rakyatnya. Sementara seorang sosiolog dapat
saja mengartikan lahan gambut sebagai lingkungan sosial di mana komunitas
hidup dan mencari penghidupan (Najiyati, S., dkk, 2005)
Gambut, memang sepotong kata yang boleh jadi tidak dimengerti
maknanya oleh kebanyakan orang tetapi menjadi banyak arti bagi yang lainnya.
Dengan predikat semacam ini, gambut terpaksa harus menampung banyak
kepentingan dan harapan. Salah satunya yaitu kepentingan petani untuk
membudayakan kelapa sawit di lahan gambut, dan harapan petani untuk hidup
sejahtera dengan bertani kelapa sawit di lahan gambut.
Seperti halnya yang terjadi di Desa Rokan Baru Kecamatan Pekaitan
Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Hampir seluruh masyarakat di desa ini
yang menggantungkan hidupnya dengan membudidayakan kelapa sawit di lahan
gambut. Uniknya, dalam mengembangkan komoditas kelapa sawit tersebut,
petani-petani sawit di desa ini ada yang tidak hanya bergantung pada hasil
(13)
bergantung pada hasil produksi kebun kelapa sawit milik petani lainnya dengan
menjadi buruh tani.
Fenomena petani yang menjadi buruh tani ini muncul karena adanya
ketimpangan penguasaan lahan kelapa sawit di antara petani, sehingga petani yang
memiliki lahan kelapa sawit sempit terpaksa menjadi buruh tani bagi petani
kelapa sawit yang lahannya lebih luas. Sehingga, gambaran ini menunjukkan
bahwa kelapa sawit tidak hanya menjadi sumber mata pencaharian masyarakat
petani Desa Rokan Baru, tetapi juga menjadi basis terbentuknya pelapisan dalam
hubungan-hubungan sosial (struktur sosial) yang berlandaskan pada
kepemilikan/penguasaan terhadap sumber daya agraria (lahan kelapa sawit).
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sanderson dalam Wisadirana (2005),
masyarakat agraris adalah masyarakat yang menyandarkan hidupnya pada
pertanian, baik sebagai pemilik lahan maupun bukan pemilik lahan. Sumber daya
agrarian atau lahan digunakan secara berkesinambungan. Oleh karena itu,
gambaran struktur masyarakat agraris yang merujuk pada peta hubungan sosial di
kalangan anggota masyarakat agraris akan bertumpu pada posisi para petani
dalam penguasaan sumber daya agraria, baik dalam penguasaan tetap maupun
penguasaan sementara.
Singkatnya, Berlandaskan pada pemikiran Sanderson di atas, adapun
struktur masyarakat agraris di Desa Rokan Baru berdasarkan hasil observasi
sementara peneliti di lapangan adalah adanya pelapisan-pelapisan sosial dalam
masyarakat desa yang terdiri dari lapisan atas (petani pemilik), dan lapisan bawah
(petani pemilik sekaligus buruh tani).Adapun yang dimaksud dengan masyarakat
(14)
sumber daya agraria hanya melalui pola pemilikan tetap (baik petani pemilik yang
lahan kelapa sawitnya diusahakan sendiri dan atau petani pemilik yang lahan
kelapa sawitnya diusahakan oleh orang lain). Sedangkan petani lapisan bawah
(pemilik sekaligus buruh tani) adalah para petani yang menguasai sumber daya
agraria melalui pola pemilikan tetap dan untuk menambah penghasilan
keluarganya, mereka juga menjalankan peranan sebagai seorang buruh tani bagi
petani lainnya (Fadjar., dkk, 2008:209-233).
Petani pemilik yang sekaligus menjadi buruh tani ini biasanya ditugaskan
oleh petani pemilik yang berasal dari luar desa atau dari luar kota yang ada di
Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Utara. Jauhnya jarak antara tempat tinggal
dengan kebun kelapa sawit, membuat petani dari luar desa/kota sangat
membutuhkan buruh tani yang berasal dari dalam desa untuk mengurusi proses
produksi kebun kelapa sawit miliknya. Tugas buruh tani ini adalah memanen,
memupuk, membersihkan, menjaga kebun dari pencurian buah sawit, hingga
menjaga kebun kelapa sawit petani pemilik dari kebakaran lahan. Menjaga kebun
kelapa sawit pemilik dari kebakaran merupakan tugas penting bagi buruh tani,
mengingat lahan gambut sangat rentan dan mudah terbakar.
Untuk menjalankan tugas-tugas tersebut, biasanya petani sawit dari luar
desa/kota menugaskan buruh tani yang masih memiliki ikatan kekerabatan,
pertemanan atau persaudaraan dengannya. Sehingga dalam perekrutan buruh,
hubungan sosial ekonomi yang dibangun di antara keduanya lebih bersifat non
formal, yang mana hubungan yang dibangun lebih fleksibel dibandingkan dengan
hubungan yang bersifat formal. Ini dikarenakan dalam perekrutan lebih
(15)
membutuhkan, yang mana satu pihak mempunyai kedudukan lebih superior dan
pihak yang lain mempunyai kedudukan inferior, dan dalam proses mencapai
kesepakatan tidak ada perjanjian tertulis hitam di atas putih, melainkan adanya
saling kepercayaan dan kesepakatan dua pihak yang saling membutuhkan.
Hubungan yang diterapkan oleh petani sawit lahan gambut dengan buruh tani di
Desa Rokan Baru ini lazim disebut dengan hubungan Patron-klien. Di mana yang
bertindak sebagai patron adalah petani sawit lahan gambut yang berasal dari luar
Desa Rokan Baru, dan yang berperan sebagai klien adalah buruh tani yang berasal
dari dalam Desa Rokan Baru.
Hubungan patron-klien adalah suatu kasus khusus dalam ikatan diadik
(dua orang) yang menyangkut suatu persahabatan, di mana individu dengan status
sosial ekonomi yang lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruh dan
sumber-sumber yang dimilikinya untuk memberikan perlindungan dan/atau keuntungan
bagi klien yang sebaliknya membalas dengan memberikan dukungan dan bantuan
secara umum, termasuk pelayanan pribadi kepada bapak (patron tadi)(James
Scott, 1994).
Penelitian mengenai hubungan patron-klien sebenarnya telah banyak
dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, dengan berbagai perbedaan hasil
mengenai basis terbentuknya hubungan patron klien, norma, dan nilai, hingga
kontinuitas hubungan antara patron dengan klien. Namun, untuk hubungan patron
klien di antara petani kelapa sawit gambut dengan buruh tani masih sangat jarang
dilakukan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Pamungkas (2013 : 01-13),
yang mengkaji hubungan antara majikan dengan buruh dalam industri makanan di
(16)
masyarakat desa, dan adanya politik balas budi yang berkembang dalam industri
ini, merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi berlangsungnya pola
hubungan patron-klien dalam industri makanan tersebut.
Dalam penelitian tersebut, Pamungkas juga melihat bahwa Hubungan
pertukaran yang terjalin dalam bentuk pemberian upah yang diterima oleh
masing-masing tenaga kerja pada tiap-tiap industri makanan sangatlah berbeda,
dan bentuk jasa patron kolektif yang diterapkan oleh pemilik industri rumah
tangga ini juga sangatlah berbeda. Adanya perbedaan tersebut dikarenakan adanya
perbedaan kapasitas ataupun kemampuan produksi pada masing-masing industri
makanan ini. Selanjutnya, Pamungkas juga melihat Adanya bentuk jaminan
penghidupan kebutuhan subsistensi dasar terutama dengan adanya jaminan akan
pekerjaan tetap dan adanya jaminan pemberian upah, jaminan atas krisis
subsistensi, perlindungan yang diberikan oleh patron kepada klien ini dapat
mengakibatkan hubungan patron-klien antara majikan dengan buruh ini dapat
berlangsung dalam waktu yang sangat lama.
Penelitian mengenai hubungan patron klien lainnya juga dilakukan oleh
Rustinsyah (2012: 92-209) yang berfokus pada hubungan antara pemelihara
ternak dengan pemilik ternak, peternak kaya dengan buruh tetap, dan peternak
dengan koperasi di Desa Telogosari Jawa Timur. Pola patron-klien antara
pemelihara ternak dan pemilik ternak terjadi karena adanya ketimpangan
ekonomi. Pemelihara ternak berusaha merawat ternak dengan baik agar
memberikan keuntungan upah dengan sistem bagi hasil dan pinjaman uang dari
(17)
kuat dan tahan lama karena mereka saling membutuhkan untuk menjaga klien
mereka.
Untuk hubungan patron-klien antara peternak kaya dengan buruh tetap,
Rustinsyah melihat bahwa hubungan di antara dua aktor tersebut tercipta karena
adanya ketimpangan sosial ekonomi (kepemilikan modal, dan penyediaan
lapangan pekerjaan) di antara keduanya. Meskipun hubungan antara peternak
kaya dengan buruh tetap didasarkan pada hubungan yang saling membutuhkan,
adakalanya hubungan di antara keduanya tidak bertahan lama karena buruh tetap
bisa mandiri atau mampu memelihara ternak sendiri, baik milik orang lain
maupun miliknya sendiri. sedangkan hubungan patron klien antara peternak
dengan koperasi susu timbul karena adanya hubungan saling membutuhkan di
antara keduanya yang disebabkan oleh kegiatan monopoli dalam pembelian susu.
Hubungan antara peternak dengan koperasi susu berlangsung stabil dan cukup
lama karena kuatnya kebutuhan antar aktor dalam kegiatan monopoli pembelian
susu tersebut.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Kusumastanto., dkk (2014:
116-135) melihat bahwa transformasi sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat
nelayan Ujung Kulon membawa perubahan signifikan pada pranata ekonomi, di
mana terjadi transformasi patronase dari berbasis moralitas menjadi berbasis
norma ekonomi pasar. Pada pranata patronase berbasis moralitas, segala aktivitas
ekonomi pertukaran dan transaksi ekonomi serta dasar pengambilan keputusan
seluruh pelaku-pelaku ekonomi sepenuhnya didasarkan nilai-nilai moralitas
ekonomi, sementara patronaseberbasis ekonomi pasar didasarkan pada
(18)
perikananyangterdiridarinelayan,juragan(pengusahaperikanan), pedagangdan
lain-lain tidak dapat menghindar dari tekanan norma ekonomi pasar. Pranata patronase
tetap merupakan suatu alternatif pranata ekonomi nelayan yang dibangun untuk
tetap bertahan dengan situasi krisis dan ketidakpastian serta mata pencaharian
yang bersifat fluktuatif. Dengan kata lain pranata ekonomi patronase merupakan
salah satu pranata ekonomi penopang sosial ekonomi nelayan, walaupun pasar
menyediakan pilihan-pilihan ekonomi yang lain.
Selanjutnya dalam penelitian tersebut, Kusumastanto., dkk, juga melihat
keterjaminan ekonomi nelayan pada pranata patronase moralitas di masa lalu lebih
memberikan jaminan keamanan ekonomi nelayan pada situasi krisis, karena
patron memberikan jaminan atas penghidupan klien relatif lebih luas. Sebaliknya,
pranata patronase berbasis norma ekonomi pasar kurang memberikan jaminan
ekonomi pada masa krisis kepada nelayan. Pada situasi di mana pranata patronase
tidak bisa sepenuhnya berfungsi sebagai institusi jaminan ekonomi nelayan, yang
dilakukan nelayan untuk tetap bertahan pada situasi ekonomi yang kurang
terjamin antara lainmengandalkan relasi ekonomi alternatifyang disediakan pasar
di luar patronase.
Dari beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai hubungan patron klien
di atas dapat terlihat bahwa konsep hubungan patron-klien terus berkembang, baik
itu dilihat dari basis terbentuknya ikatan antara patron dengan klien, dimensi
terjalinnya ikatan tersebut, hubungan pertukaran, nilai dan norma yang mengatur,
bahkan kontinuitas hubungan antara patron dengan klien. Hal ini disebabkan
karena kecenderungan hubungan patron klien ini dapat ditemukan secara meluas
(19)
industri, pertanian, bahkan pada kehidupan politik), yang secara substansial antara
kehidupan masyarakat yang satu dengan kehidupan masyarakat lainnya memiliki
perbedaan kebudayaan, nilai dan norma yang diakui, serta perubahan sosial,
politik dan ekonomi yang terjadi di dalamnya. Terkait dengan hal itu, pola
hubungan patron klien juga terjadi dalam aktivitas produksi perkebunan kelapa
sawit di lahan gambut, di mana yang terlibat dalam hubungan ini adalah petani
kelapa sawit yang berasal dari luar Desa Rokan Baru dengan buruh tani yang
berasal dari dalam desa.
Singkatnya, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola
hubungan patron-klien dalam aktivitas produksi perkebunan kelapa sawit di lahan
gambut dan untuk mengetahui implikasi dari hubungan patron klien tersebut dan
cara mengelolanya yang berpengaruh terhadap kontinuitas hubungan antara petani
sawit lahan gambut dengan buruh tani.Ketertarikan peneliti muncul karena
hubungan patron-klien ini mempengaruhi perkembangan dan kemajuan
perkebunan kelapa sawit di lahan gambut. Sebab, dengan adanya hubungan yang
baik akan mempengaruhi proses pelaksanaan produksi hasil perkebunan kelapa
sawit. Tanpa adanya hubungan yang baik, maka proses produksi tersebut tidak
akan berjalan dan berkembang. Selain itu, hubungan patron klien yang terjadi di
Desa Rokan Baru juga terbentuk karena adanya hubungan saling membutuhkan
yang sangat kuat antara si patron dengan si klien. Si patron sangat membutuhkan
klien untuk mengurus semua aktivitas produksi perkebunan sawit gambutnya dan
si klien sangat membutuhkan patron untuk mendapatkan jaminan dan
(20)
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana pola hubungan patron klien antara petani sawit lahan gambut
dengan buruh tani di Desa Rokan Baru Kecamatan Pekaitan?
2.
Bagaimana implikasi hubungan tersebut dan cara mengelolanya yang
berpengaruh terhadap kontinuitas hubungan antara petani sawit lahan
gambut dengan buruh tani?
1.3.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun yang menjadi tujuan dari
penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui dan menginterpretasikan pola hubungan patron klien
antara petani sawit lahan gambut dengan buruh tani di Desa Rokan Baru
Kecamatan Pekaitan.
2.
Untuk mengetahui dan menginterpretasikan implikasi dari hubungan
tersebut dan cara mengelolanya yang berpengaruh terhadap keberlanjutan
hubungan antara petani sawit lahan gambut dengan buruh tani.
1.4.
Manfaat Penelitian
Setiap penelitian mampu memberikan manfaat, baik untuk diri sendiri,
orang lain maupun ilmu pengetahuan. Adapun manfaat yang diharapkan dalam
(21)
1.4.1.
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah
bagi mahasiswa khususnya bagi mahasiswa Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta dapat memberikan
sumbangan pengetahuan terkait dengan hubungan patron-klien antara petani sawit
lahan gambut dengan buruh tani dalam produksi pertanian di Desa Rokan Baru
Kecamatan Pekaitan.
1.4.2.
Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis agar dapat
meningkatkan kemampuan akademis, terutama dalam hal pembuatan karya
alamiah tentang hubungan patron-klien antara petani sawit lahan gambut dengan
buruh tani dalam produksi pertanian di Desa Rokan Baru Kecamatan Pekaitan.
Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk pemerintah pusat maupun daerah
sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan yang bertujuan untuk
meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat petani sawit lahan gambut.
1.5.
Definisi Konsep
Agar penelitian tetap pada fokus kajian dan supaya tidak menimbulkan
penafsiran ganda di kemudian hari maka dibuat definisi konsep antara lain:
a.
Perkebunan Kelapa Sawit
Adalah lahan yang ditanami kelapa sawit dan dengan penggunaan lahan
terkait seperti prasarana, jalan, wilayah tepian tebing dan pencadangan
(22)
b.
Lahan Gambut
Seperti yang telah dijelaskan pada latar belakang, konsep lahan gambut
memiliki banyak pengertian. Gillbert (dalam Suwondo, 2012)
mendefinisikan lahan gambut sebagai salah satu tipe ekosistem yang
terbentuk pada kondisi anaerob (drainase buruk) di rawa pasang surut atau
lebak dan mengandung bahan organik (> 50%) dari hasil akumulasi sisa
tanaman.
Sementara itu, Najiyati, S., dkk (2005) mendefinisikan lahan gambut
sebagai ekosistem yang multifungsi, di mana sumber daya alam ini tidak
hanya sekedar berfungsi sebagai pengatur hidrologi, sarana konservasi
keanekaragaman hayati, tempat budidaya, dan sumber energi; tetapi juga
memiliki peran yang lebih besar lagi dalam perubahan iklim global karena
kemampuannya dalam menyerap dan menyimpan cadangan karbon
dunia.Dalam penelitian ini, lahan gambut didefinisikan sebagai lingkungan
sosial di mana komunitas hidup dan mencari penghidupan dengan
membudidayakan kelapa sawit di rawa pasang surut atau lebak dan
mengandung bahan organik.
c.
Pola
Pola adalah standardisasi, penggolongan, organisasi atau arah dari perilaku
(Soekanto, 1985 : 361). Pola dalam penelitian ini diarahkan pada tindakan
(action) yang berulang-ulang dan telah tertata yang dalam kesehariannya
(23)
d.
Hubungan patron klien
Hubungan patron klien yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
hubungan yang bersifat vertikal antara petani lahan gambut dengan buruh
tani. Di mana seorang individu dengan status sosial ekonomi yang lebih
tinggi (petani lahan gambut/pemilik lahan) menggunakan pengaruh dan
sumber-sumber yang dimilikinya (modal, pemasaran, jaminan
pekerjaan/upah dan jasa lainnya) kepada buruh tani yang sebaliknya
membalas dengan memberikan dukungan dan bantuan secara umum (jasa
atau tenaga kerja).
e.
Pola hubungan patron klien
Pola hubungan patron klien adalah hubungan sosial ekonomi yang
melibatkan dua aktor, di mana satu aktor memiliki peran yang lebih tinggi
dibandingkan aktor yang lain. Aktor yang lebih tinggi (patron) ini
kemudian memberikan bantuan yang diperlukan kepada aktor yang lebih
rendah (klien), sehingga secara norma aktor yang lebih rendah tersebut
merasa harus membalas kebaikan aktor yang kedudukannya lebih tinggi
tersebut.
f.
Petani pemilik.
Petani Pemilik adalah para petani pada lapisan ini menguasai sumber daya
agararia hanya melalui pola pemilikan tetap ( baik petani pemilik yang
lahannya diusahakan sendiri dan atau petani pemilik yang lahannya
(24)
g.
Petani Pemilik Sekaligus Buruh Tani
Adalah para petani yang menguasai sumber daya agraria melalui pola
pemilikan tetap. Selain itu untuk menambah penghasilan keluarganya,
(25)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Konsep dan Pola Hubungan Patron Klien
Sebelum berbicara mengenai konsep dan pola Patron-Klien, Scott (1989,
hlm 1-18) melihat bahwa petani yang berada di daerah Asia Tenggara dan
beberapa negara di Eropa seperti Prancis, Rusia dan Italia mengalami krisis
subsistensi. Scott melihat para petani mengalami situasi kekurangan pangan. Di
beberapa negara di Asia Tenggara (termasuk Indonesia; Jawa Tengah dan Jawa
Timur) lahan pertanian sering terjangkit wabah yang dapat merusak tanaman
pertanian. Selain itu, cuacayang merusak seperti banjir dan angin menjadi musuh
besar petani. Hal ini menyebabkan petani kekurangan pangan. Belum lagi
pungutan/pajak yang harus mereka berikan kepada pihak luar. Kondisi semacam
ini memaksa petani memenuhi kebutuhan keluarganya dari hasil yang ditanam
dan tidak berpikir bagaimana memperoleh keuntungan dari aktivitasbertani
mereka. Pengalaman petani yang secara turun-temurun ini, oleh Scott, kemudian
disebut sebagai enggan-risiko(risk-averse), yang pada akhirnya para petani
memiliki pola berpikir safety-firstatau dahulukan selamat dalam kehidupannya.
Petani berada pada batasan yang krusial dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya yang bersumber dari hasil bertani. Agar petani tidak berada di bawah
kebutuhan subsitensinya, mereka terkadang harus bergantung kepada jaringan
atau pun lembaga yang berada di luar keluarga petani. Seperti keluarga, kerabat,
tetangga dan sebagainya. Terkadang pula mereka tidak dapat membantu
(26)
muncullahjaringan atau lembaga yang berfungsi sebagai peredam-kejutan selama
krisis-krisis ekonomi dalam kehidupan petani (Scott, 1989, hlm 40). Mereka ini
(jaringan yang berada di luar keluarga petani) memiliki sumber daya subsitensi
yang dibutuhkan para petani. Sebagai upaya petani untuk menjaga kebutuhan
subsistensi keluarganya, para petani ini menjalin hubungan dengan jaringan atau
lembaga tersebut. Hubungan di antara keduanya kemudian berkembang dan
melahirkan hubungan yang bersifat resiprositas dan disebut dengan hubungan
patron dan klien.
Istilah “patron” berasal dari ungkapan bahasa Spanyol yang secara
etimologis berarti “seseorang yang memiliki kekuasaan (power), status,
wewenang dan pengaruh”, sedangkan “klien” berarti “bawahan atau orang yang
diperintah dan yang disuruh” (Usman, 2004:132). Teori ini hadir untuk
menjelaskan bahwa di dalam sebuah interaksi sosial masing-masing aktor
melakukan hubungan timbal balik. Hubungan ini dilakukan baik secara vertikal
(satu aktor kedudukannya lebih tinggi) maupun secara horizontal (masing-masing
aktor kedudukannya sama).
Scott (dalam Putra, 1988:2), menjabarkan makna hubungan Patron-Klien
adalah Suatu kasus khusus hubungan antar dua orang yang sebagian besar
melibatkan persahabatan instrumental, dimana seseorang yang lebih tinggi
kedudukan sosial ekonominya (patron) menggunakan pengaruh dan sumber daya
yang dimilikinya untuk memberikan perlindungan atau keuntungan atau
kedua-duanya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya (klien), yang pada
gilirannya membalas pemberian tersebut dengan memberikan dukungan yang
(27)
ini, pertukaran tersebut merupakan jalinan yang rumit dan berkelanjutan, biasanya
baru terhapus dalam jangka panjang. Imbalan yang diberikan klien bukan imbalan
berupa materi melainkan dalam bentuk lainnya. Si patron tidak akan
mengharapkan materi atau uang dari klien tapi mengharapkan imbalan lainnya
yang dibutuhkan si patron..
Pelras dalam Kausar (2009 : 16) menguraikan arti dari hubungan patron
dan klien. Menurutnya, “patron” berasal dari kata “patronus” yang berarti
“bangsawan”, sementara “klien” berasal dari kata “clien” yang berarti pengikut.
Secara rinci, Pelras mengartikan hubungan patron klien sebagai hubungan tidak
setara antara seorang bangsawan dengan sejumlah rakyat biasa sebagai
pengikutnya berdasarkan pertukaran barang dan jasa termasuk kekuasaan, yang di
dalamnya kebergantungan klien kepada patron diimbali dengan perlindungan
patron terhadap klien.
Batasan yang di kemukakan oleh Pelras itu adalah tentang eksistensi kelas
bangsawan sebagai patron, sehingga batasan patron klien yang di kemukakan oleh
Pelras tersebut hanya relevan pada masyarakat yang hubungan patron kliennya
identik dengan hubungan bangsawan dengan rakyat jelata. Hal ini berbeda dengan
pendapat Scott, yang dapat dikatakan lebih fleksibel dalam menetapkan batasan
hubungan antara patron dengan klien. Scott (1972, dalam Layn: 2008, 45)
memberikan definisi bahwa ikatan patron klien didasarkan dan berfokus pada
pertukaran yang tidak setara yang berlangsung antara kedua belah pihak, serta
tidak didasarkan pada kriteria askripsi. Oleh karena itu siapa saja yang memiliki
(28)
patron. Lebih lanjut Scott (1981) menjelaskan ciri-ciri ikatan patron klien sebagai
berikut:
1.
Karena adanya kepemilikan sumberdaya ekonomi yang tidak seimbang.
2.
Adanya hubungan resiprositas. Hubungan resiprositas adalah hubungan
yang saling menguntungkan, saling memberi dan menerima walaupun
dalam kadar yang tidakseimbang.
3.
Hubungan Loyalitas. Loyalitas adalah kesetiaan atau kepatuhan.
4.
Hubungan Personal. Hubungan personal merupakan hubungan yang
bersifat langsung dan intensif antara patron dengan klien, yang
menyebabkan hubungan terjadi tidak bersifat semata-mata bermotifkan
keuntungan saja melainkan jugamengandung unsur perasaan yang bisa
terdapat dalam hubungan yang bersifatpribadi.
Scott memberikan contoh terhadap hasil temuannya dengan melihat
hubungan timbal balik yang terjadi antara petani penggarap dengan pemilik lahan.
Supaya bisa menjadi patron, pemilik lahan memanfaatkan modal yang dimilikinya
untuk merekrut klien. Mereka memberikan pekerjaan berupa menggarap lahan
yang dimiliki patron. Selain patron juga tidak segan-segan melindungi kliennya
dengan memberikan jaminan ketika paceklik tiba maupun melindungi para
penggarap lahan terhadap makelar. Dari perlindungan inilah patron mengharapkan
hadiah dari kliennya, tergantung pada apa yang dibutuhkan oleh sang patron
kelak. Singkatnya, seorang patron menurut Scott berposisi dan berfungsi sebagai
pemberi terhadap kliennya, sedangkan klien berposisi sebagai penerima segala
(29)
yang dideteksi oleh James Scott berkaitan dengan kehidupan petani adalah
sebagai berikut:
1.
Penghidupan subsistensi dasar yaitu pemberian pekerjaan tetap atau tanah
untukbercocok tanam.
2.
Jaminan krisis subsistensi, patron menjamin dasar subsistensi bagi
kliennyadengan menyerap kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh
permasalahanpertanian (paceklik dan lain-lain) yang akan mengganggu
kehidupan kliennya.
3.
Perlindungan. Perlindungan dari tekanan luar.
4.
Makelar dan pengaruh. Patron selain menggunakan kekuatanya untuk
melindungi kliennya, ia juga dapat menggunakan kekuatannya untuk
menarikkeuntungan/hadiah dari kliennya sebagai imbalan atas
perlindungannya.
5.
Jasa patron secara kolektif. Secara internal patron sebagai kelompok
dapatmelakukan fungsi ekonomisnya secara kolektif. Yaitu mengelola
berbagai bantuan secara kolektif bagi kliennya.
Sedangkan arus dari klien ke patron, menurut James Scott adalah: Jasa
atau tenaga yang berupa keahlian teknisnya bagi kepentingan patron. Adapun
jasa-jasa tersebut berupa jasa pekerjaan dasar/pertanian, jasa tambahanbagi rumah
tangga, jasa domestik pribadi, pemberian makanan secara periodikdan lain-lain.
Dalam patron klien, hubungan dibangun tidak berdasarkan pemaksaan atau
kekerasan. Hubungan ini identik terjadi dalam bentuk hubungan pertemanan atau
hubungan yang sama-sama menguntungkan (simbiosis mutualisme). Seperti yang
(30)
mengandung dua unsur utama yaitu pertama adalah bahwa apa yang diberikan
oleh satu pihak adalah sesuatu yang berharga di mata pihak lain, entah pemberian
itu berupa barang ataupun jasa, dan bisa berbagai ragam bentuknya. Dengan
pemberian barang dan jasa pihak penerima merasa berkewajiban untuk
membalasnya, sehingga terjadi hubungan timbal balik. Kedua adanya unsur
timbal balik yang membedakan dengan hubungan yang bersifat pemaksaan atau
hubungan karena adanya wewenang formal (Putra 1988:3).
Sekalipun hubungan patron klien terbangun bukan atas dasar paksaan,
namun hubungan ini tetaplah tidak seimbang. Ketidakseimbangan terjadi karena
ada satu aktor (patron) yang mendominasi aktor yang lain (klien). Patron memiliki
sesuatu modal yang bisa ditawarkan kepada klien, sementara klien hanya bisa
memberikan hadiah sebagai bentuk timbal balik. Seperti dalam kasus petani
pemilik lahan dengan para penggarap, tentu penggarap sebagai klien lebih
tergantung kepada sang patron. Begitu juga para petani yang menjadi buruh harus
lebih meluangkan waktunya dan mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh
majikan/petani sawit lahan gambut.
Hubungan patron klien ini juga mempunyai akhir atau bisa diakhiri. Bagi
Scott, ada ambang batas yang menyebabkan seorang klien berpikir bahwa
hubungan patron klien ini telah berubah menjadi hubungan yang tidak adil dan
eksploitatif yaitu ambang batas yang berdimensi kultural dan dimensi obyektif.
Dimensi kultural di sini oleh Scott diartikan sebagai pemenuhan terhadap
kebutuhan minimum secara kultural para klien. Pemenuhan kebutuhan minimum
(31)
Sedangkan dimensi obyektif lebih cenderung kepada pemenuhan
kebutuhan dasar atau minimum yang mendasarkan pada kepuasan diri. Seperti
lahan yang cukup untuk memberi makan, memberi bantuan untuk orang sakit dll.
Jika para patron tidak sanggup memenuhi dua dimensi kebutuhan tersebut dalam
konteks kepuasan para klien, maka menurut Scott klien akan berpikir hubungan
patron klien ini menjadi hubungan yang sifatnya dominatif dan eksploitatif.
Untuk itulah dalam relasi patron klien masing-masing aktor memiliki
posisi tawar. Klien meskipun sangat bergantung kepada sang patron, tetap
memiliki posisi tawar. Begitu juga dengan patron, modal yang dimilikinya tidak
serta-merta membuatnya bisa melakukan eksploitasi kepada klien maupun
memberikan keputusan yang merugikan klien. Selama masih merasa memperoleh
keuntungan dari pihak lain, hubungan patron klien masih terus berlangsung.
Selain itu ada pendapat yang mengatakan bahwa pertukaran barang atau
jasa yang terjadi dalam hubungan patron klien adalah tidak seimbang dan tidak
menguntungkan pada dasarnya merupakan pandangan yang subyektif atau
berdasarkan perspektif luar. Perspektif semacam ini mengemuka karena hubungan
patronase terlalu diperhitungkan dan dipertimbangkan secara ekonomis. Padahal
jika diperhatikan secara lebih mendalam akan ditemukan sebuah kenyataan bahwa
bukankah hubungan tersebut tidak akan terjadi kalau masing-masing pihak yang
terlibat tidak diuntungkan. Atau dalam ungkapan lain dapat dikatakan bahwa
hubungan semacam ini dapat terus berlangsung dalam kurun waktu yang lama
(32)
2.2.
Implikasi Hubungan Patron Klien
Menurut Scott (1993) dalam pola hubungan patron klien dalam satu sisi
tidak terjadi ikatan yang bersifat eksploitasi tetapi merupakan ikatan yang sah
(legitimasi) asalkan perbandingan antara jasa/nilai yang diterima oleh klien lebih
besar dibandingkan tenaga atau biaya yang harus ia kembalikan kepada patron.
Dan ini dinamakan sebagai pola hubungan patron klien yang murni, karena di sini
patron akan bertindak sebagi penjamin penuh kebutuhan kliennya, sedangkan
klien harus bersedia secara sukarela menyediakan tenaganya bagi patron karena
terikat oleh rasa hormat pribadi dan utang budi.
Di satu sisi Scott (1994) mengatakan bahwa dalam pola hubungan patron
klien dapat menimbulkan hubungan yang bersifat eksploitasi, walaupun terdapat
situasi ketergantungan antara penyewa/penggarap (klien) dengan tuan
tanah/majikan (patron), sehingga akan berimplikasi terhadap munculnya konflik
(pertentangan) seperti kasus di Luzon Tengah Filipina, dalam hal ini terjadinya
perlawanan buruh tani terhadap majikannya. Di samping itu salah satu sebab
konflik ialah karena reaksi yang diberikan oleh dua orang (atau dua kelompok)
atau lebih dalam situasi yang sama, berbeda-beda (disogreement)/ketidaksetujuan.
Konflik juga mudah terjadi apabila prasangka telah terlalu lama berlangsung.
Eksploitasi menurut Scott (1981:239) adalah bahwa ada individu, kelompok
atau kelas yang secara tidak adil atau secara tidak wajar menarik keuntungan dari
kerja, atau atas keinginan orang lain. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam
pengertian ini ada dua cara eksploitasi. Pertama, harus dilihat sebagai suatu
(33)
dieksploitasi. Kedua, merupakan distribusi tidak wajar dari usaha dan hasilnya.
Eksploitasi berbeda dengan resiprositas dalam hubungan patron klien.
KemudianPopkin berpendapat bahwa di dalam masyarakat petani
tradisional pun motivasi orang jauh lebih banyak terarah untuk mencapai
keuntungan pribadi daripada untuk kepentingan kelompok. Hal ini mencerminkan
seorang majikan (petani pemilik kebun kelapa sawit) akan mengambil keuntungan
sebesar-besarnya dengan cara menekan biaya produksi (upah) seminimal mungkin
terhadap buruh.
2.3.
Struktur Masyarakat Agraris
Dalam proses produksi pertanian, apapun bentuk sistem
produksinya,sumberdaya agraria akan tetap menjadi kekuatan produksi penting
karena di atas sumberdaya agraria itulah kegiatan produksi dimulai dan kemudian
dari sumber daya agraria tersebutlah petani hidup serta struktur sosial masyarakat
petani terbentuk. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sanderson dalam
Wisadirana (2005), masyarakat agraris adalah masyarakat yang menyandarkan
hidupnya pada pertanian, baik sebagai pemilik lahan maupun bukan pemilik
lahan. Sumber daya agrarian atau lahan digunakan secara berkesinambungan.
Oleh karena itu, gambaran struktur masyarakat agraris yang merujuk pada peta
hubungan sosial di kalangan anggota masyarakat agraris akan bertumpu pada
posisi para petani dalam penguasaan sumber daya agraria, baik dalam penguasaan
tetap maupun penguasaan sementara. Kemudian diferensiasi struktur masyarakat
(34)
posisinya dalam penguasaan sumber daya agraria tidak sama (Wisadirana,
2005:52).
Berbasis pada pemikiran Sanderson di atas, sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Fadjar., dkk (2008 : 209 – 233) terhadap seluruh rumah tangga
petani di empat komunitas petani menunjukkan bahwa struktur sosial komunitas
petani terdiferensiasi dalam banyak lapisan. Sebagian dari lapisan-lapisan tersebut
dibangun dengan status tunggal (status dimaksud merupakan basis dasar pelapisan
masyarakat), sedangkan sebagian lapisan-lapisan lainnya dibangun dengan status
jamak atau kombinasi. Secara lebih rinci, berbagai lapisan masyarakat agraris
yang muncul dalam dua komunitas petani di lokasi penelitian tersebut adalah:
1.
Petani Pemilik. Petani pada lapisan ini menguasai sumberdaya
agrariahanya melalui mekanisme pemilikan tetap (baik petani pemilik
yanglahannya diusahakan sendiri dan/atau petani pemilik yang
lahannyadiusahakan orang lain),
2.
Petani Pemilik + Penggarap. Petani pada lapisan ini menguasai sumber
daya agraria tidak hanya melalui mekanisme pemilikan tetap tetapijuga
melalui pemilikan sementara (mengusahakan lahan milik petani
lainmelalui sistem bagi hasil, sewa, atau gadai)
3.
Petani Pemilik + Penggarap + Buruh Tani. Petani pada lapisan ini
selainmenguasai sumberdaya agraria melalui pemilikan tetap dan
pemilikansementara juga menjadi buruh tani
4.
Petani Pemilik + Buruh Tani.
Petani pada lapisan ini
menguasaisumberdaya agraria melalui pola pemilikan tetap. Selain itu,
(35)
untukmenambah penghasilan keluarganya, mereka juga menjalankan
perananseorang buruh tani.
5.
Petani Penggarap. Para petani pada lapisan ini menguasai sumber daya
agraria hanya melalui pola pemilikan sementara (dengan cara
mengusahakan lahan milik petani lain, umumnya melalui sistem bagi
hasil).
6.
Petani Penggarap + Buruh Tani. Petani pada lapisan ini menguasai
sumber daya agraria melalui mekanisme pemilikan sementara. Selain
itu,untuk menambah penghasilan keluarga, mereka juga menjalankan
peranan buruh tani.
7.
Buruh tani. Para petani pada lapisan ini benar-benar tidak menguasai
sumber daya agrarian, sehingga dapat dikategorikan sebagai bukan
pemilik lahan mutlak. Namun, mereka masih memperoleh manfaat
sumber daya agrarian dengan cara buruh tani.
Dari hasil observasi sementara yang dilakukan oleh peneliti, struktur
masyarakat pertanian di Desa Rokan Baru menunjukkan bahwa terdapat lapisan
sosial yang terdiri dari lapisan atas (petani pemilik), lapisan bawah (petani pemilik
sekaligus buruh tani). Baik itu para petani lapisan atas maupun para petani lapisan
bawah di desa ini sebagian besar memiliki kebun kelapa sawit. hanya saja orang
yang disebut sebagai petani lapisan atas di desa ini adalah petani yang memiliki
atau menggarap lahan kelapa sawit yang luas. Sedangkan petani kelas bawah
(petani sekaligus buruh tani) adalah petani yang memiliki atau menggarap lahan
kelapa sawit yang sedikit dan dikarenakan kebun kelapa sawit yang dimilikinya
(36)
dari petani dari luar desa/kota (yang biasanya masih ada ikatan persaudaraan atau
persahabatan dengannya) untuk mengelola kebun miliknya, membuat petani yang
pada awalnya berstatus sebagai petani pemilik menjadi buruh tani juga.
Di desa ini terdapat tiga kelompok buruh tani yaitu buruh tani tetap (terikat
dengan petani pemilik dan tidak bebas atau tidak dapat bekerja di lahan pertanian
siapa saja), buruh tani langganan (buruh petani yang dipakai secara tetap apabila
petani pemilik membutuhkannya untuk mengolah lahannya namun tidak terikat
dan dapat bekerja di tempat lain), dan buruh tani bebas (tidak terikat dengan
petani pemilik dan bebas bekerja di lahan pertaniaan siapa saja).
Hasil kajian Kusyrono dalam Susilowati (2005:10) menyatakan bahwa
buruh tetap bekerja pada seorang pemilik lahan untuk berbagai macam kegiatan
baik kegiatan pertanian maupun non pertanian. Penggunaan buruh tani tetap bagi
pemilik lahan adalah kepastian untuk memperoleh tenaga kerja. Penggunaan
buruh tani langganan mengandung tujuan yang sama dengan penggunaan buruh
tani tetap. Penggunaan buruh tani langganan memperlihatkan peningkatan sistem
(37)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis Penelitian
Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena,
menggambarkan mekanisme sebuah proses serta menciptakan kategori atau pola
(Bambang Prasetyo dan Lina MitafulJannah, 2005). Adapun pendekatan
penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau tulisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan menggunakan jenis penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif akan diperoleh gambaran lebih detail
hubungan patron klien antara petani sawit lahan gambut dengan buruh tani dalam
produksi pertanian.
3.2.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Desa Rokan Baru Kecamatan
Pekaitan. Dipilihnya ini sebagai lokasi penelitian dikarenakan adanya beberapa
pertimbangan: (1) Desa Rokan Baru merupakan kawasan pertanian yang lahannya
merupakan gambut: (2) terdapat hubungan sosial ekonomi antara petani sawit
(38)
3.3.
Unit Analisis dan Informan
Dalam melakukan penelitian harus mempunyai unit analisis (satuan
tertentu yang dapat dihitung sebagai subjek penelitian) dan informan yang
menjadi sumber informan dalam penelitian ini adalah:
4.1.1.
Unit Analisis
Karakteristik dari penelitian kualitatif adalah menggunakan apa yang
dimaksud dengan unit analisis. Unit analisis masalah kualitatif terdiri dari tingkat
yang sangat mikro, yaitu pikiran dan tindakan individu, sampai dengan konteks
yang paling makro, yaitu sistem dunia (Burhan Bungin, 2008). Dalam penelitian
ini yang menjadi unit analisis adalah petani sawit lahan gambut dan buruh tani.
4.1.2.
Informan
Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi yang aktual
dalam menjelaskan tentang masalah penelitian. Informan adalah orang yang
diperkirakan menguasai dan memahami data, ataupun fakta dari suatu objek
penelitian (Bungin ;2007). Dalam pemilihan informan ini, peneliti menggunakan
teknik purposive yaitu: penentuan informan tidak didasarkan atas strata, pedoman
atau wilayah tetapi berdasarkan adanya tujuan tertentu yang tetap berhubungan
dengan permasalahan penelitian, maka dalam penelitian ini, penulis menggunakan
informan kunci dan informan biasa yaitu sebagai berikut:
1.
Informan kunci, yakni petani sawit lahan gambut dan buruh tani.
2.
Informan biasa, yakni Kepala Desa Rokan Baru atau tokoh
(39)
3.4.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data
dengan dua cara yaitu:
1.
Teknik Pengumpulan Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek
penelitian melalui observasi dan wawancara, baik secara partisipatif maupun
dengan cara wawancara mendalam, maka untuk mendapatkan data pokok atau
data utama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.
Observasi atau pengamatan, adalah menggunakan indera sebagai
alat untuk melihat keseharian manusia dalam melakukan aktivitasnya.
Dengan menggunakan metode observasi, peneliti dapat
mengidentifikasi dan mengkategorikan dan melihat sejauh mana
tingkat gejala yang harus diamati dan perlu untuk diteliti. Kemudian
mendapatkan data yang lengkap berkenaan dengan masalah sosial dan
kaitannya dengan yang lainnya yang mempunyai nilai bagi kehidupan
masyarakat atau kelompok yang diteliti.
b.
Wawancara mendalam, merupakan proses Tanya jawab yang
dilakukan peneliti kepada orang yang menjadi objek penelitian atau
informan secara langsung yang berhubungan suatu masalah khusus
dengan teknik bertanya bebas dan berpedoman. Bertujuan untuk
memperoleh data dan informasi secara lengkap tentang kehidupan
sosial atau objek masalah yang akan diteliti yaitu peran serta
(40)
waktu yang lama bersama informan di lokasi penelitian. Untuk
memudahkan pewawancara dalam melakukan tanggung jawab
menggunakan alat bantu perekam atau tape recorderuntuk
memudahkan peneliti menangkap seluruh informasi yang diberikan
informan.
2.
Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang bersumber dari hasil penelitian orang lain
yang dibuat untuk maksud berbeda. Data tersebut dapat berupa fakta, tabel, dan
lain-lain. Data sekunder ini diperoleh dari studi kepustakaan dengan menghimpun
berbagai informasi dari buku-buku referensi, jurnal yang diperoleh si peneliti dari
perpustakaan ataupun internet, dan lain-lainnya yang dianggap sangat relevan
berkaitan dengan topik permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini.
3.5.
Interpretasi Data
Data yang diperoleh dalam catatan hasil wawancara dengan bantuan
catatan lapangan, hasil observasi langsung dan hasil kajian pustaka akan dibaca
dan ditelaah kembali. Kemudian selanjutnya, data-data yang sudah terkumpul
akan dilakukan analisa data. Data-data yang diperoleh tersebut akan
dikelompokkan sesuai dengan permasalahan yang telah ditetapkan, lalu
dipisahkan secara kategorial dan dicari hubungan yang muncul dari data, yang
pada akhirnya akan menghasilkan suatu analisis data yang baik serta dapat
mengungkapkan permasalahan dari penelitian yang dilakukan. Sedangkan hasil
(41)
melengkapi data. Berdasarkan data yang diperoleh akan diinterpretasikan untuk
menggambarkan dengan jelas keadaan yang ada.
3.6.
Jadwal Pelaksanaan
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
NO
Jadwal Kegiatan
Bulan ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
Pra Observasi
√
2
Acc Judul
√
3
Penyusunan Proposal Penelitian
√
√
4
Seminar Proposalpenelitian
√
5
Revisi Proposal Penelitian
√
√
6
Operasional Penelitian
√
7
Pengumpulan dan Analisis Data
√
√
8
Bimbingan Skripsi
√
√
√
9
Penulisan Laporan Penelitian
√
√
√
10 Sidang Meja Hijau
√
3.7.
Keterbatasan Penelitian
Setiap orang pasti memiliki banyak keterbatasan yang berbeda-beda,
begitu juga dengan peneliti yang memiliki banyak keterbatasan dalam penelitian
ini. Adapun yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini adalah:
1.
Faktor internal, yaitu keterbatasan yang berasal dari diri peneliti sendiri
yakni sedikitnya literatur yang diperoleh peneliti, peneliti memiliki
keterbatasan waktu dan kemampuan sehingga kurang mengerti dalam
(42)
peneliti belum dapat mendeskripsikan secara mendalam mengenai masalah
yang diteliti, sehingga analisis mengenai masalah tersebut belum
maksimal.
2.
Faktor eksternal, yaitu berupa kendala-kendala yang muncul dari luar diri
peneliti, seperti kendala waktu dan lokasi tempat tinggal informan yang
jauh (khususnya informan petani) dari lokasi penelitian, sehingga
intensitas pertemuan antara peneliti dengan informan harus memanfaatkan
waktu pertemuan dalam satu waktu. Ada pula beberapa informan yang
memiliki sikap kurang terbuka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan
(43)
BAB IV
DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1.
Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1.
Sejarah Desa Rokan Baru
Desa Rokan Baru adalah nama suatu wilayah eks transmigrasi di
Kecamatan Pekaitan Kabupaten Rokan Hilir Riau. Pada awal pembentukannya,
wilayah ini dihuni oleh masyarakat yang didatangkan secara bertahap dari Pulau
Jawa oleh Pemerintah Kabupaten Bengkalis yang dimulai pada tahun 1980 sampai
tahun 1982. Pada masa itu desa ini masih bernama “Desa Rokan Satu”.
Transmigrasi pertama didatangkan sebanyak 25 kepala keluarga yang terdiri dari
52 laki-laki dan 47 perempuan yang berasal dari Cianjur Jawa Barat, pada tanggal
21 Oktober 1980. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4.1 Rombongan Transmigrasi yang Didatangkan ke Desa Rokan Baru
Tahun 1880-1982
No
Asal Daerah
Tanggal
Kedatangan
Jumlah
KK
LK
PR
Jiwa
1
Cianjur
21-10-1980
25
52
47
99
2
Indramayu
16-11-1980
31
57
46
103
3
Cilacap I
14-12-1980
50
103
104
207
4
Batang Pekalongan
02-01-1981
23
63
47
110
5
Pati, Kudus
21-01-1981
50
109
111
220
6
Cianjur, Indramayu
05-02-1981
40
78
52
130
7
Jumbang
08-04-1981
50
97
98
195
8
Cilacap II
09-02-1981
50
137
121
258
9
Cianjur, Cirebon
17-05-1981
23
48
44
92
10 Banyuwangi
31-05-1981
58
111
107
218
11 Semarang
24-07-1981
29
59
55
114
12 Kendal
23-09-1981
18
37
42
79
13 Cianjur, Sukabumi
08-10-1981
21
53
41
94
14 Nganjuk
20-11-1981
33
70
66
136
15 Trans APPDT
24-05-1982
32
45
46
91
(44)
Masyarakat transmigrasi yang didatangkan dari beberapa daerah di Pulau
Jawa tersebut setidaknya mengisi lima dusun atau blok yang ada di Desa Rokan
Satu, yaitu:
1.
Blok A, yaitu Teluk Bano I
2.
Blok B, yaitu Rokan Baru sebagai Pusat Pemerintahan dari KSPT
3.
Blok C, Yaitu SuakTemenggung
Setengah masyarakat transmigrasi yang didatangkan pulang ke daerah
asal atau bubar.
4.
Blok D, Yaitu Pedamaran
Daerah transmigrasi ini sempat ditempati akan tetapi bubar juga
5.
Blok E yaitu Suak Air Hitam
Transmigrasi di wilayah ini tidak terealisasi
Pada awal-awal tahun kedatangan, masyarakat transmigrasi dibina untuk
mengembangkan tanaman padi atau bersawah oleh Kepala Unit Pemukiman
Transmigrasi (KUPT) dan Kelompok Kesatuan Pemukiman Transmigrasi (KSPT)
selama tiga tahun. Tahun pertama biaya hidup ditanggung oleh Pemerintah
Bengkalis, yaitu disediakan rumah pemukiman dan biaya hidup berupa beras
dengan rincian sebagai berikut:
1.
Untuk ayah (kepala keluarga) mendapatkan beras sebanyak 12 kg.
2.
Untuk ibu, mendapatkan beras sebanyak 10 kg.
3.
Untuk anak, mendapatkan beras sebanyak 7,5 kg.
Pembagian jatah hidup untuk para transmigran ini berlangsung selama 1,5
(45)
diperpanjang menjadi tiga tahun. Pada tahun 1983, Nama Desa Rokan Satu
berubah menjadi Desa Rokan Baru.
Dalam sistem pemerintahan, Penghulu atau Kepala Desa Rokan Baru yang
pertama adalah H. Cholidin. Kepala desa yang pertama ini ditunjuk oleh
Pemerintahan Bengkalis dan Departemen Transmigrasi pada tahun 1983 dengan
masa jabatan sampai dengan tahun 1989. Pada tahun 1989 Desa Rokan Baru
dipimpin oleh Nasrun, dan di gantikan oleh Salimun pada tahun 1995 sampai
dengan tahun 2005. Pada tahun 2007-2009 Desa Rokan Baru dipimpin oleh Azhar
Achmad, kemudian digantikan oleh Heridayanto pada tahun 2009-2011.
Semenjak tahun 2011 sampai sekarang, Desa Rokan Baru dipimpin oleh Marno.
4.1.2.
Letak Geografis Desa
Desa Rokan Baru terletak di Kecamatan Pekaitan Kabupaten Rokan Hilir.
Sebelumnya Desa Rokan Baru termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Bangko
Kabupaten Rokan Hilir. Kemudian pada tahun 2010 terjadi pemekaran Kecamatan
Bangko menjadikan Desa Rokan Baru sebagai bagian dari wilayah Kecamatan
Pekaitan. Saat ini Desa Rokan Baru memiliki lima dusun, yakni Dusun
RejoMulyo (Dusun I), Dusun Karang Tulus (Dusun II), Dusun Rejo Sari (Dusun
III). Total Luas wilayah yang dimiliki Desa Rokan Baru adalah seluas 7,25 Km
2.
Adapun batas-batas wiilayah Desa Rokan Baru adalah:
a.
Sebelah utara berbatasan dengan
: KepenghuluanSuakTemenggung
b.
Sebelah timur berbatasan dengan
: Kepenghuluan Rokan Baru Pesisir
c.
Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kepenghuluan Karya Mulyo Sari
(46)
Iklim Desa Rokan Baru, Sebagaimana Desa-Desa lain di wilayah
Indonesia mempunyai iklim kemarau dan penghujan, hal tersebut mempunyai
pengaruh langsung terhadap pola tanam pada lahan pertanian yang ada di Desa
Rokan Baru. Akses menuju Desa Rokan Baru dapat ditempuh melalui jalur darat
dan laut, adapun jalur laut rutenya adalah menyeberangi Sungai Rokan, melewati
Desa SuakTemenggung dan Desa Teluk Bano II. Sedangkan jalur darat rutenya
adalah melewati Blok A Teluk Bano II.
4.1.3.
Komposisi Penduduk
a.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Dusun
Desa Rokan Baru terbagi ke dalam lima wilayah dusun, dengan jumlah
penduduk ± 1598 jiwa dari 491 Kepala Keluarga. Adapun rincian jumlah
penduduk di tiap dusun adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Dusun
No
Nama Dusun
Jumlah Penduduk
Persentase
1
Rejomulyo
331
21
2
Taman Sari
352
22
3
Rejo Sari
323
20
4
Jadi Mulyo
311
19
5
Sumber Sari
281
18
Jumlah
1598
100
Sumber: Data Monografi Desa Rokan Baru Tahun 2014
Berdasarkan tabel 4. dapat kita lihat bahwa jumlah penduduk Desa Rokan
Baru yang bermukim di Dusun RejoMulyo sebesar 21%, di Dusun Taman Sari
sebesar 22%, di Dusun Rejo Sari sebesar 20%, di Dusun Jadi Mulyo sebesar 19%,
(47)
b.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
Dari 1598 jiwa penduduk Desa Rokan Baru, bila dibagi lagiberdasarkan
usia dan jenis kelamin dapat terlihat seperti pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
No
Kelompok Usia
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
Persentase
1
0 – 14
220
250
470
29%
2
15 – 64
410
474
884
55%
3
64 +
134
110
244
16%
Jumlah
764
834
1.598
100%
Sumber: Data Monografi Desa Rokan Baru Tahun 2014
Berdasarkan data jumlah penduduk di atas, kelompok usia yang paling
banyak adalah kelompok usia 15-64 tahun (55%). Jumlah penduduk usia tersebut
merupakan kelompok usia produktif atau kelompok pekerja. Kelompok usia
selanjutnya adalah kelompok usia 0-14 tahun (29%), dan yang paling sedikit
adalah kelompok usia 64 tahun ke atas (16%).
c.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Data jumlah penduduk berdasarkan usia menunjukkan bahwa jumlah
penduduk usia produktif atau kelompok pekerja berjumlah 884 jiwa. Apabila
jumlah penduduk usia produktif tersebut dibagikan lagi berdasarkan pekerjaannya
atau mata pencaharian, maka dapat terlihat seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No
Mata Pencaharian
Jumlah
Persentase
1
Petani
751
85%
2
Nelayan
20
2,3%
3
Pengusaha
11
1,23%
4
Buruh Bangunan
12
1,35%
5
Pedagang
25
2,8%
6
PNS
12
1,35%
7
TNI/POLRI
3
0,3%
(48)
Jumlah
884
100%
Sumber: Data Monografi Desa Rokan Baru Tahun 2014
Data di atas menunjukkan bahwa 85% masyarakat Desa Rokan Baru
bermata pencaharian sebagai petani, 2,3% bermata pencaharian sebagai nelayan,
1,23% bermata pencaharian sebagai pengusaha, 1,35% bermata pencaharian
sebagai buruh bangunan, 2,8% bermata pencaharian sebagai pedagang, 1,35%
bermata pencaharian sebagai pegawai negeri sipil, 0,3% bermata pencaharian
sebagai TNI/POLRI, dan 5,67% masyarakat Desa Rokan Baru termasuk ke dalam
kategori mata pencaharian lainnya. Data di atas juga menunjukkan bahwa,
masyarakat Desa Rokan Baru tidak hanya bergantung pada satu jenis mata
pencaharian saja, melainkan ada berbagai jenis mata pencaharian.
4.1.4.
Kebudayaan
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa mayoritas
masyarakat Desa Rokan Baru adalah Suku Jawa, jadi segala kebiasaan ataupun
adat istiadat yang dilakukan oleh masyarakat Desa Rokan Baru pada umumnya
berlandaskan pada kebiasaan atau adat istiadat masyarakat Suku Jawa, seperti
acara kuda lumping (diadakan setiap ada rapat atau acara-acara besar), Samroh
(Kesenian Kasidahan yang dilakukan apabila ada tamu-tamu besar atau peringatan
pada hari-hari keagamaan), peringatan 10 Ashyuro (sebagai tanda syukur atas
(1)
2 Bagaimana implikasi hubungan tersebut dan cara mengelolanya yang berpengaruh terhadap kontinuitas hubungan antara petani sawit lahan gambut dengan buruh tani?
1. Eksploitasi 1. Apakah sesuai antara pekerjaan yang anda lakukan dengan upah yang anda terima?
Jika sesuai, alasannya? Jika tidak sesuai, alasannya?
2. Pernahkah anda lalai dalam melaksanakan tugas-tugas anda sebagai buruh tani?
3. Jika pernah, kelalaian apa yang anda lakukan?
4. Apakah hal itu menyebabkan terjadinya pertentangan antara anda dengan petani pemilik (majikan)?
5. Jika iya, bagaimana
penyelesaiannya? 6. Jika tidak, alasannya? 2. Ketergantu
ngan
1. Apakah anda sangat tergantung dengan petani pemilik (majikan)? 2. Jika iya, alasannya?
3. Apakah ketergantungan ini dijadikan keuntungan bagi petani pemilik lahan (majikan)?
4. Apakah petani pemilik lahan (majikan) tergantung dengan anda (buruh tani)?
5. Jika iya, alasannya?
6. Apakah ketergantungan petani pemilik lahan (majikan) ini anda jadikan keuntungan?
3. Kontinuitas hubungan dan Usaha
1. Apakah akibat adanya
pertentangan/perselisihan dapat mengakibatkan kemandekan proses
(2)
produksi pada perkebunan petani pemilik (majikan)?
2. Apakah besar atau kecilnya hasil produksi kebun kelapa sawit milik majikan berpengaruh terhadap jumlah upah yang anda terima?
Jika berpengaruh, alasannya? Jika tidak berpengaruh, alasannya? 3. Apa yang anda lakukan, agar besar
atau kecilnya hasil produksi kebun kelapa sawit milik majikan tidak berpengaruh terhadap upah yang akan anda terima?
Daftar Pertanyaan Untuk Petani Pemilik Lahan (Majikan)
NO RUMUSAN
MASALAH
INDIKATOR PERTANYAAN PENELITIAN
1 Bagaimana pola hubungan patron klien antara petani sawit lahan gambut dengan buruh tani di Desa Rokan Baru Kecamatan Pekaitan?
1. Ketidaksei mbangan
1. Sejak kapan anda mulai mengusahakan kelapa sawit di lahan gambut?
2. Berapa total luas perkebunan kelapa sawit yang ada miliki?
3. Berapa total penghasilan yang anda peroleh dari semua perkebunan kelapa sawit yang anda miliki tersebut?
4. Di daerah mana saja lokasi perkebunan kelapa sawit yang anda miliki?
(3)
kelapa sawit, apakah anda memiliki usaha lain?
2. Ikatan 1. Berapa jumlah tenaga kerja yang anda persiapkan untuk mengelola perkebunan kelapa sawit anda?
2. Apakah tenaga kerja tersebut adalah pekerja musiman atau pekerja tetap? Jika musiman berapa banyak? Jika pekerja tetap berapa banyak? 3. Anda merekrut tenaga kerja atas
dasar ikatan apa?
3. Norma 5. Adakah syarat khusus yang harus diperhatikan oleh pekerja dalam melakukan pekerjaannya?
6. Adakah sanksi yang anda tetapkan apabila pekerja melanggar syarat khusus yang anda buat tersebut? 7. Apakah komitmen komitmen
tersebut dibuat secara tertulis atau hanya kesepakatan lisan?
4. Hubungan Timbal Balik
4. Apa yang menjadi kewajiban (tugas-tugas) anda sebagai pemilik lahan? 5. Apa yang menjadi kewajiban
pekerja?
6. Selain tenaga, para pekerja pernah memberikan apa kepada anda?
7. Mengapa anda mempekerjakan orang lain untuk mengelola perkebunan kelapa sawit anda?
5. Jaminan Sosial
7. Selain mendapatkan upah, pekerja mendapatkan apa?
(4)
implikasi hubungan tersebut dan cara
mengelolanya yang
berpengaruh terhadap kontinuitas hubungan antara petani sawit lahan gambut dengan buruh tani?
kecilnya upah yang diterima pekerja?
8. Antara anda dengan pekerja, pernah/tidak terjadi perselisihan mengenai upah?
9. Pernahkah anda memberikan sanksi kepada pekerja yang lalai dalam melaksanakan tugas-tugasnya?
10. Jika pernah, kelalaian apa yang mereka lakukan?
11. Apakah hal itu menyebabkan terjadinya pertentangan antara anda dengan pekerja?
12. Sanksi apa yang anda berikan? 13. Apakah pekerja sangat tergantung
dengan anda?
14. Jika iya, apakah ketergantungan pekerja tersebut menjadi sebuah keuntungan bagi anda?
2. Kontinuitas hubungan dan Usaha
4. Apakah akibat adanya
pertentangan/perselisihan dapat mengakibatkan kemandekan proses produksi pada perkebunan petani pemilik (majikan)?
(5)
C. Dokumentasi Lapangan
Gambar I: Anggota Bapak Ambik (Buruh Tani) sedang Mengangkut Buah Kelapa Sawit yang Dipanen dari Pohon ke Tempat Pengumpulan Sementara
Gambar II: Buah sawit yang dikumpulkan di tempat sementara kemudian dimasukkan ke dalam keranjang untuk dibawa ke tempat timbangan (pengumpulan akhir)
(6)
Gambar III: Buah kelapa sawit diangkut ke tempat timbangan (pengumpulan akhir)