Perbandingan Efikasi Diri Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Setelah Perlakuan

5.3 Perbandingan Efikasi Diri Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Setelah Perlakuan

Edukasi terpadu dengan metode DSME dilakukan oleh peneliti selama 2 minggu dengan pertemuan tiap 2 hari. Dengan materi yang diberikan adalah pengetahuan tentang DM tipe 2, diet, aktivitas fisik, senam kaki dan perawatan kaki dan manajemen stress. Edukasi diberikan secara berkelompok dengan membagi menjadi 4 kelompok kelompok 1 8 orang, kelompok 2 8 orang, kelompok 3 6 orang dan kelompok 4 5 oramg Dari hasil analisis didapatkan bahwa hasil rerata efikasi diri kelompok intervensi setelah diberi edukasi didapati bahwa p0,05 sedangkan pada kelompok kontrol didapati bahwa pvalue 0,339 p0,05. Dalam hal ini peneliti menyadari bahwa pemberian edukasi memberikan dampak peningkatan efikasi diri pada pasien DM Tipe 2. Penelitian ini dilakukan dengan metode quasi eksperimen pre and post with control group, variabel yang homogeny dan terdistribusi dengan normal menjadi syarat uji statistika dalam penelitian ini yang sudah terpenuhi. Hal ini terbukti pada analisa bivariat dilakukan uji beda mean paired t- test dan independent t-test untuk mengetahui pengaruh edukasi terpadu untuk meningkatkan efikasi diri pasien DM tipe 2 didapat p 0,05 yang artinya adaya pengaruh edukasi terhadap peningkatan efikasi diri pasien DM tipe 2 Ha diterimadengan kekuatan t=4,526 yang bermakna kelompok intervensi mengalami efikasi diri yang signifikan sedangkan kelompok kontrol tidak Universitas Sumatera Utara mengalami perubahan yang signifikan. Begitu juga pada independent t-test didapatkan bahwa nilai p value pada saat post test antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol yaitu p 0,05 dan nilai t= 4,526 dan saat follow up p0,05 dengan nilai t= 5,517 yang artinya ada peningkatan efikasi diri yang bermakna pada kelompok intervensi pada saat post test dan juga follow up dengan nilai t yang positif mnunjukkan bahwa menunjukkan bahwa peningkatan efikasi diri pada kelompok intervensi lebih besar daripada kelompok kontrol Dari hasil analisis skor efikasi diri individual yang diambil dari 6 responden 2 responden yang mengalami peningkatan efikasi diri ekstrim tinggi, 2 responden yang mengalami peningkatan efikasi diri minimal dan 2 responden yang tidak mengalami peningkatan efikasi diri terlihat bahwa responden yang antusias berupaya untuk memahami edukasi dan mencoba melakukan perubahan setelah diberi edukasi terpadu dengan metode DSME yaitu responden yang usia nya dalam rentang 34 – 65 tahun. Menurut Nugroho 2000 dalam Efendi dan Makhfudli, 2009, kelompok usia 40 – 65 tahun merupakan masa setengah umur Presenium. Menurut Papalia 2008 dalam Rondhianto, 2011, kemampuan kognitif perseptual dan numerik seseorang mengalami penurunan pada masa setengah umur, sedangkan kemampuan kognitif penalaran induktif, orientasi spasial, kosakata, dan memori verbal mengalami peningkatan. Kemampuan pemecahan masalah dan pemikiran integratif juga cenderung meningkat seiring dengan peningkatan usia karena semakin bertambah usia semakin terjadi peningkatan cristalized intelligence. Cristalized intelligence diperoleh dari Universitas Sumatera Utara pengalaman masa lalu. Cristalized intelligence akan selalu berubah karena setiap informasi baru yang diperoleh akan meningkatkan pengetahuan. Dari hasil wawancara didapatkan pasien yang mengalami peningkatan efikasi diri pada post-test dan follow up mengatakan bahwa dengan edukasi mereka dapat mengelola DM sehingga terhindar dari komplikasi dengan cara mengatur diet, aktivitas fisikolah raga, perawatan kaki, terapi obat-obatan pengelolaan stress dan juga nantinya bisa berbagi dengan keluarga ataupun teman yang juga menderita DM. Hal ini sesuai menurut PERKENI 2011 bahwa ada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu edukasi, terapi nutrisi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis. Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu 2-4 minggu. Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral OHO dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik yang berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus. 88 Universitas Sumatera Utara Perubahan prilaku pasien DM sehingga dapat mengelola kadar glukosa darah dilakukan dengan edukasi yang merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam peñatalaksanaan DM Tipe 2 dapat diberikan kepada pasien dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pasien sehingga pasien memiliki prilakun preventif dalam gaya hidupnya untuk menghindari komplikasi DM Tipe 2 jangka panjang Smletzer Bare, 2009. Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri self direction, aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru. Edukasi merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga dan masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup sehat Setiawati, 2008. Hal ini sesuai dengan pendapat Funnel et.al 2008 bahwa Diabetes Self Management Education DSME adalah suatu proses berkelanjutan yang dilakukan untuk memfasilitasi pengetahuan, keterampilan dan kemampuan pasien DM untuk melakukan perawatan mandiri. DSME dapat dilakukan di berbagai metode, bisa dilakukan secara individu maupun berkelompok. Metode individu biasanya dilakukan dalam setting rumah sakit sedangkan dalam kelompok lebih bervariatif, dapat dilakukan di rumah sakit, komunitas, group diabetes, klas atau organisasi diabetes Rickheim et al, 2002. 89 Universitas Sumatera Utara Menurut Rise et. al 2013 pengetahuan itu penting untuk membuat perubahan gaya hidup berikut pendidikan. Tiga faktor yang mempengaruhi apakah gaya hidup perubahan yang dilakukan: memperoleh pengetahuan baru, mengambil tanggung jawab, dan menerima konfirmasi dari yang sudah gaya hidup sehat. Empat faktor individu termotivasi untuk mempertahankan perubahan: dukungan dari orang lain, mengalami efek, takut komplikasi, dan pembentukan kebiasaan baru. Dan kesemuanya dapat diperoleh dengan mengikuti program DSME. Dari hasil data observasi dan absensi terlihat bahwa responden di kelompok intervensi sangat antusias mendengarkan edukasi yang diberikan oleh peneliti dan mereka sangat bersemangat untuk mengikuti edukasi selanjutnya. Sampai akhir edukasi 6 kali pertemuan seluruh responden berkenan hadir mengikuti tiap sesi edukasi yang diberikan. Edukasi dengan pendekatan prinsip DSME yang diberikan secara bertahap dan berkelanjutan, memberikan kesempatan pada responden untuk menerima dan merespon edukasi yang diterima. Sesuai dengan yang dikemukakan Notoatmodjo 2007 bahwa menerima dan merespon merupakan tingkatan sikap seseorang. Penderita akan lebih mudah menerima berbagai masukan yang diberikan karena terdapat tenggang waktu untuk memilih sikap mana yang baik untuk kesehatannya. Proses diskusi dan sharing menjadi hal yang sangat penting dalam pelaksanaan edukasi dengan pendekatan prinsip DSME yang menekankan keterlibatan penderita, penderita lain dan keluarga secara langsung. Hal ini memberikan ruang bagi responden untuk Universitas Sumatera Utara menyampaikan keluh kesahnya, bertukar informasi dan solusi, untuk kemudian diberikan motivasi dan masukan yang bersifat membangun. Hal senada juga ditemukan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Elliot, et al 2013 bahwa 309 pasien yang disurvei. Seperempat tidak menyadari bagaimana mengenali hipoglikemia, tidak bisa mengenali hiperglikemia dan lebih dari setengah tidak bisa menanggapinya. Dua belas persen dari pasien tidak memiliki strategi untuk menstabilkan darah mereka kadar glukosa. Banyak pasien yang diinginkan pendidikan kesehatan lebih lanjut. pasien yang lebih tinggi DSME maka lebih termotivasi untuk mengontrol penyakit mereka. Meningkatkan ketersediaan profesional perawatan kesehatan dengan pelatihan pendidikan diabetes spesialis, dan meningkatkan kompetensi dan minat dalam diabetes perawatan antara penyedia yang ada, akan menjadi langkah penting menuju peningkatan DSME DSME merupakan salah satu bentuk edukasi yang efektif diberikan kepada pasien DM karena pemberian DSME dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku pasien dalam melakukan perawatan mandiri. DSME bertujuan untuk mendukung pengambilan keputusan, perawatan diri, pemecahan masalah, dan kolaborasi aktif dengan tim kesehatan, sehingga dapat meningkatkan hasil klinis, status kesehatan, dan kualitas hidup Funnell et.al., 2008. Pemberian DSME dapat merubah perilaku pasien melalui informasi yang diberikan kepada pasien. Pemberian informasi kepada pasien merupakan suatu stimulus yang dapat meningkatkan pengetahuan, sehingga menimbulkan Universitas Sumatera Utara kesadaran untuk berperilaku sesuai dengan yang diharapkan. Pasien DM tipe 2 memiliki kemampuan dan respon yang berbeda terhadap stimulus yang diberikan, sehingga perilaku dan kemampuan pasien dalam melakukan perawatan mandiri juga berbeda. Pemberian DSME dapat menghasilkan berbagai outcomes, yaitu hasil jangka pendek, hasil jangka menengah, dan hasil jangka panjang. Pemberian DSME dapat memberikan banyak manfaat bagi pasien DM. Pemberian DSME dapat memberikan hasil yang positif, baik hasil jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang. Jangka pendek meliputi kontrol glikemik hemoglobin terglikosilasi dan gula darah, kontrol fisik berat badan, kadar lipid, luka pada kaki, tekanan darah, mikroalbuminuria, retinopati, modifikasi gaya hidup aktivitas fisik, diet, kebiasaan merokok, dan kontrol status mental depresi dan ansietas. Hasil jangka menengah meliputi peningkatan pengetahuan, keterampilan memecahkan masalah, kontrol gula darah secara mandiri, dan penggunaan obat-obatan, status psikologis kepercayaan diri, perilaku, koping, dan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan rutin kontrol. Hasil jangka panjang meliputi pencegahan komplikasi makrovaskular penyakit vaskuler perifer, penyakit jantung coroner penyakit serebrovaskuler, pencegahan komplikasi mikrovaskuler penurunan penglihatan, neuropati perifer, penyakit ginjal, penyakit gigi dan mulut, ulkus diabetik, dan amputasi, penurunan angka kematian, peningkatan kualitas hidup, dan perbaikan sosial ekonomi Norris et.al., 2002. Hal ini terlihat dari hasil pemeriksaan KGD yang dilakukan peneliti dari pre test, post test dan follow up, terlihat adanya perubahan rerata nilai KGD pada 92 Universitas Sumatera Utara kelompok intervensi yaitu pre test 243,67, post test 219,93 dan follow up 198,15. Sedangkan pada kelompok kontrol rerata KGD pre test 277,08, post test 261,68 dan follow up 262,72. Dari hasil diatas terlihat bahwa DSME sangat bermanfaat untuk kontrol glikemik yaitu efek jangka pendek mampu untuk mengelola kadar glukosa darah. Stipanovic 2002 meneliti pengaruh pendidikan diabetes terhadap efikasi diri dan perawatan diri pasien DM menunjukkan hasil bahwa terjadi peningkatan skor efikasi diri dan juga perawatan diri setelah responden mendapat pendidikan diabetes selama 2 bulan. Hasil penelitian juga menyimpulkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara efikasi diri dengan perawatan diri. Hal ini menunjukkan semakin baik pengetahuan dan motivasi, akan meningkatkan efikasi diri dan semakin meningkat efikasi diri seseorang maka akan meningkat pula perawatan diri yang dilakukannya. DSME yang dilakukan secara home visite, diskusi, sharing dengan penderita yang lain lebih mudah membuat responden memahami dan menerima materi untuk memori jangka panjang karena edukasi yang dilakukan bertumpu pada pendekatan interpersonal. Booklet dalam hal ini juga berperan sebagai pedoman karena didalamnya terdapat aturan, jumlah dan jenis makanan sesuai kalori yang dihabiskan dan makanan pengganti sehingga penderita dapat dengan mudah untuk melakukan perencanaan makan. Hal ini senada dengan penelitian Norris et al. 2002 yang menyatakan menyatakan bahwa pasien yang menerima intervensi edukasi menimbulkan manajemen diabetes yang lebih baik. Manajemen diabetes tersebut termasuk kepatuhan diet dan perubahan perilaku. Ketika pasien 93 Universitas Sumatera Utara menerima pembelajaran, pasien memiliki kemampuan dan tahu bagaimana cara memanajemen penyakit. Menurut Atak 2007 peningkatan efikasi diri sebagai hasil dari intervensi jangka pendek berupa edukasi karena pasien berfikir mereka bisa dengan mudah melakukan kegiatan yang diharapkan dari mereka karena pengetahuan yang didapat darin edukasi tentang pengelolaan penyakit mereka dapat mengubah perilaku manajemen diri. Pendapat diatas juga sama dengan Prinsip utama DSME menurut Funnell et.al. 2008 adalah pendidikan DM efektif dalam memperbaiki hasil klinis dan kualitas hidup pasien meskipun dalam jangka pendek, DSME telah berkembang dari model pengajaran primer menjadi lebih teoritis yang berdasarkan pada model pemberdayaan pasien, tidak ada program edukasi yang terbaik namun program edukasi yang menggabungkan strategi perilaku dan psikososial terbukti dapat memperbaiki hasil klinis, dukungan yang berkelanjutan merupakan aspek yang sangat penting untuk mempertahankan kemajuan yang diperoleh pasien selama program DSME, dan penetapan tujuan-perilaku adalah strategi efektif mendukung selfcare behavior 94 Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN