BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diabetes Mellitus
2.1.1. Definisi Menurut American Diabetes Association 2010, DM merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terkadi karena kelalaian sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya Perkeni, 2011
DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan
sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin Suyono S, dkk, 2011
2.1.2.Faktor Resiko DM PERKENI 2011 mengatakan bahwa faktor resiko dari DM adalah:
a. Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi
1 Ras dan Etnik
Ras African American, Mexican Americans, American Indians, Hawaiians dan beberapa Asian American memiliki resiko tinggi mengalami DM dan
penyakit jantungdikarenakan tingginya kadar glukosa darah, obesitas, dan jumlah populasi DM dalam etnik tersebut
12
Universitas Sumatera Utara
2 Jenis Kelamin
Kemungkinan laki-laki menderita penyakit DM lebih beresiko dari pada perempuan. Namun, jika perempuan telah menopause maka kemungkinan
menderita penyakit jantung pun ikut meningkat meskipun prevalensinya tidak setinggi laki-laki Nabyl, 2012.
3 Riwayat Keluarga DM anak penyandang diabetes
Jika terdapat salah seorang anggota keluarga yang menyandang diabetes maka kemungkinan anda untuk menyandang diabetes pun meningkat Nabyl,
2012 4
Usia Resiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Usia 5
Riwayat Melahirkan Bayi dengan BB lahir bayi 4000 gram, atau riwayat pernah menderita DM gestasional DMG
6 Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.
Bayi yang lahir dengan berat badan rendah mempunyai resiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan Berat badan normal.
b. Faktor resiko yang bisa dimodifikasi
1 Obesitas
Menurut Shai et.al 2006 dalam Yuanita 2013, orang yang mengalami obesitas akan mengalami resiko DM lebih tinggi dari orang yang tidak obesitas.
Hal tersebut dikarenakan kandungan lemak yang lebih banyak dapat menurunkan sensitivitas insulin
Universitas Sumatera Utara
2 Kurang aktivitas fisik
Aktivitas fisik merupakan faktor risiko yang dapat diubah pada penyandang DMtipe 2, sebagian melalui kerjanya terhadap sensitivitas insulin.
Akumulasi aktivitas fisik sehari-hari merupakan faktor utama yang menentukan sensitivitas insulin. Sedangkan waktu yang dihabiskan untuk bermalas-malasan,
waktu yang dihabiskan untuk aktivitas ringan, serta aktivitas sedang atau berat tidak mempengaruhi sensitivitas insulin jika disesuaikan dengan aktivitas total
Balkau et.al, 2008 3
Hipertensi Hipertensi menyebabkan resistensi insulin, dislipidemia, meningkatnya
albuminuria dan pencatatan tekanan darah selama 24 jam dengan orang yang menderita DM
4 Dislipidemia HDL 35 mgdl dan atau trigliserida 250 mgdl
5 Diet yang Tidak sehat Unhealthy diet.
Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan resiko menderita prediabetesintoleransi glukosa pada DM tipe 2 PERKENI, 2011
c. Faktor lain terkait dengan resiko diabetes
1 Pasien polycystic Ovary Syndrome PCOS atau keadaan klinis lain yang
terkait dengan resistensi insulin. PCOS merupakan kelainan endokrinopati pada wanita usia reproduksi. PCOS sering dikaitkan dengan adanya
2 Pasien Sindrom Metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu
TGT atau glukosa darah terganggu GDPT sebelumnya, pasien dengan 14
Universitas Sumatera Utara
riwayat penyakit Kardiovaskuler, seperti stroke, PJK, atau PAD peripheral arterial diseases
2.1.3. Klasifikasi PERKENI 2008 mengatakan bahwa DM terbagi dalam empat klasifikasi,
yaitu: a.
DM Tipe 1 DM tipe 1 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh
kenaikan kadar gula darah akibat destruksi kerusakan sel beta pankreas atau kelenjar ludah perut karena suatu sebab tertentu yang menyebabkan produksi
insulin tidak ada sama sekali sehingga penderita sangat memerlukan tambahan insulin dari luar.
b. DM Tipe 2
DM Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas
dan atau fungsi insulin resistensi insulin c.
DM Tipe Lain DM tipe lain adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh
kenaikan kadar gula darah akibat defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat dan zat kimia,
Universitas Sumatera Utara
infeksi, sebab imunologi yang jarang, sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
d. DM Tipe Gestasional
DM tipe gestasional adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kanaikan kadar gula darah yang terjadi pada wanita hamil, biasanya terjadi
pada usia 24 minggu masa kehamilan, dan setelah melahirkan kadar gula darah kembali normal
2.1.4. Diagnosis Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan BB yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya.
Keluhan lain dapat berupa keluhan lemas badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsu ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Yang pertama jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mgdl
sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DM. yang kedua yaitu pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mgdl dengan adanya keluhan klasik. Yang ketiga
yaitu tes toleransi glukosa oral TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitive dan spesifik disbanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan
karena membutuhkan persiapan khusus PERKENI, 2011. 16
Universitas Sumatera Utara
Hasil pemerisaan diagnostik yang tidak memenuhi criteria normal atau DM tipe 2 dapat digolongkan kelompok toleransi glukosa tergangu TGT
glukosa darah puasa terganggu GDPT.kelompok toleransi glukosa terganggu TGT yang bila setelah pemeriksaan TTGO diperoleh glukosa plasma 2 jam
setelah beban antara 140 – 199 mgdl. Kelompok glukosa darah puasa terganggu
GDPT yaitu bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa diperoleh antara 100 – 125 mgdl dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam 140 mgdl PERKENI,
2011 2.1.5. Manifestasi Klinis
Menurut Tarwoto 2012 dan Smeltzer Bare 2009, manifestasi klinis dari DM adalah:
a. sering kencingmiksi atau meningkatnya frekuensi buang air kecil poliuria
Adanya hiperglikemia menyebabkan sebagian glukosa dikeluarkan oleh ginjal bersama urin karena keterbatasan kemampuan filtrasi ginjal dan kemampuan
reabsorbsi dari tubulus ginjal. Untuk mempermudah pengeluaran glukosa maka diperlukan banyak air, sehingga frekuensi miksi menjadi meningkat
b. Meningkatnya rasa haus polidipsia
Banyaknya miksi menyebabkan tubuh kekurangan cairan dehidrasi, hal ini merangsang pusat haus yang mengakibatkan peningkatan rasa haus.
c. Peningkatan rasa lapar polipagia
Meningkatnya katabolisme, pemecahan glikogen untuk energi menyebabkan cadangan energi berkurang, keadaan ini menstimulasi pusat lapar.
Universitas Sumatera Utara
d. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan disebabkan karena banyaknya kehilangan cairan, glikogen dan cadangan trigleserida serta massa otot
e. Kelainan pada mata, penglihatan kabur
Pada kondisi kronis, keadaan hiperglikemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat, sirkulasi ke vaskuler tidak lancar, termasuk pada mata yang
dapat merusak retina serta kekeruhan pada lensa. f.
Gatal pada kulit Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal disekitar penis dan vagina. Peningkatan
glukosa darah mengakibatkan penumpukan pula pada kulit sehingga menjadi gatal, jamur dan bakteri mudah menyerang kulit.
g. Ketonuria
Ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energi, asam lemak akan dipecah menjadi keton yang kemudian berada pada darah dan dikeluarkan melalui
ginjal h.
Kelemahankeletihan Kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel, kehilangan potassium
akan membuat pasien mudah lelah dan letih i.
Terkadang tanpa gejala Pada keadaan tertentu, tubuh sudah dapat beradaptasi dengan peningkatan
glukosa darah 2.1.7. Komplikasi
Universitas Sumatera Utara
Komplikasi DM diklasifikasikan menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis:
a. Komplikasi Akut
Ada tiga komplikasi akut pada DMyang penting dan berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka waktu pendek. Ketiga
komplikasi tersebut adalah hipoglikemia, ketoasidosis diabetik dan sindrom koma hiperglikemik hiperosmolar non ketotik HHNK Smeltzer Bare, 2009
b. Komplikasi Kronis
Komplikasi ini adalah akibat lama dan beratnya hiperglikemia Bandero , Dayrit, Siswadi, 2009. Komplikasi jangka panjang atau komplikasi kronis
semakin terlihat pada penderita DM yang berumur panjang, komplikasi ini dapat menyerang semua sistem organ ditubuh. Kategori komplikasi kronis adalah
penyakit makrovaskuler, mikrovaskular dan neoropati Smeltzer Bare, 2009 2.1.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DM
tipe 2
secara umum
bertujuan untuk
meningkatkankualitas hidup pasien. Penatalaksanaan DM tipe 2 terdiri dari penatalaksanaan jangka pendek dan penatalaksanaan jangka panjang. Tujuan
penatalaksanaan jangka pendek adalah menghilangkan tanda dan gejala DM tipe 2, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa
darah. 19
Universitas Sumatera Utara
Tujuan penatalaksanaan jangka panjang adalah mencegah dan menghambat progresivitas komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler, dan
neuropati diabetik. Tujuan akhir dari penatalaksanaan DM tipe 2 adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM tipe 2 Smeltzer Bare, 2009; PERKENI, 2011.
Pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, melalui pengelolaan pasien secara
holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku Mansjoer dkk., 2005.
Menurut PERKENI 2011, ada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu edukasi, terapi nutrisi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis.
a. Edukasi
Edukasi memegang peranan yang sangat penting dalam penatalaksanaan DM tipe 2 karena pemberian edukasi kepada pasien dapat merubah perilaku
pasien dalam melakukan pengelolaan DM secara mandiri. Pemberian edukasi kepada pasien harus dilakukan dengan melihat latar belakang pasien, ras, etnis,
budaya, psikologis, dan kemampuan pasien dalam menerima edukasi. Edukasi mengenai pengelolaan DM secara mandiri harus diberikan secara bertahap yang
meliputi konsep dasar DM, pencegahan DM, pengobatan DM, dan selfcare IDF, 2005; Funnell et.al., 2008.
Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan tingkat lanjut. Materi edukasi tingkat awal meliputi perjalanan penyakit DM, perlunya
pengendalian DM, penyulit DM dan resikonya, terapi farmakologis dan 20
Universitas Sumatera Utara
nonfarmakologis, interaksi makanan, aktivitas, dan obat-obatan, cara pemantauan glukosa darah mandiri, pentingnya latihan jasmani, perawatan kaki dan cara
mengatasi hipoglikemi. Sedangkan materi edukasi lanjut meliputi mengenal dan mencegah penyulit akut DM, penatalaksanaan DM selama menderita penyakit
lain, makan di luar rumah, rencana untuk kegiatan khusus dan hasil penelitian terkini dan teknologi mutakhir PERKENI, 2011
b. Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis TNM atau diet merupakan bagian dari penatalaksanaan DM tipe 2. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari tenaga kesehatan dokter, ahli gizi, tenaga kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya. Prinsip pengaturan nutrisi pada pasien DM tipe 2
yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pengaturan jadwal, jenis, dan jumlah makanan
merupakan aspek yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama pada pasien dengan terapi insulin PERKENI, 2011; Smeltzer Bare, 2009.
Bagi pasien yang obesitas, penurunan berat badan merupakan kunci dalam penanganan DM. Secara umum penurunan berat badan bagi individu obesitas
merupakan faktor utama untuk mencegah timbulnya penyakit DM. Obesitas akan disertai peningkatan terhadap insulin dan merupakan salah satu faktor etiologi
yang menyertai DM tipe 2. Perhitungan kebutuhan kalori menggunakan rumus Brocca yaitu :
Berat badan ideal BBI = TB-100-10 21
Universitas Sumatera Utara
Status gizi: BB kurang BB 90 BBI, BB normal BB = 90-110 BBI, BB lebih BB = 110-120 BBI, BB gemuk BB 120 BBI
Makanan dibagi atas 3 porsi besar: pagi 20, siang 30, sore 25 dan sisa untuk snack diantara makan pagi-siang dan siang sore. Selanjutnya
perubahan disesuaikan dengan pola makan pasien. Standar yang dianjurkan untuk komposisi makanan adalah: Karbohidrat KH 45-65, Protein 10-20, Lemak
20-25 total asupan energi, Natrium 6-7 gr 1 sendok teh, serat ± 25g1000 kkalhari dan pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
PERKENI, 2008. c.
Latihan jasmani Latihan jasmani dilakukan secara teratur sebanyak 3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit yang sifatnya CRIPE Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance training. Prinsip CRIPE tersebut menjadi dasar
dalam pembuatan materi DSME yang memiliki arti latihan jasmani dilakukan secara terus menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara
teratur, gerak cepat dan lambat secara bergantian, berangsur-angsur dari latihan ringan ke latihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu
tertentu. Latihan jasmani bertujuan untuk menjaga kebugaran tubuh, menurunkan berat badan, dan memperbaiki sensitivitas insulin. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan usia dan status kesegaran jasmani. Pasien DM tipe 2 yang relatif sehat 22
Universitas Sumatera Utara
dapat meningkatkan intensitas latihan jasmani, sedangkan pasien DM tipe 2 yang mengalami komplikasi dapat mengurangi intensitas latihan jasmani PERKENI,
2011.. d.
Intervensi farmakologis Intervensi farmakologis meliputi pemberian obat-obatan kepada pasien DM tipe 2.
Obat-obatan yang diberikan dapat berupa obat oral dan bentuk suntikan. Obat dalam bentuk suntikan meliputi pemberian insulin dan agonis GLP-1incretin
mimetic PERKENI, 2011. Berdasarkan cara kerjanya, obat hiperglikemik oral OHO dibagi menjadi 5 golongan, yaitu pemicu sekresi insulin misalnya
sulfonilurea dan glinid, peningkat sensitivitas terhadap insulin misalnya metformin
dan tiazolidindion,
penghambat glukoneogenesis
misalnya metformin, penghambat absorpsi glukosa misalnya penghambat glukosidase
alfa, dan DPP-IV inhibitor Mansjoer dkk., 2005; PERKENI, 2011.
2.2 . Edukasi