5.2 Efikasi Diri Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Setelah Perlakuan
Dari hasil penelitian pasien masih banyak yang belum mengetahui bahwa penyakit DM merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol dan jika tidak dikontrol akan menyebabkan komplikasi seperti yang dikatakan Sam 2007, DM merupakan penyakit menahun yang akan diderita
seumur hidup. Selain itu DM disebut the great imitator karena DM termasuk penyakit yang menyebabkan komplikasi pada bagian tubuh yang jika
penanganannya tidak dilakukan dapat menyebabkan kematian. DM merupakan penyakit kronik, yang membutuhkan pengaturan perilaku
khusus sepanjang hidup. Berbagai faktor dapat mempengaruhi pengendalian DM seperti aktivitas fisik, stress emosi dan fisik sehingga pasien harus belajar untuk
menyeimbangkan berbagai faktor tersebut. Pasien harus belajar tentang keterampilan merawat diri untuk mencegah fluktuasi akut kadar glukosa darah.
Pasien juga harus bekerjasama untuk perubahan gaya hidup guna mencegah terjadinya komplikasi Smeltzer Bare, 2009.
Setelah diberikan edukasi pengetahuan tentang diabetes mellitus mayoritas responden mampu mengelola DM dibuktikan dengan hasil efikasi diri
mereka yang meningkat dalam hal pengontrolan KGD secara rutin baik saat sehat maupun sakit sehingga dapat menyesuaikan makanan, aktivitas dan obat-obatan
sesuai dengan kondisi yang dialami responden. 80
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam
menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan fakta yang mendukung tindakan
seseorang Notoatmodjo, 2007. Dari hasil wawancara, kelima responden mengatakan edukasi diabetes
sangat bermanfaat guna untuk pengontrolan kadar gula darah dan mencegah komplikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiawati 2008 bahwa edukasi
merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga dan masyarakat agar terlaksananya
prilaku hidup sehat. Sebelum dilakukan edukasi diabetes terpadu, rata-rata responden masih
mengatur dietnya secara tidak teratur, responden masih berpendapant bahwa cara mengatur diet penderita DM dengan cara tidak mengkonsumsi nasi, hanya
mengkonsumsi kentang atau keladi, tidak boleh makan cemilan. Setelah dilakukan edukasi terlihat dari efikasi diri pasien meningkat
dalam hal pengontrolan makan saat KGD pasien menurun atau meningkat, saat pasien berada di luar rumah dan pengaturan diet yang sesuai dengan anjuran
kesehatan. Hasil yang sama juga ditunjukkan dengan peningkatan mean efikasi diri yang berhubungan dengan diet pasien DM, dimana sebahagian pasien sudah
mampu mengelola diet pada saat KGD meningkat ataupun menurun, mampu menjaga berat badan yang normal, pasien menyatakan bahwa belum bisa
Universitas Sumatera Utara
mengatur diet karena bekerja di rumah makan, sering diajak anak makan di luar dan pada saat buka puasa sering makan yang berlebihan terutama makanan yang
manis. Arsana 2011 menyebutkan bahwa kontrol glikemik pasien sangat
dipengaruhi oleh kepatuhan pasien terhadap anjuran diet meliputi, jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi dan ketidakpatuhan merupakan salah satu
hambatan untuk tercapainya tujuan pengobatan dan juga akan mengakibatkan pasien memerlukan pemeriksaan atau pengobatan yang sebenarnya tidak
diperlukan. Hal ini memerlukan perhatian dan penanganan serius dari tenaga kesehatan termasuk perawat untuk menurunkan angka kejadian DM yang salah
satunya adalah dengan patuh dalam melaksanakan program diet Anggina, 2010. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umumyaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada
penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin Suyono, 2011 Hasil wawancara menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak
secara rutin dan khusus untuk beraktifitas dalam hal ini olah raga untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Hasil wawancara juga memaparkan bahwa
seluruh responden yang diwawancarai sebelumnya memiliki pemahaman yang salah tentang aktivitas fisik. Responden mengatakan bahwa aktivitas harian
Universitas Sumatera Utara
seperti bekerja sudah termasuk olah raga, senam setiap minggu di puskesmas sudah cukup atau sekedar jalan kaki dari rumah ke mesjid sudah terpenuhi
kebutuhan olah raga pasien DM. Menurut Wolfe 1998 dalam Suyono, dkk. 2011, manfaat olah raga
pada pasien DM tipe 2 adalah untuk pengaturan kadar glukosa darah. Masalah utama pada DM tipe 2 adalah kurangnya respon reseptor terhadap insulin retensi
insulin. Karena adanya gangguan tersebut insulin tidak dapat membantu transfer glukosa ke dalam sel. Kontraksi otot memiliki sifat seperti insulin insulin-like-
effect. Permeabilitas membran terhadap glukosa meningkat pada otot yang berkontraksi. Pada saat berolahraga resistensi insulin berkurang, sebaliknya
sensitivitas insulin meningkat, hal ini menyebabkan kebutuhan insulin pada DM tipe2 akan berkurang. Respon ini hanya terjadi setiap kali berolah raga, tidak
merupakan efek yang menetap ataupun berlangsung lama, oleh karena itu olah raga harus dilakukan terus menerus dan teratur.
Menurut Suyono 2011 Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani
bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Sebelum olah raga sebaiknya pasien mengetahui terlebih dahulu
kondisi fisik, atau hal-hal yang dapat memperburuk kondisi seperti mikro dan makroangiopati, harus membawa teman, menggunakan alas kaki dan
Universitas Sumatera Utara
menyediakan makanan atau minuman yang mengandung glukosa menjaga kondisi dehidrasi atau hipoglikemi.
Pasien DM yang menjadi responden penelitian selama ini hanya melakukan senam DM dan senam kaki DM tetapi perawatan kaki tidak pernah
dilakukan. Senam DM dan senam kaki DM dilakukan satu minggu sekali di Puskesmas Sering.
Menurut Suyono 2011 Senam kaki diabetes adalah kegiatan atau latihan yang digunakan oleh pasien DM untuk mencegah terjadinya luka dan membantu
melancarkan peredaran darah bagian kaki. Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil kaki dan mencegah
terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha dan juga mengatasi keterbatasan pergerakan sendi. Indikasi dari
senam kaki DM ini dapat diberikan kepada seluruh pasien DM dengan tipe 1 maupun 2. Namun sebaiknya diberikan sejak pasien didiagnosa menderita DM
sebagai tindakan pencegahan dini. Kontraindikasi pada pasien yang mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti dipsnea atau nyeri dada. Orang yang depresi,
khawatir atau cemas. Keadaan-keadaan seperti ini perlu diperhatikan sebelum dilakukannya tindakan senam kaki. Selain itu kaji keadaan umum dan keadaan
pasien apakah layak untuk dilakukakan senam kaki DM tersebut, cek tanda vital dan status pernafasan, kaji status emosi pasien suasana hatimood, motivasi,
serta perhatikan indikasi dan kontraindikasi dalam pemberian tindakan senam kaki DM tersebut
Universitas Sumatera Utara
Setiap penyandang diabetes umumnya menngalami rasa cemas terhadap segala hal yang terjadi berhubungan dengan diabetesnya, misalnya : cemas
terhadap kadar glukosa darah yang tinggi atau cemas akan timbulnya komplikasi akibat diabetesnya, dan lain-lain. Hal ini wajar terjadi, seperti halnya
kecemasankekhawatiran yang terjadi sehari-hari misalnya mengenai pekerjaan, perkawinan, dll. Tetapi kecemasan dalam klinik bukan kecemasan yang wajar
seperti di atas. Cemas yang timbul cukup berat meliputi: rasa gelisahkhawatir yang berlebihan, seperti mau mendapat musibah, kewaspadaan berlebihan
sehingga mengganggu tidur, sukar konsentrasi, mudah lelah, merasa pikiran kosong dan mudah tersinggung serta otot-otot tegang, tidak bisa santai Suyono,
2011
Semua jenis gangguan psikis tersebut dapat berpengaruh buruk pada pengendalian glukosa darah, yang berakibat timbulnya komplikasi diabetes akut
maupun kronik PERKENI, 2008 Setalah 1 minggu setelah perlakuan peneliti melakukan pengukuran
efikasi diri follow up untuk melihat kembali apakah pasien mampu mempertahankan ataupun meningkatkan efikasi dirinya walaupun edukasi sudah
tidak diberikan. Hasil efikasi diri kelompok intervensi yaitu efikasi diri rendah sebanyak 1 orang 5, efikasi diri sedang 2 orang 10 dan efikasi diri tinggi
25 orang 85. Pada kelompok kontrol efikasi diri rendah sebanyak 6 orang 33,3, efikasi diri sedang 12 orang 66,7 tidak ada yang memiliki efikasi diri
tinggi 85
Universitas Sumatera Utara
5.3 Perbandingan Efikasi Diri Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Setelah Perlakuan