daerah penelitian tidak ada yang di bawah 18 C, bahkan pada bulan yang
terdingin sekalipun. Selanjutnya berdasarkan klasifikasi iklim yang sama, suatu kawasan
dikatakan beriklim tropis basah jika memiliki curah hujan pada bulan yang terkering lebih besar dari 60 mm. Data pada Gambar 37 memperlihatkan bahwa
curah hujan di daerah penelitian selalu di atas 200 mm, bahkan pada bulan November melebihi 600 mm. Data ini menunjukkan bahwa curah hujan di daerah
penelitian jauh di atas kriteria iklim Koppen. Van Steenis 1972 mengatakan bahwa di Jawa Barat, iklim pegunungan selalu basah dengan curah hujan hampir
tetap sepanjang tahun, yaitu sekitar 3000-4000 mm per tahun hingga elevasi 3000 m. Curah hujan ini terbagi agak merata sepanjang tahun, dengan masa agak
kurang basah cukup pendek pada bulan Juli hingga Agustus, yang masih mempunyai 20 hari hujan atau lebih dalam sebulan.
Keterangan di atas menunjukkan bahwa Gunung Salak termasuk ke dalam daerah dengan kriteria iklim Koppen A
f
, yaitu daerah iklim hutan hujan tropis basah secara permanen, dan seluruh bulan memiliki curah hujan yang relatif
tinggi. Dengan demikian kawasan Gunung Salak adalah kawasan yang memiliki
iklim tropis basah .
Hal ini ditunjang oleh kriteria iklim berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt Fergusson Tadjang Mandung, 1987, yang menyebutkan bahwa suatu daerah
termasuk ke dalam daerah beriklim tropis A sangat basah, jika memiliki periode bulan basah curah hujan 100mm relatif lebih panjang dari pada periode bulan
kering curah hujan 100mm. Sesuai dengan data curah hujan bulanan rata-rata pada Gambar 37 diketahui bahwa bulan basah di kawasan penelitian berlangsung
sepanjang tahun. Selanjutnya menurut Tadjang Mandung 1987, garis lintang merupakan
salah satu pengendali iklim yang dapat mempengaruhi jumlah radiasi surya yang diterima di permukan bumi. Berdasarkan hal ini, maka permukan bumi yang
terletak pada garis lintang 23,5 LS - 23,5
LU adalah daerah beriklim tropis, dan kawasan Gunung Salak berada pada kisaran garis lintang ini.
4. Tipe Vegetasi Tingkat Formasi
Menurut UNESCO Mueller-Dombois Ellenberg, 1974a; Kuchler Zonneveld, 1988; dan Jennings, 1999, dan NVCS FGDC, 1997; dan Grossman
et al., 1994 formasi menggambarkan pengelompokan secara ekologi unit-unit vegetasi dan tingkat kesamaan dari unit-unit tersebut pada penelitian ini
didefinisikan berdasarkan kriteria berikut: 1.
Faktor struktural tambahan dari vegetasi: • Hutan raksasa dengan tajuk strata pohon mencapai tinggi di atas 50 m
• Hutan dengan tinggi tajuk strata pohon antara 5 - 50 m
2. Zona kehidupan pada lokasi suatu vegetasi ditemukan yang dalam hal ini
antara lain dataran rendah, sub pegunungan, pegunungan, alpine, pantai, dan rawa.
Pada penelitian ini tajuk strata pohon yang ditemukan masuk pada kategori hutan dengan tinggi tajuk antara 5- 50 m. Yang dimaksud dengan zona kehidupan
adalah posisi relatif dari suatu bentang alam di permukaan bumi. Selanjutnya zona kehidupan yang digunakan untuk menentukan tipe vegetasi tingkat formasi adalah
zona kehidupan berdasarkan Van Steenis 1972. Hal ini disebabkan penentuan zona ini murni berdasarkan secara floristik. Zona ini juga menunjukkan zonasi
altitudinal floristik yang sesuai dengan penelitian ini. Tabel 19. Jumlah pohon berbanir pada berbagai tipe vegetasi tingkat aliansi.
Aliansi Jumlah Pohon Berbanir
1 971 2 243
3 82 Total 1296
Berdasarkan zona kehidupan Van Steenis 1972, diketahui bahwa daerah yang terletak pada ketinggian 1000-1500 m dpl dimasukkan ke dalam kategori
zona sub pegunungan. Pada penelitian ini, vegetasi yang dikaji terdapat pada kisaran ketinggian 1000–1350 m dpl, sehingga berdasarkan kategori tersebut
maka area kajian di Gunung Salak merupakan zone sub pegunungan. Menurut Whitmore 1986 di antara ciri-ciri hutan hujan tropis basah sub
pegunungan adalah: sedikit sekali pohon-pohon di kawasan ini yang memiliki akar banir, dan jikapun ada maka ukuran akar banir tersebut lebih kecil dibanding
ukuran rata-rata akar banir pohon-pohon di hutan hujan tropis basah dataran rendah. Pada Tabel 19 nampak bahwa, pada aliansi 1 hanya 10,73 pohon yang
memiliki akar banir, pada aliansi 2; hanya 7,78 pohon yang memiliki akar banir, dan pada aliansi 3, hanya 5,35 pohon yang memiliki akar banir. Untuk seluruh
tipe vegetasi tingkat aliansi ditemukan hanya 9,46 pohon yang memiliki akar banir. Data ini memperlihatkan bahwa sebagian besar pohon di daerah penelitian
tidak memiliki akar banir, dan hal ini merupakan penciri hutan hujan tropis basah sub pegunungan .
Berdasarkan kriteria UNESCO Mueller-Dombois Ellenberg, 1974a; Kuchler Zonneveld, 1988; dan Jennings, 1999 suatu tipe vegetasi tingkat
formasi untuk hutan hujan tropis pegunungan dapat lagi dibedakan menjadi 3, yaitu: 1 hutan yang didominasi oleh tumbuhan berdaun lebar; 2 hutan yang
didominasi oleh tumbuhan berdaun jarum; dan 3 hutan yang didominasi oleh tumbuhan bambu. Selanjutnya berdasarkan kriteria NVCS FGDC, 1997; dan
Grossman et al., 1994 hutan tanaman termasuk ke dalam kriteria tersendiri, yaitu formasi hutan tanamanperkebunan dan budidaya. Pada penelitian ini ditemukan
bahwa di kawasan Gunung Salak, ketiga tipe formasi beserta fomasi hutan tanaman yang dikemukan di atas telah ditemukan pada zona sub pegunungan.
Bardasarkan hal di atas maka tipe vegetasi tingkat formasi zona sub pegunungan, Gunung Salak adalah:
1. Hutan Sub Pegunungan. Jika diikut sertakan nama dari unit klasifikasi pada
hirarki yang lebih atas, maka nama selengkapnya adalah Hutan hujan tropis basah sub pegunungan selalu hijau berdaun lebar.
2. Hutan Bambu Sub Pegunungan Tropis.
3. Hutan Tanaman Sub Pegunungan Tropis
Berikut ini disajikan hirarki tipe vegetasi zona sub pegunungan Gunung Salak, yaitu:
Kelas : Hutan Sub kelas : Hutan Selalu Hijau.
Kelompok : Hutan Hujan Tropis Basah Selalu Hijau. 1. Formasi : Hutan hujan tropis basah sub pegunungan selalu hijau
berdaun lebar
Aliansi : Aliansi hutan S. walliichii-P. punctatusC. officinalis a.
Asosiasi hutan T. laxiflora – M. eminii P. polycephalus
b. Asosiasi hutan M. blumeanus – L. elegans F. sinuata
c. Asosiasi hutan I. macrophylla – N. umbelliflora
Staurogyne sp. d.
Asosiasi hutan P. elongata - P. interifolia . C. javanensis .
e. Asosiasi hutan P. arboreum–G. hypoleucum D.
cansformis 2. Formasi: Hutan bambu sub pegunungan tropis
Aliansi : Aliansi hutan G. apus-M. blumeanus C. officinalis a.
asosiasi hutan Cyathea cf. javanica – M. eminii C. javensis
b. asosiasi hutan G. apus- C. acuminatissima F. sinuata
c. asosiasi hutan P. laevifolia- P. javana E. punicea
d. asosiasi hutan A. dilatatum – G. hypoleucum
Rhaphidophora Sp. e.
asosiasi hutan C. officinalis - P. merkusii I. globosa f.
asosiasi hutan M. blumeanus – S. aromatica. P. aduncum
3. Formasi: Hutan Tanaman Sub Pegunungan Tropis Aliansi : Aliansi hutan P. merkusii-A. dilatatumD. dichotoma
a. asosiasi hutan S. wallichii- H. glabra B. hirtella
b. asosiasi hutan P. elongata- P. punctatus
Rhaphidophora Sp. c.
asosiasi hutan E. oclusa- F. grossulariodes E. megalocheilos
d. asosiasi hutan A. excelsa- A. tetrandumR. foraminifera
e. asosiasi hutan M. eminii- C. javanica C. latebrosa
f. asosiasi hutan A. dilatatum-Euoidea latifolia S. plana
g. asosiasi hutan L. elegans- P. merkusiiI. globosa
Tipe vegetasi yang menyebar secara horizontal juga terdapat di zona sub pegunungan ketinggian 1500-3000m dpl pada Gunung Jayawijaya, Papua.
Terdapat 3 tipe vegetasi floristik di zona tersebut, yaitu vegetasi yang didominasi oleh Castanopsis acuminatissima dan kadang-kadang Lithocarpus spp, vegetasi
yang didominasi oleh Nothofagus spp, dan menjelang ketinggian 3000 m dpl ditemukan tipe vegetasi yang didominasi oleh spesies-spesies dari famili
Cunoniaceae, Elaocarpaceae, Podocarpaceae, Myrtaceae, Rubiaceae, dan Rutaceae Paijmans dalam Whitmore, 1986.
D. Struktur Vegetasi dan Komposisi Spesies Pohon Zona Sub Pegunungan Gunung Salak