5 Ketinggian plot pengamatan dari permukaan laut diukur dengan menggunakan
alat altimeter. Pengukuran dilakukan pada titik tengah plot pengamatan.
c. Data Sekunder
Data sekunder curah hujan sejak tahun 2004-2008 diperoleh dari stasion Ciaten ketinggian 947 m dpl; S -06
o
43
’
21,3; E 108
o
36
’
14,1. Data suhu udara sejak tahun 2004-2008 diperoleh dari stasion Citeko ketinggian 920 m dpl; S -
06
o
42 ; E 06
o
56. Data dari Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan penduduk setempat berupa berbagai aktivitas manusia di kawasan penelitian dan peristiwa
alam yang berlangsung pada kawasan penelitian.
4. Analisis Data a. Kajian Komposisi Spesies Vegetasi
Komposisi spesies yang menyusun vegetasi pada area kajian dapat diketahui dari daftar spesies yang dicatat saat pengamatan lapangan. Identifikasi langsung
dilakukan di lapangan. Spesies tumbuhan yang tidak dapat diketahui namanya, diidentifikasi melalui herbariumnya di laboratorium. Proses yang dilakukan
untuk kajian komposisi vegetasi adalah sebagai berikut: 1
Menggunakan buku-buku kunci determinasi tumbuhan antara lain dari Backer Bakhizen Van Den Brink 1963-1968; Balgooy 2001; Koorders
1922. Karakteristik bentuk batang, daun, bungan dan buah jika ada dari spesies yang diidentifikasi disesuaikan dengan spesies yang ada di buku
kunci determinasi. 2
Melakukan identifikasi dengan mencocokkan karakteristik spesies yang diidentifikasi dengan voucer spesimen.
3 Memanfaatkan jasa teknisi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat.
4 Identifikasi sampai tingkat spesies di lakukan di Herbarium Bogoriense,
LIPI, Cibinong.
b. Penentuan Persentase Penutupan Tajuk Strata Vegetasi
Data dari kajian ini dimanfaatkan dalam klasifikasi vegetasi khususnya penentuan tipe vegetasi tingkat kelas. Untuk strata herba juga dimanfaatkan untuk
analisis vegetasi. Data dugaan persentase penutupan tajuk dari lapangan kemudian dikonversi ke skala Braun-Blanquet Tabel 1.
Tabel 1. Kisaran penutupan tajuk Braun-Blanquet
Kelas Penutupan Tajuk
Kisaran Penutupan Tajuk Rata-Rata
5 75 –
100 87,5
4 50 –
75 62,5
3 25 –
50 37,5
2 5 –
25 15,0
1 1 –
5 2,5
+ 1
0,1 r
1
Keterangan: Individu muncul hanya sekali, penutupan diabaikan.
c. Kajian Kemelimpahan dan Struktur Vegetasi 1 Kemelimpahan Spesies Penyusun Vegetasi
Perhitungan kemelimpahan spesies di area kajian ditentukan berdasarkan kepentingan relatif dari spesies-spesies yang menyusun vegetasi dengan rumus-
rumus berikut. Penentuan basal area pohon dihitung dengan rumus dari Mueller- Dombois Ellenberg 1974a sebagai berikut:
b a =
½
d
2
π keterangan : ba = basal area = luas penutupan; d = diameter batang setinggi dada
diukur pada ketinggian 130 cm dari permukaan tanah; dan π = 3.142875.
Langkah-langkah yang diperlukan untuk menghitung indeks nilai penting setiap spesies dilakukan dengan menggunakan serangkaian rumus-rumus berikut
: Jumlah individu suatu spesies
Kerapatan Mutlak = Luas petak contoh
Kerapatan mutlak suatu spesies Kerapatan Relatif = x 100
Kerapatan total seluruh spesies Jumlah sub petak contoh suatu spesies hadir
Frekuensi Mutlak = Jumlah seluruh petak contoh
Frekuensi mutlak suatu spesies Frekuensi Relatif =
x 100 Jumlah frekuensi seluruh spesies
Jumlah luas penutupan suatu spesies Dominansi Mutlak =
Luas petak contoh Dominansi mutlak suatu spesies
Dominansi relatif =
x 100 Jumlah dominansi seluruh spesies
Cox, 1978; Hardjosuwarno, 1990; dan Kusmana, 1997. Ketentuan yang digunakan dalam penentuan indeks nilai penting setiap
strata adalah, untuk pohon rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Indeks nilai penting = dominansi relatif + kerapatan relatif + frekuensi relatif.
Untuk strata semak dan anakan pohon, indeks nilai penting dihitung dari kerapatan relatif dan frekuensi relatif dengan rumus sebagai berikut:
Indeks nilai penting = kerapatan relatif + frekuensi relatif. Selanjutnya untuk tumbuhan herba indeks nilai penting dihitung dari
dominansi relatif dan frekuensi relatif, dan rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Indeks nilai penting = dominansi relatif + frekuensi relatif
2 Sebaran Kelas Diameter Pohon
Struktur tegakan horizontal dari strata pohon diketahui dengan mengkaji sebaran diameter setiap individu pohon di dalam blok pengamatan. Setiap pohon
di dalam setiap blok pengamatan ditentukan kelas diameternya. Kelas diameter dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu: kelas 10–19cm, 20-29cm, 30-39cm, 40-
49cm, 50-59cm, 60-69cm, 70-79cm, dan ≥ 80 cm. Jumlah individu pohon yang
terdapat pada setiap kisaran kelas diameter kemudian diplotkan pada bidang 2 dimensi.
3 Indeks Keanekaragaman Spesies
Berbagai parameter
keanekaragaman spesies dihitung dengan rumus-rumus
berikut:
a Indeks Keanekaragaman Spesies Shannon-Wienner
Indeks keanekaragaman spesies dihitung dengan rumus Shannon-Wienner. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
H’ = - ∑ pi ln pi Michael, 1984.
Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman spesies; pi = nN; n: indeks nilai penting suatu spesies; dan N: total nilai penting seluruh spesies.
b Indeks Kemerataan Spesies
Indeks kemerataan spesies dihitung dengan rumus dari Pilou dalam Odum H’
1993, yaitu: e = log S
Keterangan: e = Indeks kemerataan; H’ = Indeks keanekaragaman spesies; s = Total kerapatan seluruh spesies pada suatu unit ekologi untuk pohon dan
semak atau total dominansi seluruh spesies pada suatu unit ekologi untuk herba.
c Indeks Kekayaan Spesies
Indeks kekayaan spesies dihitung dengan menggunakan rumus Menhinick dalam
Ludwig dan Reynolds 1988 sebagai berikut:
n S
R =
Keterangan: R = Indeks kekayaan spesies; S = Jumlah spesies; dan n = Jumlah individu seluruh spesies untuk pohon dan semak atau jumlah dominansi seluruh
spesies untuk herba.
d. Analisis Data Tanah