Indeks keanekaragaman spesies dihitung dengan rumus Shannon-Wienner. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
H’ = - ∑ pi ln pi Michael, 1984.
Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman spesies; pi = nN; n: indeks nilai penting suatu spesies; dan N: total nilai penting seluruh spesies.
b Indeks Kemerataan Spesies
Indeks kemerataan spesies dihitung dengan rumus dari Pilou dalam Odum H’
1993, yaitu: e = log S
Keterangan: e = Indeks kemerataan; H’ = Indeks keanekaragaman spesies; s = Total kerapatan seluruh spesies pada suatu unit ekologi untuk pohon dan
semak atau total dominansi seluruh spesies pada suatu unit ekologi untuk herba.
c Indeks Kekayaan Spesies
Indeks kekayaan spesies dihitung dengan menggunakan rumus Menhinick dalam
Ludwig dan Reynolds 1988 sebagai berikut:
n S
R =
Keterangan: R = Indeks kekayaan spesies; S = Jumlah spesies; dan n = Jumlah individu seluruh spesies untuk pohon dan semak atau jumlah dominansi seluruh
spesies untuk herba.
d. Analisis Data Tanah
Data jenis tanah diketahui melalui operasi tumpang susun antara peta jenis tanah kawasan Gunung Salak dengan peta administrasi kawasan gunung Salak.
Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu-Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor. Data tanah tersebut adalah: pH, kadar air, tekstur tanah yang ditentukan
dengan analisis granular dengan cara pipet; unsur N total dengan formulasi Kjedahl; unsur P dengan metode Olsen, unsur K dengan metode cobalt nitrit,
unsur Al dengan metode titrasi ekstrak KCL; dan unsur C organik dengan metode kimiawi yang dikembangkan oleh Walkley dan Black. Juga unsur Ca, Na dan Mg
tanah, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa.
e. Penentuan Tipe Vegetasi
1 Penentuan Tipe Vegetasi Fisiognomi Struktural
Tipe vegetasi pada setiap blok pengamatan diklasifikasi dengan mengacu pada tipe vegetasi UNESCO Mueller-Dombois Ellenberg, 1974a; Kuchler
Zonneveld, 1988; dan Jennings, 1999, dan NVCS FGDC, 1997; dan Grossman et al
., 1994 . Klasifikasi ini bersifat hirarki yang bermakna bahwa untuk setiap komponen klasifikasi terdapat tingkat generalisasi dan pemisahan. Delineasi tipe
vegetasi pada setiap tingkat dalam hirarki berdasarkan kriteria objektif yang diperoleh dari unit vegetasi.
Unit vegetasi dalam penelitian ini adalah unsur-unsur klasifikasi yang kurang lebih sama dan digunakan untuk pembentukan tipe vegetasi Tabel 2.
Pada tipe vegetasi 1 sampai 4 dari hirarki paling atas didasarkan pada kondisi fisiognomi struktural vegetasi.
Tabel 2. Hirarki sistem klasifikasi vegetasi UNESCO dan NVCS No Tipe
Vegetasi UNESCO
Tipe Vegetasi NVCS
Kriteria Delineasi 1. Kelas
Formasi Kelas
Fisiognomi Penutupan Tajuk
2. Subkelas Formasi
Subkelas Fisiognomi Morfologi
3. Kelompok Formasi
Kelompok Fisiognomi Iklim Makro 4.
Formasi Formasi
1. Zona Kehidupan 2. Ketinggian Tajuk
5. Aliansi
Floristik, Struktural,
Fisiognomi 6.
Asosiasi Floristik
2 Penentuan Tipe Vegetasi Tingkat Aliansi
Tipe vegetasi ke 5 adalah tipe vegetasi tingkat aliansi yang ditentukan berdasarkan fisiognomi, struktur, dan komposisi vegetasi. Tipe ini merupakan
peralihan antara tipe vegetasi yang ditentukan secara fisiognomi struktural dan tipe yang murni ditentukan secara floristik, yaitu tipe vegetasi tingkat Asosiasi.
Level unit ini dalam hirarki klasifikasi adalah level floristik. Acuan yang digunakan adalah NVCS FGDC, 1997; dan Grossman et al., 19941998.
Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: Pengelompokan blok pengamatan yang membentuk tipe vegetasi tingkat
aliansi dilakukan melalui teknik ordinasi dengan Analisis Faktor. Data struktur
vegetasi berupa INP, dominansi, kerapatan, frekuensi, dan densitas dari spesies strata pohon dimanfaatkan untuk analisis ini. Perangkat lunak yang digunakan
untuk perhitungan adalah SPSS. Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut:
a. Melakukan standarisasi terhadap data ke bentuk Z score yang diperoleh
melalui rumus berikut: σ
__
X x
Z −
= .
Keterangan: x = nilai data; X = nilai rata-rata; dan σ = standar deviasi
Hal ini dilakukan karena nilai data yang ada antara satu blok pengamatan dengan blok yang lain sangat bervariasi.
b. Menentukan apakah data-data yang terdapat pada setiap blok dapat diproses
lebih lanjut. Dalam analisis faktor hal ini dapat di ketahui dengan mencari: 1 Nilai total Kaiser-Meyer-Olkin KMO Measure of Sampling Adequacy,
dengan kriteria bahwa data pada blok pengamatan dapat dimanfaatkan jika nilai yang diperoleh lebih besar 0,5.
2 Barlett’s Test of Sphericity. Hipotesis untuk signifikansi melalui uji ini adalah sebagai berikut:
Ho = Data pada blok pengamatan belum memadai untuk dianalisis lebih lanjut.
Hi = Data pada blok pengamatan sudah memadai untuk dianalisis lebih lanjut.
Kriteria angka signifikasi atau probabilitas yang digunakan adalah: Jika angka signifikasi atau probabilitas 0.05 maka Ho diterima.
Jika angka signifikasi atau probabilitas 0.05 maka Ho ditolak. c.
Mengekstraksi data-data sehingga dapat diketahui berapa kelompok blok pengamatan vegetasi atau faktor yang dapat terbentuk. Hal ini dilakukan
dengan Principle Component Analysis. Faktor-faktor yang terbentuk akan diterima jika memiliki nilai eigenvalues di atas 2,45. Langkah berikutnya
adalah melakukan rotasi dengan metode Varimax. d.
Banyaknya kelompok blok pengamatan yang terbentuk dapat dilihat pada nilai eigenvalues yang lebih besar atau sama dengan 2,45, juga dapat dilihat
pada Scree Plot yang terbentuk. Untuk mengetahui di kelompok mana suatu blok pengamatan berada, dapat dilihat melalui tabel Rotate Component
Matrix yang terbentuk. Suatu blok pengamatan masuk ke dalam kelompok
tertentu jika blok-blok tersebut memiliki nilai komponen loading yang tertinggi pada kelompok blok pengamatan tempat blok yang bersangkutan
berada. e.
Melalui langkah-langkah di atas maka akan dapat diperoleh nilai-nilai Communalities
dan Eigenvalues dari masing-masing faktor atau kelompok blok pengamatan yang terbentuk. Masing-masing kelompok blok
pengamatan yang terbentuk ini selanjutnya akan dikelompokkan lagi berdasarkan kesamaan fisiognomi, sehingga akan diperoleh tipe vegetasi
tingkat aliansi di Gunung Salak. f.
Untuk mengetahui apakah suatu komponen yang dalam hal ini kelompok blok pengamatan yang terbentuk sudah tepat, dapat dilihat pada tabel
Component Transformation Matrix . Dikatakan tepat jika matriks diagonal
yang menunjukkan hubungan korelasi antara komponen mempunyai nilai di atas 0,55. Santoso Tjiptono, 2001; dan Santoso, 2002.
g. Nama aliansi ditentukan dengan mengacu pada NVCS FGDC, 1997; dan
Grossman et al., 1994 1998 melalui cara berikut ini: g1
Pada setiap tipe vegetasi tingkat aliansi dilakukan kegiatan berikut ini: •
Menyusun Tabel Dasar. Tabel ini disusun dengan mengurutkan seluruh plot dalam suatu blok pengamatan menjadi kolum dan spesies yang terdapat pada
setiap plot menjadi baris. Spesies yang menyusun bentuk tumbuh pohon diletakkan pada kelompok baris paling atas dari tabel, diikuti oleh bentuk
tumbuh semak dan terakhir herba. •
Spesies yang terdapat pada Tabel Dasar kemudian diurutkan letaknya berdasarkan frekuensi kehadiran spesies tersebut dalam plot pengamatan.
Spesies dengan frekuensi kehadiran tertinggi diletakkan pada baris teratas. Pengurutan dilakukan per bentuk tumbuh.
• Langkah berikutnya adalah membentuk Tabel Konstansi. Konstansi adalah
jumlah kehadiran spesies pada seluruh strata dalam plot-plot yang menyusun kumpulan blok pengamatan yang dalam hal ini merupakan tipe vegetasi
tingkat aliansi. Untuk itu setiap spesies yang menyusun Tabel Dasar ditentukan konstansinya. Selanjutnya spesies-spesies yang ada dipisahkan
menjadi 3 kelompok berdasarkan derajat konstansi. Kelompok tersebut adalah:
1 Kelompok spesies dengan konstansi 60, yang disebut kelompok
spesies konstan atau spesies umum. 2
Kelompok spesies dengan konstansi sedang, yaitu antara 10–60. Kelompok spesies ini juga disebut spesies diferensial, yang
mempunyai distribusi terbatas pada plot yang sedang dikaji. Kelompok spesies ini, merupakan spesies-spesies yang dimanfaatkan untuk
penentuan nama Aliansi dan juga dalam pembentukan asosiasi dan penentuan nama asosiasi.
3 Kelompok spesies dengan konstansi 10 dan juga disebut spesies
jarang. Kelompok spesies ini merupakan spesies yang kehadirannya dalam plot pengamatan bersifat kebetulan sehingga tidak banyak
berperan dalam klasifikasi. g2
Inti dari pemberian nama suatu tipe vegetasi tingkat aliansi adalah spesies dominan yang dilihat berdasarkan Indeks Nilai Penting dan spesies
diferensial. Jika ditemukan 2 atau lebih spesies dengan jumlah kehadiran yang sama sebagai spesies dominan atau sebagai spesies diferensial, maka
yang dipilih adalah spesies yang memiliki nilai konstansi tertinggi. g3
Jumlah spesies yang menyusun nama tipe vegetasi tingkat aliansi minimal 3 dan minimal terdiri atas 2 spesies dari strata yang berbeda yang ada pada
suatu aliansi. g4
Nama spesies pertama yang menyusun aliansi diberikan berdasarkan spesies yang hadir paling banyak pada blok-blok pengamatan dengan INP tertinggi
pada suatu aliansi. Spesies ini harus berada pada strata teratas atau strata dengan fisiognomi paling nyata di lapangan. Jika ditemukan 2 spesies yang
serupa INP nya, maka dipilih spesies yang memiliki nilai konstansi tertinggi. g5
Spesies kedua yang menyusun nama tipe vegetasi tingkat aliansi tipe vegetasi, harus merupakan spesies diferensial yang memiliki nilai konstansi
tertinggi. Jika memungkinkan, merupakan spesies dominan, dan pada strata yang sama dengan spesies yang terpilih sebagai nama pertama suatu aliansi.
g6 Spesies ketiga yang dipilih untuk menyusun nama aliansi, harus merupakan
spesies diferensial. Jika memungkinkan merupakan spesies dominan. Spesies ini dipilih dari strata yang lebih rendah dari strata spesies yang
menyusun nama pertama dari suatu aliansi tipe vegetasi. g7
Di antara 2 spesies yang berada pada strata yang sama diberi tanda ” – ” dalam penulisannya dan jika berada pada strata yang berbeda diberi
tanda ”” di antara kedua spesies dalam penulisannya. g8
Spesies dengan nama taksonomi yang kurang jelas dapat diberikan nama dalam bahasa daerah dan diletakkan dalam tanda kurung.
g9 Pemberian nama aliansi vegetasi harus menyertakan unit vegetasi pada
tingkat kelas dan sekaligus menyertakan sebutan aliansi pada awal nama dari aliansi yang ditentukan.
3 Penentuan Tipe Vegetasi Tingkat Asosiasi.
Pada kegiatan ini spesies-spesies akan dikelompokkan berdasarkan kesamaan distribusinya pada plot pengamatan di suatu aliansi. Langkah-langkah
yang ditempuh adalah sebagai berikut: a. Menentukan Jarak kesamaan atau Indeks Similaritas antara spesies dengan
metode squared euclidean distance berikut ini:
∑
= =
− =
n i
i ik
ij jk
x x
D
1 2
Keterangan: D
jk
= Jarak atau disimilaritas antara klaster ke j dan k; x
ij
= Nilai variabel ke i pada objek ke j; x
ik
= nilai variabel ke i objek ke k. b. Mengelompokkan spesies-spesies yang memiliki kesamaan jarak yang tinggi
melalui analisis klaster menggunakan metode Ward sebagai berikut: n
p
+ n
r
n
p
+ n
r
n
r
d
tr
= d
pr
+ d
qr
- d
pq
n
t
+ n
r
n
t
+ n
r
n
t
+ n
r
Keterangan: d
tr
merupakan jarak antara klaster t dengan klaster r, dengan mengandaikan bahwa 2 klaster p dan q akan membentuk klaster t yang
merupakan merger p dan q, n
t
= n
p
+ n
q
. Jaya, 1999.
Data-data yang digunakan untuk analisis adalah data biner, yaitu 1 menunjukkan kehadiran spesies pada plot pengamatan dan 0 menunjukkan
ketidakhadiran. Hasil akhir analisis klaster ditampilkan dalam bentuk diagram dendogram, yang melalui diagram tersebut dapat diketahui spesies diagnostik
yang membentuk tipe vegetasi tingkat asosiasi. Oleh karena dendogram yang ditampilkan merupakan visualisasi pengelompokan spesies diferensial melalui
perangkat lunak SPSS, maka jarak yang ditampilkan tidak lagi dalam bentuk jarak euclidean, tetapi telah diskala ulang dengan nilai yang berkisar antara 0-25.
Analisis klaster dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS. Pemberian nama asosiasi mengacu pada NVCS The National Vegetation
Classification Standard. FGDC, 1997; dan Grossman et al., 1994 Grossman et al
., 1998, sebagai berikut: a.
Spesies yang terpilih memiliki nilai konstansi terbesar pada asosiasi yang bersangkutan. Kecuali pada asosiasi dengan jumlah spesies kurang dari 3,
maka nama asosiasi minimal terdiri atas 3 spesies yang menyusun asosiasi bersangkutan.
b. Jika asosiasi terdiri atas beberapa bentuk tumbuh tumbuhan maka penulisan
nama asosiasi harus menyertakan minimal 2 bentuk tumbuh yang menyusun asosiasi tersebut dan penulisannya berdasarkan urutan bentuk tumbuh
pohon, semak dan herba. c.
Jika ditemukan spesies dengan konstansi tertinggi memiliki bentuk tumbuh yang sama maka penulisannya dipisahkan oleh tanda ”-”, dan jika berbeda
maka penulisannya dipisahkan dengan tanda ””. d.
Penulisan nama asosiasi pada suatu aliansi harus menyertakan nama dari unit vegetasi tingkat kelas tempat asosiasi tersebut ditemukan.
f. Pendugaan Lokasi Georafi Tipe Vegetasi Tingkat Aliansi di Zona Sub
Pegunungan Gunung Salak
Pada kegiatan ini, dilakukan pendugaan lokasi geografis setiap aliansi dengan menampilkan posisi dari masing-masing aliansi tersebut di atas peta.
Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Membuat koordinat lapangan dari aliansi yang ada berdasarkan data GPS.
2. Membuat AOI Area of Interest dari lokasi penelitian pada citra Landsat
dan kemudian memotong citra berdasarkan AOI. 3.
Melakukan overlay data GPS dan Citra Landsat. 4.
Menentukan training area berdasarkan data-data GPS pada citra landsat. Oleh karena data GPS yang ada tidak terlalu banyak akibat kondisi lapangan
yang selalu tertutup awan maka training area juga ditentukan berdasarkan nilai spektral dari setiap aliansi yang dibuat. Dalam hal ini, blok-blok
pengamatan dalam aliansi yang sama dicari kesamaan dan pola-pola nilai spektralnya. Acuan lain dalam pembuatan training area adalah berbagai
peta kawasan Gunung Salak dalam bentuk hardcopy. Selain membuat kelas tipe vegetasi tingkat aliansi, juga dibuat kelas penutupan awan dan badan
air. 5.
Melakukan klasifikasi terbimbing dengan metode pengkelas kemiripan maksimum maximum likehood classification. Dari proses ini akan
diperoleh citra tipe vegetasi tingkat aliansi zona sub pegunungan Gunung Salak.
6. Menentukan nilai indeks vegetasi NDVI Normalized Difference Vegetation
Index dari citra Landsat. NDVI diperoleh dari rumus berikut:
NIR – RED NDVI =
NIR + RED keterangan: NIR : daerah panjang gelombang infra merah dekat near infra
red
, band 4 ; RED : daerah panjang gelombang merah, band 3. 7.
Transformasi data raster ke vektor. 8.
Operasi tumpang susun untuk mengetahui penyebaran kelas lereng, jenis tanah, dan NDVI di aliansi zona sub pegunungan Gunung Salak.
g. Kajian Perbedaan Faktor Abiotik, Struktur Vegetasi dan
Keanekaragaman Spesies, di antara Tipe Vegetasi Tingkat Aliansi
Statistik U Mann-Whitney digunakan untuk menentukan faktor-faktor abiotik yang membedakan di antara aliansi. Data-data faktor abiotik dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu faktor tanah edafik dan topografi. Statistik ini juga
dimanfaatkan untuk mengetahui perbedaan struktur vegetasi serta indeks keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan spesies antara aliansi.
Statistik U Mann-Whitney diperoleh dengan cara-cara berikut Daniel, 1987; Santosa, 2000:
1. Hipotesis statistik yang digunakan adalah H
: M
x =
M
y
yang berarti tidak ada perbedaan di antara kedua populasi; H
: M
x
M
y
2. Hitung statistik U Mann-Whitney dengan rumus berikut:
2 1
+ −
= n
n S
T
Keterangan: T = statistik U Mann-Whitney; S = jumlah skor rangking pada sampel pertama. Penentuan sampel mana yang menjadi sampel pertama
ditentukan dengan penetapan; n = jumlah hasil pengamatan pada sampel pertama.
3. Kriteria penolakan H
jika T ≤ W
α2
atau T W
1 - α2
; dimana W
α2
= nilai kritis T untuk untuk n, m, dan
α2 sesuai dengan tabel Mann-Whitney ; m = jumlah hasil pengamatan pada sampel kedua;
α = tingkat signifikasi yang dalam penelitian ini 0.05; dan W
1 - α2
= nm - W
α2.
4. Jika jumlah pengamatan n atau m lebih dari 20 maka nilai kritis T yang
diperoleh dari tabel U Mann-Whitney tidak dapat digunakan, maka digunakan rumus Z normal berikut dan hasilnya dibandingkan dengan tabel
distribusi normal.
2 1
1 2
+ +
− =
m n
nm mn
T Z
h. Kajian Hubungan antara Tipe Vegetasi Tingkat Asosiasi dengan Faktor
Abiotik dan Preferensi Ekologi Spesies.
Pada kajian ini dilakukan 2 macam kegiatan, yaitu:
1. Kajian Hubungan antara Tipe Vegetasi Tingkat Asosiasi dengan Faktor Abiotik