c. Tokoh tritagonis, yaitu tokoh pembant, baik untuk tokoh protagonis
maupun tokoh antagonis. 2.
Berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya, maka terdapat tokoh-tokoh berikut ini :
a. Tokoh sentral, yaitu tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak lakon.
Mereka merupakan proses perputaran lakon. Tokoh sentral merupakan biang keladi pertikaian. Dalam hal ini tokoh sentral adalah tokoh
protagonis dan anatagonis. b.
Tokoh utama, yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral. Dapat juga sebagai media atau perantara tokoh sentral. Dalam hal ini
adalah tokoh tritagonis. c.
Tokoh pembantu, yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rantai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini
menurut kebutuhan cerita saja, tidak semua lakon menampilkan kehadiran tokoh pembantu.
2.2.1.3.3 Setting atau tempat kejadian
Setting atau tempat kejadian cerita sering pula disebut latar cerita. Setting pada naskah drama dapat dilihat pada petunjuk teknis yang terdapat dalam naskah
drama. Penentuan setting ini harus secara cermat sebab drama naskah harus juga memberikan kemungkinan untuk dipentaskan. Setting biasnya meliputi tiga
dimensi, yaitu: tempat, ruang, dan waktu Waluyo 2003: 23. a.
Setting tempat
Setting tempat tidak dapat berdiri sendiri karena berhubungan dengan waktu dan ruang. Melalui latar tempat ini dapat tergambar suasana,
tingkah laku masyarakat, tata nilai, tradisi, dan hal-hal yang berpengaruh terhadap tokoh.
b. Setting ruang
Setting ruang dapat berarti ruang dalam rumah atau luar rumah, tetapi juga lebih mendetai, ruang yang bagaimana yang dikehendaki lakon. Hiasan,
warna, dan peralatan dalam ruang akan member corak tersendiri dalam drama yang dipentaskan. Waluyo 2001: 23
c. Setting waktu
Setting waktu berhubungan dengan kapan lakon itu mengalami kejadian, yaitu siang, pagi, sore, atau malam hari. Waktu juga harus disesuaikan
dengan ruang dan tempat. Waktu juga berarti zaman terjadinya lakon tersebut. Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa secara
historis.
2.2.1.3.4 Dialog
Ciri khas suatu drama adalah naskah itu berbentuk cakapan atau dialog. Dalam menyusun dialog pengarang harus benar-benar memperhatikan
pembicaraan tokoh-tokoh dalam kehidupan sehari-hari. Pembicaraan yang ditulis oleh pengarang naskah drama adalah pembicaraan yang akan diucapkan dan harus
pantas untuk diucapkan di atas panggung. Bayangan pentas di atas panggung merupakan memetik tiruan dari kehidupan sehari-hari, maka dialog yang akan
ditulis juga mencerminkan pembicaraan sehari-hari.
Ragam bahasa dalam dialog tokoh-tokoh drama adalah lisan yang komunikatif dan bukan ragam bahasa tulis. Hal ini disebabkan karena drama
adalah potret kenyataan. Dialog juga harus bersifat estetis, artinya memiliki keindahan bahasa. Kadang
– kadang juga dituntut bersifat filosofi dan mampu mempengaruhi keindahan. Dialog juga harus hidup, artinya mewakili tokoh yang
dibawakan Waluyo 2001: 20
2.2.1.3.5 Tema