34 profesional dan dapat memenuhi tanggung jawab dalam kehidupan terhadap diri
sendiri, pekerjaan, siswa, lembaga, masyarakat, bangsa, dan negara. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa performansi guru merupakan
kinerja guru yang berkaitan dengan kecakapan dan keterampilan guru dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang berprinsip pada
empat kompetensi.
2.1.11 Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Arends 1997: 7 dalam Trianto 2012: 22, “model pembelajaran
mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya”. Menurut Joyce dan Weil
1980: 1 dalam Rusman 2012: 133, “model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum rencana
pembelajaran jangka panjang, merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain”. Joyce 1992: 4 dalam
Trianto 2012: 22 mengemukakan bahwa “setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta
didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai”. Model pembelajaran memiliki empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh
strategi, metode dan prosedur. Menurut Kardi dan Nur 2000: 9 dalam Trianto 2012: 23, ciri-ciri model pembelajaran adalah 1 bersifat rasional, teoritis, dan
logis; 2 landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar; 3 tingkah laku mengajar yang diperlukan agar pembelajaran tersebut dapat
35 dilaksanakan dengan berhasil; 4 lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Dengan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
adalah pola yang dirancang yang menggambarkan prosedur yang sistematis berupa proses yang ditempuh dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
belajar tertentu.
2.1.12 Model Problem Based Learning PBL
Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pembelajaran yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata pula, yaitu
melalui Problem Based Learning PBL. Menurut Tan 2003 dalam Rusman 2012: 229 menjelaskan bahwa:
Pembelajaran Berbasis Masalah PBM merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-
betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji,
dan mengembangkann kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
Selanjutnya, Ratumanan 2002: 123 dalam Trianto 2012: 92 berpendapat bahwa PBL “membantu siswa memproses informasi yang sudah jadi
dalam benak siswa dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya”. Selanjutnya Dutch 1994 dalam Amir 2009: 21
mengemukakan bahwa “PBL merupakan model intruksional yang menantang siswa belajar untuk belajar, bekerjasama dengan kelompok untuk mencari solusi
suatu masalah dalam dunia nyata”.
36 PBL merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada pembelajaran
konstruktivisme. Teori konstruktivis ini penting dalam psikologi pendidikan yaitu dalam hal ini guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa,
tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. Menurut Schmidt 1993; Savery dan Duffy 1995; Hendry dan Murphy 1995 dalam
Rusman 2012: 231, dari segi paedagogis, PBL didasarkan pada teori belajar konstruktivisme bahwa untuk memecahkan suatu masalah perlu adanya interaksi
antara pengalaman siswa dengan kenyataan yang terjadi saat ini. Pemecahan masalah tersebut perlu melewati beberapa tahap untuk dicari solusi pemecahan
masalah yang terbaik. Pada akhirnya, PBL diharapkan dapat membuat siswa memiliki pemahaman yang utuh dari sebuah materi yang diformulasikan dengan
masalah, penguasaan sikap positif dan keterampilan secara bertahap dan berkesinambungan. PBL menuntut aktivitas mental siswa dalam memahami suatu
konsep, prinsip, dan keterampilan melalui masalah yang disajikan pada awal pembelajaran. Masalah menjadi titik tolak pembelajaran untuk memahami prinsip
mengembangkan keterampilan yang dimiliki siswa. Siswa membangun konsep atau prinsip tersebut dengan kemampuan yang mereka miliki dan
mengintegrasikannya dengan keterampilan dan pengetahuan yang sudah dipahami sebelumnya.
Smith 2005 dalam Amir 2009: 27 bahwa dengan PBL siswa: akan meningkatkan kecakapan pemecahan masalahnya, lebih mudah
mengingat, meningkat pemahamannya, meningkat pengetahuannya yang relevan dengan dunia praktik, mendorong mereka penuh
pemikiran, membangun kemampuan kepemimpinan dan kerja sama, kecakapan belajar, dan memotivasi pebelajar.
37 Menurut Wena 2010: 52 “pembelajaran pemecahan masalah menjadi
sangat penting untuk diajarkan”. Menurut Donalds Woods 2000 dalam Amir 2009: 13, PBL dapat membantu siswa mempunyai kecakapan memecahkan
masalah, bekerjasama, dan berkomunikasi. Torp dan Sage 2002 dalam Sahin dan Yorek 2009: 754 menggambarkan Problem Based Learning sebagai berikut:
PBL as focused, experiential learning organized around the investigation and resolution of messy, real-world problems. They
describe students as engaged problem solvers, seeking to identify the root problem and the conditions needed for a complete solution and
in the process becoming self-directed
. Pernyatan di atas menjelaskan bahwa Problem Based Learning sebagai
fokus, pengalaman belajar terorganisir dalam penyelidikan dan penyelesaian masalah di dunia nyata. Mereka menggambarkan siswa sebagai pemecah masalah
yang aktif, berusaha untuk mengidentifikasi akar masalah dan kondisi yang diperlukan untuk mencari solusi.
In Problem Based Learning, students follow a certain pattern of exploration which begins with the consideration of a problem
consisting of occurrences needing explanations. During discussion with peers in tutorial groups, students try to identify the fundamental
principles or processes. Here, students stimulate their existing knowledge and find that they may need to undertake further study in
certain areas. As a result of this, students research the necessary points and then discuss their findings and difficulties within their
groups.
Selcuk 2010: 712
Dalam Problem Based Learning, siswa mengikuti pola eksplorasi tertentu yang dimulai dengan mempertimbangkan masalah yang terdiri dari kejadian yang
membutuhkan penjelasan. Selama diskusi dengan teman-temannya dalam kelompok, siswa mencoba mengidentifikasi prinsip-prinsip dasar atau proses. Di
38 sini, siswa dirangsang untuk menemukan suatu akar masalah yang perlu dilakukan
penyelesaian lebih lanjut. Sebagai akibat dari hal ini, siswa meneliti hal-hal yang diperlukan dan kemudian mendiskusikan temuannya dan kesulitan dalam
kelompok mereka. Sejalan dengan karakteristik PBL menurut Rusman 2012: 232, karakteristik PBM berorientasi pada permasalahan yang menjadi titik awal
dalam pembelajaran. Permasalahan yang diangkat merupakan permasalahan yang ada di lingkungan siswa untuk kemudian dipecahkan berdasarkan pengetahuan
serta pengalaman siswa yang didukung oleh fakta yang ada. Permasalahan tersebut menantang pengetahuan, sikap, dan kompetensi yang dimilki oleh siswa.
Bagaimana siswa berusaha menyelesaikan masalah berdasarkan ketiga hal yang dimiliki masing-masing siswa tersebut untuk kemudian disatukan pemikirannya
dan dipecahkan secara berkelompok. Dalam prosesnya, pemecahan masalah melibatkan berbagai sumber belajar yang nantinya diakhiri dengan evaluasi dari
informasi yang sudah didapat dari berbagai sumber belajar tersebut agar diperoleh solusi pemecahan masalah yang paling tepat.
Selanjutnya, Fogarty 1997 dalam Rusman 2012: 243 bahwa “PBM dimulai dengan masalah yang tidak terstruktur-sesuatu yang kacau. Dari
kekacauan ini siswa menggunakan berbagai kecerdasannya melalui diskusi dan penelitian untuk menentukan isu nyata yang ada”. Langkah-langkah yang akan
dilalui siswa dalam sebuah proses PBM yang diadaptasi dari Ibrahim dan Nur 2000: 13 dan Ismail 2002: 1 dalam Rusman 2012: 243 adalah sebagai
berikut:
39 Tabel 2.1 Langkah-langkah Penerapan PBL
Fase Indikator
Tingkah Laku Guru
1 Orientasi siswa pada masalah
Menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan apa saja yang dapat
dijadikan penunjang pemecahan masalah, dan memotivasi siswa terlibat pada
aktivitas pemecahan masalah 2 Mengorganisasikan siswa
untuk belajar Membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
3 Membimbing pengalaman individu kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
4 Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya Membantu siswa dalam merencanakan
dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan dan membantu mereka
berbagi tugas dengan temannya 5 Menganalisis
dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah Membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang
mereka gunakan.
Pada fase pertama, hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu tujuan utama pembelajaran bukan untuk mempelajari sejumlah informasi baru untuk
memecahkan masalah, tetapi untuk menginvestigasi permasalahan penting dan menjadi pemelajar mandiri. Permasalahan atau pertanyaan yang diinvestigasi
tidak memiliki jawaban mutlak “benar” dan sebagian besar permasalahan
40 kompleks memiliki banyak solusi yang kadang-kadang saling bertentangan.
Selama fase investigasi pelajaran, siswa dimotivasi untuk melontarkan pertanyaan dan mencari informasi. Guru memberikan bantuan tetapi siswa bekerja mandiri
atau berkelompok. Selama fase analisis dan penjelasan pelajaran, siswa didorong untuk mengungkapkan idenya secara terbuka.
Pada fase kedua, guru diharuskan mengembangkan keterampilan kolaborasi dengan siswa dan membimbing mereka untuk menginvestigasi masalah
secara bersama-sama. Pada tahap ini guru harus membimbing siswa merencanakan tugas investigasi dan pelaporannya.
Pada fase ketiga, guru membimbing siswa menentukan metode investigasi. Penentuan tersebut didasarkan pada sifat masalah yang hendak dicari solusinya.
Pada fase keempat, penyelidikan diikuti dengan percobaan yang mendukung rumusan hipotesis. Selain itu juga presentasi dari percobaan yang
sudah dilakukan dengan kelompok masing-masing di hadapan teman-teman sekelas.
Pada fase kelima, tugas guru yaitu membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang
sudah dilaksanakan. Selain itu, siswa juga memiliki ketrampilan berpikir sistematik berdasarkan metode penelitian yang digunakan.
Melalui PBL, siswa mempresentasikan gagasannya, siswa terlatih merefleksikan persepsinya, mengargumentasikan dan mengomunikasikan ke
pihak lain sehingga gurupun memahami proses berpikir siswa dan guru dapat membimbing serta mengintervensi ide baru berupa konsep dan prinsip. Dengan
41 demikian, pembelajaran berlangsung sesuai dengan kemampuan siswa, sehingga
interaksi antara guru dan siswa serta sesama siswa menjadi terkondisi dan terkendali. Selain itu, siswa juga dituntut terlibat aktif melalui diskusi kelompok.
Peran siswa dalam PBL dikemukakan oleh Paris dan Winograd 2001 dalam Rusman 2012: 247 yaitu: a menumbuhkan motivasi dan kebermaknaan
tujuan, proses, dan keterlibatan dalam belajar, b menemukan masalah yang bermakna secara personal, c merumuskan masalah dengan memvariasikan
situasi dengan informasi baru yang dianggap paling mungkin mencapai tujuan, c mengumpulkan fakta-fakta untuk memperoleh makna serta pengetahuan dan
pengaplikasian pada pemecahan masalah yang dihadapkan, dan d berpikir secara reflektif untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelesaikan masalah.
2.1.13 Materi Perubahan Lingkungan