Karakter Siswa SD Kajian Teori

24 yang telah dipelajari menjadi biasa. Gerakan kompleks berkaitan dengan kemahiran kinerja dari tindakan motorik mencakup pola gerakan yang kompleks. Penyesuaian berkaitan dengan keterampilan yang dikembangkan agar dapat memodifikasi gerakan. Kreativitas mengacu pada penciptaan pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi tertentu. Dari pendapat ahli tentang pengertian serta ranah hasil belajar, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang diperoleh siswa setelah mengalami proses belajar.

2.1.6 Karakter Siswa SD

Cara siswa belajar juga berbeda-beda pada tiap jenjangnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh perkembangan fisik, emosional, dan bahasanya. Kurnia dkk 2007: 1.20-1 berpendapat bahwa: Para pendidik memberi sebutan anak usia sekolah dasar, karena pada rentang usia ini 6-12 tahun anak bersekolah di sekolah dasar. Di sekolah dasar, anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang dianggap penting untuk keberhasilan melanjutkan studi dan penyesuaian diri dalam kehidupannya kelak. Usia anak SD termasuk ke dalam perkembangan masa anak akhir . Menurut Kurnia dkk 2007: 1.20-2 usia anak SD merupakan usia yang menyulitkan, usia tidak rapi, usia bertengkar, usia kritis dalam dorongan berprestasi, usia berkelompok, usia penyesuaian diri, usia kreatif, dan usia bermain. Siswa SD termasuk ke dalam usia yang menyulitkan, karena anak pada masa ini lebih banyak dipengaruhi oleh teman-teman sebaya daripada oleh orang 25 tuanya sendiri. Siswa usia SD disebut juga usia tidak rapi karena anak tidak memperhatikan penampilannya. Pada usia tersebut terjadi pertengkaran, oleh karena itu orang tua menyebutnya sebagai usia bertengkar. Siswa usia SD juga merasakan dorongan berprestasi untuk mencapai keberhasilan, sehingga disebut usia kritis dalam dorongan berprestasi. Keinginan untuk diterima oleh teman- teman sebaya sebagai anggota kelompok, membuat usia ini disebut juga usia berkelompok. Usia ini disebut juga usia penyesuaian diri karena mereka berusaha beradaptasi dengan keadaan yang berlaku dalam kelompok. Selain itu usia ini dikenal sebagai usia kreatif. Besarnya minat dalam kegiatan bermain yang dilakukan mereka membuat usia ini disebut juga usia bermain. Perkembangan kognitif anak berlangsung secara berurutan sesuai dengan perkembangan umurnya. Piaget 1988 dalam Rifa’i dan Anni 2009: 27-30 bahwa ada empat tingkat perkembangan kognitif anak. Pertama, tahap sensorimotorik 0-2 tahun, anak menyusun pemahaman dengan mengordinasikan pengalaman indera sensori dengan gerakan motorik. Pada akhir tahap ini, akan terlihat pola sensorimotorik yang lebih kompleks. Kedua, tahap praoperasional 2- 7 tahun, anak sudah mampu menggunakan simbol-simbol untuk menyatakan objek-objek dunia. Pemikiran anak masih animisme, egosentris, dan intuitif. Ketiga, tahap operasional konkret 7-11 tahun, anak mampu mengoperasionalkan berbagai logika, namun masih dalam bentuk benda konkret. Penalaran logika menggantikan penalaran intuitif. Di samping itu, pemikiran tidak lagi sentrasi tetapi desentrasi, dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan. Kemampuan untuk menggolongkan sudah ada tetapi belum dapat 26 memecahkan masalah yang abstrak. Keempat, tahap operasional formal 11-15 tahun, anak sudah mampu berpikir abstrak, idealis, dan logis, serta mampu menyusun rencana untuk pemecahan masalah-masalah dan menarik kesimpulan secara sistematis. Piaget 1986: 277 dalam Soeparwoto, Hendriyani, dan Liftiah 2007: 85 mengemukakan bahwa “siswa SD berada pada tahap operasional konkret. Pada usia ini, anak sudah memahami hubungan fungsional, karena mereka sudah menguji coba suatu permasalahan”. Menurut tahap perkembangan Piaget, siswa usia Sekolah Dasar termasuk dalam golongan tahap operasional konkret. Pada tahap ini mereka sudah mampu berpikir konkret dalam memahami sesuatu sebagaimana kenyataannya, mampu mengkonversi angka, serta memahami konsep melalui pengamatan sendiri dan lebih objektif. Anak usia SD juga banyak mengalami perubahan baik fisik maupun mental hasil perpaduan faktor intern maupun pengaruh dari luar yaitu lingkungan keluarga, sekolah, mayarakat dan dengan teman sebayanya.

2.1.7 Pengertian Mengajar

Dokumen yang terkait

KEEFEKTIFAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI BEDUG 01 KABUPATEN TEGAL

0 9 289

PENERAPAN MODEL QUANTUM LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATERI ENERGI PANAS DAN BUNYI SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI RANDUGUNTING 4 KOTA TEGAL

1 9 274

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENULIS PUISI MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN CTL PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI RANDUGUNTING 6 KOTA TEGAL

1 21 247

PENINGKATAN MINAT DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PECAHAN MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING DI KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI RANDUGUNTING 4 KOTA TEGAL

0 8 272

Peningkatan Pembelajaran Proklamasi Kemerdekaan Indonesia melalui Model Tari Bambu pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Randugunting 5 Kota Tegal

0 24 280

PENINGKATAN PEMBELAJARAN TARI DAERAH LAIN (TARI SAMAN) MELALUI MODEL BAMBOO DANCING PADA SISWA KELAS V SD NEGERI RANDUGUNTING 01 KOTA TEGAL

0 51 289

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN INQUIRY BASED LEARNING PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR.

2 13 52

Keefektifan Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) terhadap Peningkatan Kualitas Pembelajaran Daur Air Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Adiwerna 04 Kabupaten Tegal.

1 17 298

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PKn MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 DIGAL WONOGIRI.

0 0 197

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Sekolah Dasar

0 0 70