Desentralisasi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Arifin and Pradina 1998 yang dikutip Dahuri 2003 mengkaji tentang pengelolaan sumberdaya siput lola di Maluku. Hasil kajiannya memperlihatkan bahwa perkembangan produksi perikanan lola tidak sesuai dengan gambaran umum tentang suksesnya sistem sasi dalam mengatur sumberdaya alam. Jumlah cangkang lola yang didaratkan dari hasil buka sasi selama 13 tahun dan produksi hipotetik jika asumsinya lola dipanen setiap tahun menunjukkan bahwa produksi lola cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa sistem sasi belum cukup baik untuk mempertahankan perikanan lola secara berkelanjutan. Ada empat faktor yang menyebabkan kegagalan perikanan lola, yaitu : 1 Lemahnya informasi dasar tentang aspek biologi lola, seperti kebiasaan makan, siklus reproduksi dan tingkat permulaan dewasa 2 Kuatnya ekonomi pasar yang menyebabkan keterpaksaan para pemimpin adat untuk membuka sasi sesering mungkin 3 Pertambahan penduduk yang tinggi rata-rata 2,1 per tahun 4 Pengambilan lola secara illegal Belajar dari kasus di atas, strategi pengelolaan sumberdaya hayati dengan hanya mengedepankan sistem tradisional belum cukup memecahkan masalah. Oleh sebab itu, sistem ini harus diintegrasikan dengan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan biologi sumberdaya alam dan didukung oleh kebijakan pemerintah daerah setempat. Perikanan lola sistem sasi masih mungkin bertahan di masa yang akan datang jika aspek-aspek biologi lola telah dikuasai, batas minimum yang diijinkan untuk di panen, dan program pengelolaan bersama co- management di tingkat desa atau kabupaten diterapkan dengan baik.

2.6 Desentralisasi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Tugas mengelola dan menata pemanfaatan sumberdaya perikanan merupa- kan sesuatu hal yang sulit dilakukan oleh pemerintah pusat sendiri. Hal ini disebabkan antara lain : kekurangan personel; kekurangan dana; kekurangan fasilitas; rendahnya legitimasi pemerintah pusat yang berkaitan langsung dengan masyarakat; kurangnya pemahaman pemerintah pusat terhadap masalah yang dihadapi masyarakat; lambatnya proses transformasi kebijakan yang diambil di tingkat pusat ke dalam bentuk kebijakan aplikatif di tingkat daerah. Dengan berbagai alasan tersebut maka desentralisasi pengelolaan sumberdaya perikanan perlu dilaksanakan. Arti penting dari desentralisasi pengelolaan sumberdaya perikanan adalah pemerintah daerah lebih diberdayakan untuk mengelola sumberdaya perikanan dimana konsep pembangunan yang akan dilaksanakan dirumuskan melalui pendekatan dari bawah bottom-up approach, dengan memanfaatkan sistem norma dan adat istiadat setempat Dahuri, 2003. Desentralisasi pengelolaan sumberdaya perikanan secara hukum tertuang dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Ada beberapa hal pokok yang penting dalam melaksanakan desentralisasi pengelolaan sumberdaya perikanan yaitu : 1 Kualitas sumberdaya manusia 2 Partisipasi masyarakat 3 Penegakan hukum yang melibatkan lembaga-lembaga masyarakat dan 4 Ketersediaan dana untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan peningkatan infrastruktur wilayah Saad, 2001. Hal ini menjadi sangat penting karena persoalan yang muncul pada desentralisasi tidak dapat dipisahkan dari sentralisasi pengelolaan sumberdaya perikanan pada masa lalu yang telah menimbulkan banyak masalah, termasuk di dalamnya kerusakan sumberdaya pesisir dan lautan serta terpinggirnya pelaku- pelaku usaha lokal. Sistem sentralistik tidak mengakui adanya pluralisme hukum termasuk pengakuan terhadap eksistensi hukum adat atau hak ulayat laut yang secara riil efektif di masyarakat. Desentralisasi pengelolaan sumberdaya perikanan pada hakekatnya adalah sebagai penyerahan kekuasaan, wewenang, dan tanggung jawab secara sistematis dan rasional dari pemerintah kepada masyarakat. Meskipun demikian namun pemerintah perlu bekerjasama atau berkoloborasi dengan masyarakat dalam wujud saling membagi wewenang, kekuasaan dan tanggung jawab. Oleh karena itu sistem desentralisasi pengelolaan sumberdaya perikanan adalah merupakan suatu bentuk ko-manajemen perikanan antara pemerintah dan masyarakat Pomeroy and Williams, 1994. Konsekuensinya, sistem pengelolaan perikanan adalah sistem yang melibatkan masyarakat dan pemerintah bertanggung secara bersama-sama dalam melakukan proses dan tahapan pengelolaan sumberdaya perikanan. Jadi inti ko-manajemen adalah adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat lokal. Adapun manfaat yang ingin dicapai melalui ko-manajemen perikanan adalah status pengelolaan perikanan yang lebih tepat, lebih efisien serta lebih adil dan merata. Selain itu, ko-manajemen merupakan jalan ke arah terwujudnya pembangunan berbasis masyarakat dan merupakan cara untuk mewujudkan proses pengambilan keputusan secara desentralisasi. Tujuan ko-manajemen juga adalah untuk mencapai visi dan tujuan nelayan lokal serta mengurangi konflik antar nelayan melalui proses demokrasi partisipatif Nikijuluw, 2002. Ko-manajemen pengelolaan sumberdaya perikanan akan berbeda-beda dan hal ini sangat tergantung pada kondisi spesifik dari suatu wilayah. Untuk itu Mc Cay 1993 and Berkes 1994 yang dikutip Novaczek et al. 2001, telah me- nyusun suatu hirarki penilaian ko-manajemen yang merupakan gabungan dua pendekatan yaitu pengelolaan berbasis pemerintah dan pengelolaan berbasis masyarakat. Ada 10 tingkatan dalam hirarki ko-manajemen tersebut, yaitu : 1 Pemberitahuan 2 Konsultasi 3 Kerjasama 4 Komunikasi 5 Pertukaran informasi 6 Pengawasan hukum 7 Aksi kerjasama 8 Rekanan 9 Kontrol masyarakat dan 10 Koordinasi antar daerah Adanya hirarki ko-manajemen karena terdapat berbagai kemungkinan proses pengambilan keputusan yang melibatkan masyarakat lokal dan pemerintah. Hirarki ko-manajemen ini menggambarkan bahwa bila suatu tanggung jawab dan wewenang masyarakat rendah pada suatu bentuk ko- manajemen maka tanggung jawab dan wewenang pemerintah akan tinggi. Sebaliknya bila tanggung jawab dan wewenang masyarakat tinggi, maka tanggung jawab dan wewenang pemerintah rendah. Beberapa kunci keberhasilan ko-manajemen pengelolaan sumberdaya per- ikanan dikemukakan oleh Pomeroy and Williams 1994 yang dikutip Zamani dan Darmawan, 2001 adalah : 1 Batas-batas wilayah yang jelas 2 Kejelasan keanggotaan 3 Keterikatan dalam kelompok 4 Manfaat harus lebih besar dari biaya 5 Pengelolaan yang sederhana 6 Legalisasi dari pengelolaan 7 Kerjasama dan kepemimpinan dalam masyarakat 8 Desentralisasi dan pendelegasian wewenang 9 Koordinasi antara pemerintah dengan masyarakat dan 10 Pengetahuan, kemampuan dan kepedulian masyarakat. Ko-manajemen perikanan akan berjalan dengan baik apabila di tingkat masyarakat telah ada suatu bentuk sistem manajemen pengelolaan sumberdaya perikanan oleh masyarakat, hal ini menjadi embrio bagi terjadinya proses pene- rapan ko-manajemen tersebut. Berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan ini, maka ko-manajemen merupakan salah satu alternatif pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan di Maluku pada rezim otonomi daerah. Hal ini disebabkan karena di tingkat masyarakat lokal pedesaan Maluku telah memiliki sistem tersebut. Untuk itu, perlu mendapat perhatian untuk dikembangkan ke arah yang lebih baik lagi. 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian yang dimulai dari penjajakan, studi pustaka, pembuatan proposal, penelitian lapangan, pengolahan data dan penulisan disertasi adalah dari bulan Januari 2005 sampai dengan bulan September 2006. Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2005. Tempat penelitian adalah di Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah dan Kabupaten Seram Bagian Barat, yang meliputi beberapa pulau yaitu Pulau Ambon, Pulau Saparua, Pulau Nusalaut, Pulau Haruku dan Pulau Seram Lampiran 1.

3.2 Metode Sampling