25 proses pendugaan modelnya, teknik ini menggunakan fungsi kernel atau spline
serupa dengan pada teknik MARS, yang membiarkan model PPR mengikuti keadaan datanya, sehingga PPR termasuk ke dalam kategori model berbasis data-
driven.
2.6. Permasalahan Dalam Teknik
Statistical Downscaling
Pemodelan SD diawali dengan penyusunan hubungan fungsional antara peubah atmosfir skala global dengan peubah skala lokal. Pemodelan ini
memerlukan asumsi-asumsi dan prosedurnya. Prosedur-prosedurnya mencakup
pemilihan peubah lokal sebagai peubah respon y, pemilihan peubah global sebagai peubah prediktor X dan domain GCM, dan penentuan model dan
metode pendugaannya. Beberapa asumsi diperlukan dalam penggunaan model statistik untuk
teknik SD. Asumsi penting untuk menilai dampak iklim dengan pendekatan statistik adalah adanya hubungan antara sirkulasi atmosfir skala besar dan iklim
lokal yang tidak berubah dengan terjadinya perubahan iklim, meskipun tidak ada jaminan demikian Zorita Storch 1999. Namun jika data pengamatan historis
record length untuk pemodelan cukup panjang, maka data tersebut dapat diasumsikan mengandung informasi penting tentang kondisi iklim yang berbeda
atau adanya perubahan iklim. Hal ini berguna untuk menilai iklim lokal dengan memanfaatkan model statistik yang dapat mengidentifikasi informasi tersebut
dalam data historis, dan dapat menduga kemungkinan dampaknya terhadap iklim lokal. Keadaan ini akan valid jika keragaman di masa lampau sama dengan
keragaman pada saat sekarang dan masa datang. Tetapi kenyataannya bahwa model yang dapat memberikan hasil yang baik untuk masa lampau belum tentu
berimplikasi bahwa model tersebut dapat digunakan dengan baik pula untuk kondisi yang akan datang, bahkan ada kemungkinan model itu sudah tidak berlaku
lagi karena adanya perubahan keragaman, apalagi kalau ada kejadian ekstrim. Sehubungan dengan teknik SD ini, Zorita et al 1995 mengemukakan
tiga asumsi, yaitu 1 GCM dapat memprediksi peubah atmosfir berskala besar yang lebih realistis daripada memprediksi peubah iklim lokal; 2 Hubungan
antara peubah skala besar dan lokal tidak berubah dengan adanya perubahan
26 iklim; dan 3 Prosedur statistik tidak hanya menghasilkan suatu replika data
historis tetapi juga makna pengaruh setiap peubah dan hubungannya secara fisik terhadap peubah lokal. Yarnal et al 2001 menyatakan bahwa salah satu asumsi
dalam pemodelan SD adalah kestabilan hubungan antara peubah luaran GCM dengan peubah lokal, di mana hubungan ini tidak tergantung waktu time
invariant. Namun hubungan ini umumnya tidak stabil, terutama kalau banyak peubah yang terlibat dalam penyusunan model dan untuk jangka panjang.
Cavazos 1999 menyebutkan asumsi-asumsi dalam pemodelan linear, yaitu 1 Kelinearan; 2 Kenormalan; dan 3 Tidak ada multikolinearitas.
Dengan asumsi kelinearan, model SD harus bersifat linear. Model ini memerlukan asumsi kenormalan, di mana suatu model tidak dapat digunakan secara langsung
bila peubah lokal tidak menyebar normal, terutama untuk model paramterik. Pada umumnya peubah lokal tidak menyebar normal, misalnya curah hujan. Luaran
GCM menyebar normal selama sirkulasi atmosfir skala besar menyebar normal, tetapi secara umum kenyataannya tidak normal Cavazos 1999. Multikolinearitas
adalah suatu keadaan di mana peubah-peubah prediktor dalam model saling berkorelasi tinggi. Keadaan ini akan menjadi masalah dalam penduga model yang
berbias dan overestimate. Pada dasarnya model SD adalah model regresi yang melibatkan
pemodelan suatu fungsi antara satu atau lebih peubah prediktor dan satu atau lebih
peubah respon, yaitu pendugaan fX. Bentuk umum model SD pada persamaan 2.1 terdiri dari peubah respon Y
t x p
dan peubah prediktor X
t x q x s x g
. Bila
fungsi fX diketahui, maka pendugaannya dapat dilakukan dengan baik. Tetapi
pada kenyataannya bentuk fungsi ini sering tidak diketahui dan model yang tidak tepat akan memberikan hasil dugaan yang tidak tepat pula Friedman Stuetzle
1981. Bila bentuk fungsi tidak diketahui dan hanya melibatkan satu peubah
prediktor, maka fX dapat dimodelkan dengan pemulusan linear seperti spline
atau kernel. Untuk jumlah peubah prediktor yang lebih banyak, metode pemulusan linear akan bermasalah karena data prediktor bersifat curse of
dimensionality di mana ukuran ruang peubah prediktor bertambah besar secara eksponensial sesuai dengan bertambahnya jumlah peubah prediktor. Hal ini akan
27
menimbulkan masalah dalam pendugaan fX apabila tidak didukung dengan
jumlah data yang besar. Tahap awal dalam SD adalah pemilihan peubah lokal dan lokasi target
pendugaan, sehubungan dengan peubah respon pada model SD. Peubah ini harus terukur dan berhubungan dengan sirkulasi global. Pada umumnya temperatur
banyak digunakan dalam studi SD. Temperatur bersifat kontinu dan berdistribusi normal. Di samping itu curah hujan juga sering digunakan. Curah hujan
berdistribusi skewed dengan nilai minimum nol dan berhubungan dengan proses- proses yang terjadi pada skala lokal sehingga sukar untuk proses downscaling
Yarnal et al. 2001. Setelah peubah respon terpilih, tahap berikutnya adalah memilih peubah
prediktor dan domainnya. Peubah prediktor mempengaruhi lingkungan pada tingkat permukaan dan dapat disimulasi secara akurat oleh GCM Yarnal et al.
2001. Peubah GCM yang sering digunakan adalah SLP, geopotential height, moisture, humidity, dew point temperature, vorticity, dan presipitasi. Presipitasi
pernah digunakan sebagai prediktor oleh Venugopal et al 1999, diacu dalam Yarnal et al. 2001, dan Semenov Barrow 1996, Palutikof Wigley 1995,
dan Wilks 1999, diacu dalam Giorgi Hewitson 2001. Presipitasi bulanan luaran GCM merupakan salah satu peubah prediktor yang berpotensi digunakan
dalam pemodelan SD BIOCLIM 2004. Peubah respon juga bersifat temporal sehingga kemungkinan ada masalah
otokorelasi. Jika peubah respon lebih dari satu, maka masalah multikolinearitas mungkin terjadi dalam peubah respon. Permasalahan lain yang mungkin terjadi
pada peubah respon adalah kondisi kawasan di mana lokasi target pendugaan akan dilakukan, terutama berkaitan dengan kehomogenan topografi dan vegetasi di
wilayah target di kawasan tropis seperti Indonesia. Wilayah yang heterogen memerlukan teknik SD yang dapat digunakan dengan skala ‘titik’ point scale,
yaitu khusus untuk suatu lokasi tertentu, tidak berlaku untuk wilayah sekitarnya yang lebih luas. Untuk wilayah target yang lebih homogen, teknik SD dapat
digunakan untuk pendugaan target yang lebih luas. Kejadian ekstrim pada peubah respon juga akan merupakan masalah dalam pendugaan model SD. Kejadian ini
akan menjadi data pencilan yang mungkin akan mengganggu pendugaan model
28 SD, sehingga teknik SD harus bersifat kekar robust terhadap kejadian ekstrim
atau pencilan. Peubah prediktor bersifat spasial g dan temporal t sedangkan peubah
respon bersifat temporal t di mana peubah ini berupa deret waktu. Kedua jenis peubah ini mempunyai permasalahannya masing- masing, di samping masalah
curse of dimensionality terutama pada peubah prediktor. Peubah prediktor adalah data luaran GCM yang tergantung pada luasan dan lokasi domain GCM yang
bersifat spasial sehingga kemungkinan adanya korelasi spasial antar grid dalam domain. Keadaan ini menunjukkan kemungkinan adanya masalah
multikolinearitas antar grid. Demikian juga jika model melibatkan lebih dari satu prediktor dan lebih dari satu lapisan atmosfir, yang kemungkinan ada korelasi
antara peubah prediktor. Di samping bersifat spasial, prediktor ini bersifat temporal sehingga kemungkinan ada masalah otokorelasi.
Secara umum permasalahan dalam pemodelan SD adalah sebagai berikut: 1 Luasan dan lokasi domain GCM, yaitu jumlah grid dalam domain dan lokasi
domain di mana peubah prediktornya berkorelasi tinggi dengan peubah respon.
2 Peubah prediktor luaran GCM yang bersifat curse of dimensionality, nonlinear, non Gaussian, bahkan tidak mengikuti sebaran statistik yang
baku, dan multikolinearitas. 3 Peubah respon juga bersifat nonlinear, non Gaussian, bahkan tidak
mengikuti sebaran statistik yang baku. 4 Panjang data historis, di mana umumnya teknik SD memerlukan data
historis yang relatif panjang. 5 Data peubah respon yang ekstrim atau pencilan.
2.7. Simpulan