Pendekatan Dynamical Downscaling Pendekatan Statistical Downscaling

13 ukuran grid lebih kecil daripada grid GCM, dapat memperhitungkan topografi lokal, vegetasi, dan jenis tanah, dan mentranslasikan hasil prediksi GCM pada skala lokal. Ada dua jenis pendekatan downscaling yaitu 1 dynamical downscaling dan 2 statistical downscaling. Dynamical downscaling dilakukan dengan cara menetapkan GCM tersarang dengan resolusi spasial yang lebih tinggi, sedangkan SD berdasarkan hubungan fungsional antara prediktor berskala besar dan peubah respon berskala kecil. Pendekatan lainnya adalah statistical-dynamical downscaling yang merupakan gabungan kedua pendekatan sebelumnya.

2.3.1. Pendekatan Dynamical Downscaling

Pendekatan dynamical downscaling menggunakan model berskala lebih kecil daripada skala GCM. Salah satu model meso adalah model area terbatas, yang dikenal dengan LAM. GCM mensimulasi nilai parameter-parameter berskala global, sedangkan LAM mensimulasi nilai parameter berdasarkan nilai- nilai pada grid-grid GCM. Grid-grid LAM berada tersarang pada grid GCM sehingga secara kontinu LAM tergantung kepada GCM. LAM ini dikendalikan oleh GCM dalam batas-batas domainnya. Proses simulasi ini memerlukan komputasi yang intensif dan terus menerus. DARLAM Division of Atmospheric Research Limited Area Model merupakan salah satu model meso melalui pendekatan dynamical downscaling. DARLAM berskala 44 km 2 dengan 9 level vertikal yang dikembangkan oleh CSIRO Australia. Model DARLAM dibentuk untuk kawasan Asia Tenggara dan ditempatkan secara tersarang di dalam grid model global ECMWF European Center for Medium Range Weather Forecast atau NCEP National Center for Environmental Prediction. Model lainnya adalah model sirkulasi regional, yang dikenal dengan RCM yang berskala lebih besar dari skala pada LAM tetapi lebih kecil daripada skala pada GCM. Di Indonesia hasil prediksi DARLAM telah digunakan untuk reanalisis curah hujan di 15 stasiun curah hujan Ratag 2001. Secara umum hasil reanalisis menunjukkan bahwa model DARLAM telah mampu mensimulasi pola umum curah hujan meskipun perbedaan nilai prediksi masih besar. 14

2.3.2. Pendekatan Statistical Downscaling

Pendekatan SD menggunakan data regional atau global untuk memperoleh hubungan fungsional antara skala lokal dengan skala global GCM, seperti model regresi. Pendekatan SD disusun berdasarkan adanya hubungan antara grid skala besar prediktor dan grid skala lokal respon yang dinyatakan dengan model statistik yang dapat digunakan untuk menterjemahkan anomali-anomali skala global menjadi anomali dari beberapa peubah iklim lokal Zorita Storch 1999. Pendekatan ini mencari informasi skala lokal dari skala global melalui hubungan fungsional antara kedua skala tersebut Storch et al. 2001. Namun untuk keadaan skala global yang sama, keadaan skala lokalnya bisa bervariasi atau adanya regionalisasi. SD menjelaskan hubungan antara skala global dan lokal dengan lebih memperhatikan keakuratan model penduga untuk mempelajari dampak perubahan iklim Yarnal et al. 2001. Pendekatan SD memanfaatkan data GCM untuk peramalan iklim lokal Fuentes Heimann 2000. Dalam pendekatan ini perlu dilakukan pemilihan peubah-peubah yang akan dijadikan sebagai prediktor dan penentuan domain lokasi dan jumlah grid, karena kedua hal ini merupakan faktor kritis yang akan mempengaruhi kestabilan peramalan Wilby Wigley 2000. Dengan demikian dalam hal peramalan curah hujan, pemilihan peubah prediktor data GCM sebaiknya berdasarkan pada adanya korelasi yang kuat antara peubah tersebut dengan curah hujan. Hasil dari model SD terkait langsung dengan statistik iklim pada waktu sebelumnya dan dapat memberikan hasil ramalan deret waktu yang panjang untuk studi dampak iklim. Model ini juga memerlukan data deret waktu yang homogen dalam berbagai perubahan iklim Schubert Henderson-Sellers 1997. Model SD juga akan memberikan hasil yang baik jika ketiga syarat berikut terpenuhi, yaitu 1 Hubungan erat antara respon dengan prediktor yang menjelaskan keragaman iklim lokal dengan baik; 2 Peubah prediktor disimulasi baik oleh GCM, dan 3 Hubungan antara respon dengan prediktor tidak berubah dengan perubahan waktu dan tetap sama meskipun ada perubahan iklim Busuioc et al. 2001. Model SD merupakan suatu fungsi transfer Sailor et al. 2000; Trigo Palutikof 2001, yang menggambarkan hubungan fungsional sirkulasi atmosfir 15 global dengan unsur- unsur iklim lokal. Secara umum bentuk modelnya adalah sebagai berikut: Y = fX 2.1 di mana: Y t x p = peubah-peubah iklim lokal misal: curah hujan, X t x q x s x g = peubah-peubah luaran GCM misal: presipitasi, t = banyaknya waktu misal: harian, dasarian, atau bulanan, p = banyaknya peubah y, q = banyaknya peubah x, s = banyaknya lapisan atmosfir, g = banyaknya grid domain GCM. Model SD tersebut sangat kompleks dan solusi yang baku untuk model ini belum tersedia. Kompleksitas model ini terjadi karena berbagai kemungkinan sebagai berikut: 1 q1 dan X berkorelasi, 2 q1 dan pengamatan peubah Y berotokorelasi, 3 q1, X berkorelasi, dan pengamatan peubah Y berotokorelasi. Pada umumnya model SD melibatkan data deret waktu t dan data spasial GCM g. Banyaknya peubah y, peubah x, dan lapisan atmosfir dalam model, dan otokorelasi dan kolinearitas pada peubah y maupun pada peubah x menunjukkan tingkat kompleksitas model. Semakin banyak peubah y dan peubah x, semakin kompleks model SD. Dengan demikian dalam penerapan dan pengembangan model SD untuk wilayah Indonesia diperlukan suatu solusi terutama terhadap permasalahan pemodelan me lalui kajian teoritis, verifikasi, validasi dan evaluasi model. Pengembangan ini dapat berupa modifikasi terhadap teknik-teknik SD yang ada. Selama ini ada berbagai teknik untuk pemodelan SD, antara lain analisis regresi linear berganda dan analisis regresi komponen utama Huth Kysely 2000; Mpeloska et al. 2001; Uvo et al. 2001; Lanza et al. 2001; Bergant et al. 2002, analisis korelasi kanonik Landman Tennant 2000; Busuioc et al. 2001; Chen D Chen Y 2002; Fenoglia-Marc 2001, analisis regresi berstruktur pohon Tree Structure Regression-TSR Li Sailor 2000, Multivariate Additive 16 Regression Spline MARS, Artificial Neural Network ANN Sailor et al. 2000; Dawson Wilby 2001; Wilby et al. 1998; Cavazos 1999; Mpeloska et al. 2001, metode analog Zorita Storch 1999, model rantai Markov Charles et al. 1999a; Charles et al. 1999b . Disamping itu ada beberapa metode pre-processing yang digunakan antara lain single value decomposition SVD, analisis komponen utama. Beberapa metode yang berpotensi untuk pendugaan model SD antara lain model PPR Projection Pursuit Regression, model aditif terampat Generalized Additive Model atau GAM, metode Bayes. Pada Tabel 2.2 tercantum, beberapa teknik SD yang pernah digunakan di luar wilayah Indonesia. Beberapa kajian tentang model SD telah dilakukan untuk data curah hujan di Indonesia, khususnya di kabup aten Indramayu dan data di sekitar area Saguling. Notodiputro et al 2004 mengkaji penggunaan model regresi komponen utama yang dikombinasikan dengan ARIMA. Metode ini diterapkan terhadap data temperatur GCM dan curah hujan di area Saguling. Wigena dan Aunuddin 2004b menggunakan metode projection pursuit PP untuk pre- processing dan PPR dan kombinasi antara PP dan ANN, dan membandingkan kedua metode tersebut dengan kombinasi antara PCA Principal Component Analysis dan ANN. Berdasarkan kajian awal tersebut metode PP dan PPR menjadi fokus kajian lebih mendalam dalam penelitian ini.

2.4. Beberapa Teknik