Tarif Impor Kebijakan Impor

St-1 = sisa stok pada tahun ke t-1 ER = nilai tukar atau exchange rate tahun ke t PM = harga impor tahun ke t Terdapat beberapa variabel yang akan mempengaruhi permintaan impor suatu negara seperti biaya transportasi TC, tarif T, selera konsumen PC, distribusi pendapatan Y, dan populasi P yang dapat memberikan hasil yang lebih akurat Oktaviani, 2000 dalam Purnamasari, 2006.

3.1.4 Kebijakan Impor

1. Tarif Impor

Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan kepada suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Tarif impor import tariff adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain. Pengenaan tarif dilakukan sebagai sumber pendapatan dalam kas pemerintah, juga sebagai alat proteksi bagi sektor-sektor industri tertentu di dalam negeri dari tekanan persaingan produk impor. Berdasarkan mekanisme perhitungannya, tarif terbagi menjadi tiga jenis, diantaranya Hady, 2004 : 1. Tarif Ad Valorem Ad Valorem Tariff Tarif ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor. 2. Tarif Spesifik Spesific Tariff Tarif spesifik dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor. 3. Tarif Campuran Tarif campuran adalah gabungan dari tarif ad valorem dan tarif spesifik, dimana barang yang diimpor dikenakan pungutan dalam jumlah tertentu dan dikenakan pungutan dalam bentuk persentase. Pemberlakuan tarif oleh sebuah negara kecil yang melakukan impor dapat dianalisis dengan menggunakan analisis keseimbangan parsial. Negara kecil merupakan negara yang memiliki keterbatasan sehingga tidak mampu untuk mempengaruhi harga dunia dan harus menerima harga-harga yang berlaku di pasar internasional. Sumber : Hady, 2004 Gambar 3.3 Kurva Pemberlakuan Tarif Impor Dalam Gambar 3.3 Dx adalah kurva permintaan dan Sx melambangkan kurva penawaran komoditi X dinegara kecil yang berlaku sebagai importir. Jika negara tersebut tidak melakukan perdagangan internasional autarki maka akan mengalami keseimbangan di titik E yang merupakan perpotongan antara kurva Dx dan Sx. Kondisi autarki memperlihatkan bahwa tidak terjadi ekspor ataupun impor. Dalam hal ini produksi dalam negeri sama dengan konsumsi dalam negeri sebesar OQo dengan harga Po. Jika negara melakukan perdagangan internasional, harga komoditi X akan semakin murah menjadi sebesar P 1 dan konsumsi meningkat menjadi OQ 2 . Konsumsi ini dipenuhi oleh produksi dalam negeri sebesar OQ 1 , dan impor sebesar Q 1 Q 2 . Garis putus-putus horizontal S f adalah kurva penawaran komoditi X dari luar negeri yang sifatnya elastis tak terbatas untuk negara importir. Hal ini menunjukkan bahwa pasar-pasar internasional mampu memberikan pasokan komoditi X sebanyak apapun kepada negara importir berdasarkan harga dunia yang berlaku. Produksi yang menurun dari OQo menjadi OQ 1 akan menyebabkan kerugian bagi industri, sehingga berimplikasi pada terjadinya pengangguran. Oleh karena itu, pemerintah memberikan proteksi dengan memberlakukan tarif. Tarif ditetapkan sebesar P 1 P 2 sehingga untuk memperoleh komoditi X konsumen di negara importir harus membayar sebesar P 2 . Peningkatan harga yang terjadi menyebabkan penurunan tingkat konsumsi dari Q 2 menjadi Q 4 . Konsumsi ini dipenuhi oleh produksi dalam negeri yang meningkat sebesar OQ 3 dan impor yang menurun sebesar Q 2 Q 4 . Garis putus-putus S f+T merupakan kurva penawaran komoditi X dari luar negeri yang baru untuk negara importir. Kurva ini telah memperhitungkan dampak dari pengenaan tarif. Dengan demikian, pengenaan tarif memberikan dampak bagi penurunan tingkat konsumsi dalam negeri dan peningkatan produksi dalam negeri. Dampak pengenaan tarif terhadap perdagangan diperlihatkan oleh menurunnya tingkat impor. Gambar 3.3 memperlihatkan penurunan surplus konsumen sebesar AGHB. Penurunan surplus konsumen ini diterima oleh pemerintah dalam bentuk pajak impor sebagai penerimaan pemerintah sebesar MJHN yang diperoleh dari P 2 -P 1 untuk Q 4 -Q 3 komoditi yang diimpor. Selain itu, diredistribusikan kepada produsen dalam negeri dalam bentuk surplus produsen sebesar AGJC dan sebesar segitiga CJM juga BHN merupakan biaya proteksi yang harus ditanggung oleh perekonomian negara importir.

2. Subsidi