Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor TPT Indonesia

plot antara residual dengan dugaan respon Residual Versus The Fitted Values. Hasil uji Residual Versus The Fitted Values menunjukkan bahwa model regresi tidak terdapat masalah heteroskedatisitas.

6.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor TPT Indonesia

1. Harga Impor TPT PM

Berdasarkan hasil regresi persamaan, harga impor TPT yang didapat berpengaruh postif dan berpengaruh nyata terhadap impor. Harga impor TPT seharusnya berhubungan negatif terhadap volume impor TPT. Produk impor TPT yang banyak masuk ke Indonesia merupakan sub sektor serat fiber. Hal ini terjadi karena industri serat dibutuhkan oleh industri pemintalan, pertenunan, dan perajutan sebagai bahan baku utama. Industri pemintalan, pertenunan, dan perajutan didominasi oleh investasi asing dari Jepang dan India API, 2007. Hal ini menyebabkan industri menggunakan serat yang berkualitas dengan harga tinggi agar produk yang dihasilkan berkualitas dan bernilai jual tinggi sehingga mampu menarik investor. Serat TPT berupa kapas 100 persen berasal dari produk impor, karena tidak tesedia di dalam negeri. Hal ini menjadikan tingkat kelebihan permintaan terhadap serat TPT tinggi, sehingga impor TPT terutama serat akan meningkat meskipun harga yang tinggi. Sumber : API 2007, diolah Gambar 6.1 Impor TPT Indonesia, 2003-2007 Ribu Ton Koefisien regresi pada variabel harga impor menunjukkan nilai elastisitas volume impor TPT dari harga impor sebesar 0,73. Artinya peningkatan harga impor sebesar 1 persen akan meningkatkan volume impor TPT sebesar 0,73 persen. Nilai elastisitas yang lebih kecil dari satu memperlihatkan bahwa impor TPT Indonesia tidak responsif terhadap perubahan harga impor.

2. Harga Domestik TPT Indonesia PD

Harga domestik TPT Indonesia memiliki nilai koefisien regresi positif dan berpengaruh nyata terhadap impor TPT. Tanda variabel harga domestik TPT Indonesia sesuai dengan hipotesis dan memiliki nilai elastisitas sebesar 0,8. Nilai elastisitas menunjukkan bahwa peningkatan harga domestik TPT Indonesia sebesar 1 persen akan meningkatkan volume impor TPT sebesar 0,8 persen. Nilai elastisitasnya yang lebih kecil dari satu mengindikasikan bahwa impor TPT Indonesia tidak responsif terhadap perubahan harga impor. Jika harga produk TPT Indonesia meningkat, maka harga produk TPT impor menjadi relatif lebih murah, sehingga jumlah permintaan terhadap produk impor akan meningkat. Kondisi ini juga diperlihatkan oleh meningkatnya impor TPT baik resmi maupun ilegal yang berasal dari China. China merupakan negara yang menggunakan teknologi tinggi dalam produksi, sehingga investasi asing banyak masuk dan menekan harga produknya. Sehingga produk impor China baik resmi maupun ilegal berada pada harga yang relatif murah dan kualitas relatif lebih baik dibadingkan dengan produk TPT Indonesia. Dengan demikian, peningkatan pada harga domestik TPT Indonesia akan mengakibatkan permintaan impor TPT meningkat.

3. Nilai Tukar R

Nilai tukar pada hasil regresi memiliki nilai koefisien regresi negatif dan berpengaruh nyata terhadap impor TPT. Berdasarkan hipotesis awal nilai tukar berpengaruh negatif terhadap impor TPT. Nilai tukar berhubungan dengan neraca perdagangan suatu negara. Apabila terjadi depresiasi rupiah, maka harga barang- barang domestik akan lebih murah dan penduduk domestik akan membeli sedikit barang impor. Namun apabila terjadi apresiasi nilai tukar, maka harga barang- barang domestik relatif tinggi dibandingkan dengan barang-barang luar negeri dan penduduk domestik lebih banyak membeli barang impor. Koefisien regresi variabel kurs riil adalah sebesar -392,9 dan nilai elastisitasnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Y X X Y X X Y Y s elastisita ⋅ ∂ ∂ = ∂ ∂ = , dimana Y X Y 1 ⋅ ∂ ∂ adalah -392,9. Nilai elastisitasnya menjadi - 00039 , 9 , 392 × atau sama dengan -0,15. Artinya, setiap peningkatan nilai tukar depresiasi rupiah sebesar 1 persen akan menurunkan volume impor TPT sebesar 0,15 persen.

4. Tarif Impor TPT T

Tarif impor TPT yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia bertujuan untuk menambah sumber kas negara dan melindungi industri TPT domestik dari persaingan dengan industri eksportir TPT. Berdasarkan teori ekonomi, tarif impor ditetapkan untuk menekan jumlah impor yang masuk ke dalam negeri. Artinya tarif impor memiliki hubungan negatif terhadap impor TPT. Hasil regresi menunjukkan bahwa koefisien tarif impor TPT memiliki tanda negatif. Tarif impor TPT juga berpengaruh nyata terhadap volume impor TPT dengan nilai koefisien regresi sebesar -0,022. Nilai elastisitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Y X X Y X X Y Y s elastisita ⋅ ∂ ∂ = ∂ ∂ = , dimana Y X Y 1 ⋅ ∂ ∂ adalah -0,022. Nilai elastisitasnya menjadi - 01 , 21 022 , × atau sama dengan -0,46. Artinya, setiap peningkatan tarif impor sebesar 1 persen akan menurunkan volume impor TPT sebesar 0,46 persen. Tarif impor TPT yang ditetapkan pemerintah sebelum tahun 1988 sekitar 5 sampai 60 persen. Tingginya tarif impor TPT dapat menekan jumlah impor yang masuk ke Indonesia. Pada perubahan tarif impor yang disusun pada Buku Tarif dan Bea Masuk Indonesia BTBMI tahun 1996 akibat adanya perubahan Harmonized System HS versi 1996, nilai tarif impor berkisar antara 5 sampai 20 persen. Penurunan besar tarif impor terutama produk TPT berakibat pada peningkatan volume impor TPT yang masuk ke Indonesia. Gambar 6.2 memerlihatkan peningkatan volume impor TPT Indonesia dari tahun 1980 sampai 2007. T a h u n Im p o r T P T 2 0 0 7 2 0 0 4 2 0 0 1 1 9 9 8 1 9 9 5 1 9 9 2 1 9 8 9 1 9 8 6 1 9 8 3 1 9 8 0 1 4 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 V a r i a b l e A c t u a l F i t s Sumber : API 2007, diolah Gambar 6.2 Perkembangan Impor TPT Indonesia, 1980-2007 Pada tahun 2010 pemerintah merencanakan adanya pembebasan tarif TPT. Meskipun demikian, hal ini harus disertai dengan penguatan industri dalam negeri agar dapat bersaing dengan produk impor dan pengawasan impor oleh Bea Cukai. Jika tidak ada verifikasi yang ketat terhadap produk impor yang masuk, maka perkembangan industri TPT dalam negeri akan terhambat.

5. Pendapatan Per Kapita Y

Berdasarkan hasil estimasi diketahui pendapatan perkapita memiliki koefisien regresi sebesar -0,12. Tanda yang terdapat pada variabel pendapatan perkapita bernilai negatif, artinya pendapatan perkapita berhubungan negatif dengan impor. Tanda ini tidak sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa pendapatan perkapita memiliki hubungan positif dengan impor TPT. Pendapatan perkapita juga tidak berpengaruh nyata pada permintaan impor TPT Indonesia. Elastisitas pendapatan per kapita bernilai 0, karena tidak berpengaruh terhadap impor TPT Indonesia. Pendapatan perkapita menunjukkan kemampuan masyarakat dalam mengkonsumsi suatu barang. Teori ekonomi menyebutkan bahwa untuk barang normal apabila tingkat pendapatan meningkat maka permintaan terhadap barang tersebut meningkat. Apabila barang tersebut merupakan barang inferior, maka peningkatan pendapatan per kapita akan menyebabkan permintaan terhadap barang tersebut semakin rendah. Produk impor TPT yang masuk ke pasar Indonesia sebagian besar berupa serat. Serat ini kemudian digunakan industri pemintalan, pertenunan, dan perajutan sebagai bahan baku utama. Dengan demikian, pendapatan yang dimiliki masyarakat lebih banyak digunakan untuk konsumsi produk lain, baik produk domestik maupun produk impor lain selain produk impor TPT. Pengaruh yang tidak nyata dari pendapatan perkapita tehadap permintaan impor TPT dikarenakan tingkat pendapatan yang cenderung konstan pada setiap tahunnya. Pada gambar 6.3 pendapatan perkapita Indonesia meningkat diatas rata- rata pada tahun 1998 karena terjadi depresiasi terhadap rupiah. Sebagai negara yang sedang berkembang, masyarakat Indonesia memiliki pendapatan perkapita yang rendah. Pendapatan tersebut lebih diutamakan untuk mengkonsumsi bahan makanan pokok. Meskipun kebutuhan sandang akan pakaian merupakan kebutuhan primer, tetapi kebutuhan pangan tetap menjadi kebutuhan utama. T a h u n P e n d a p a ta n P e rk a p it a 2 0 0 7 2 0 0 4 2 0 0 1 1 9 9 8 1 9 9 5 1 9 9 2 1 9 8 9 1 9 8 6 1 9 8 3 1 9 8 0 5 0 0 0 4 0 0 0 3 0 0 0 2 0 0 0 1 0 0 0 V a r i a b l e A c t u a l F i t s Sumber : API 2007, diolah Gambar 6.3 Perkembangan Pendapatan Perkapita Indonesia, 1980-2007 US Dollar

6. Krisis Ekonomi

Krisis ekonomi mempunyai pengaruh yang nyata dan koefisien regresinya bernilai 0,50. Pada saat terjadi krisis ekonomi, terjadi depresiasi rupiah sehingga harga-harga produk domestik relatif murah dibandingkan dengan harga impor. Dengan demikian permintaan terhadap impor TPT akan menurun. Hal ini tidak terjadi karena krisis ekonomi disertai adanya kenaikan harga BBM pada saat terjadi krisis ekonomi. Kenaikan harga BBM ini memicu adanya kenaikan harga sembako, biaya transportasi dan upah. Kenaikan harga tersebut meningkatkan biaya produksi TPT. Dari sisi produsen, adanya krisis ekonomi yang memicu kenaikan biaya produksi akan membuka peluang pasar bagi produk-produk TPT impor. Apabila dilihat dari sisi konsumen, daya beli masyarakat pada saat krisis ekonomi menurun, sehingga seharusnya dapat menurunkan impor TPT. Akan tetapi, masuknya produk impor dengan harga murah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk TPT dengan harga yang terjangkau. Hal ini yang memicu impor TPT meningkat selama krisis ekonomi terjadi.

6.3 Implikasi Kebijakan