2.6 Acetobacter Xylinum
Acetobacter xylinum atau Gluconacetobacter xylinus merupakan bakteri berbentuk batang pendek dan tergolong ke dalam jenis bakteri Gram negatif, memiliki lebar 0-5-
1 μm dan panjang 2-10 μm. Bakteri Acetobacter xylinum mampu mengoksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan asam organik lain pada waktu yang sama. Sifat
yang paling menonjol dari bakteri itu adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa tersebut membentuk
matrik yang dikenal sebagai nata Tomita dan Kondo, 2009.
Kedudukan Acetobacter xylinum berdasarkan taksonomi adalah : Kingdom
: Bacteria Pylum
: Proteobacteria Class
: Alpha Proteobacteria Ordo
: Rhodospirillales Family
: Psedomonadaceae Genus
: Acetobacter Subspecies
: Xylinum Scientific name
: Acetobacter xylinum Tomoyuki, 1996 Budiyanto 2002 menyatakan bahwa bakteri pembentuk nata termasuk
golongan Acetobacter yang mempunyai ciri-ciri antara lain Gram negatif untuk kultur yang masih muda, Gram positif untuk kultur yang sudah tua, obligat aerobik,
berbentuk batang dalam medium asam, sedangkan dalam medium alkali berbentuk oval, bersifat non mortal dan tidak membentuk spora, tidak mampu mencairkan
gelatin, tidak memproduksi H
2
S, tidak mereduksi nitrat dan memiliki termal death point pada suhu 65-70°C.
Acetobacter xylinum menghasilkan selulosa sebagai produk metabolit sekunder, sedangkan produk metabolit primernya adalah asam asetat. Semakin
Universitas Sumatera Utara
banyak kadar nutrisi, semakin besar kemampuan menumbuhkan bakteri tersebut maka semakin banyak Acetobacter xylinum dan semakin banyak selulosa yang
terbentuk. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan Acetobacter xylinum dalam menghasilkan selulosa yaitu metode kultivasi, sumber karbon, sumber nitrogen, pH,
dan temperatur Coban dan Biyik, 2011. Acetobacter xylinum merupakan bakteri yang bersifat aerobik, sehingga seperti yang dikatakan Kouda et al 1997,
ketersediaan oksigen dan agitasi akan berpengaruh terhadap produksi selulosa mikrobial.
Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat makanan atau nutrisi yang diperlukan mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul- molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Melalui media
pertumbuhan dapat dilakukan isolasi mikroorganisme menjadi kultur murni dan juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya.
1. Sumber Karbon C
Perbedaan sumber karbon dan konsentrasi yang digunakan akan berpengaruh terhadap produksi selulosa. Ramana et al 2000 menggunakan sorbitol,
glukosa, laktosa, mannitol, dan maltosa sebagai sumber karbon. Melliawati 2008 menggunakan air kelapa dan sukrosa, sedangkan sumber karbon yang
digunakan oleh Kurosumi et al 2009 dalam penelitiannya yaitu sari buah- buahan seperti sari buah jeruk, sari buah apel, sari buah nanas, sari buah pear,
dan sari buah anggur.
2. Sumber Nitrogen N
Sebagian mikroorganisme dapat memanfaatkan sumber nitrogen organik dan anorganik. Nitrogen anorganik yang sering digunakan berupa ammoonium
sulfat dan diammonium hidrogen fospat Budhiono et al, 1999. Sedangkan nitrogen organik yang banyak digunakan adalah asam amino, monosodium
Universitas Sumatera Utara
glutamat, seperti yang digunakan oleh Son et al 2003. Pada penelitian Melliawatti 2006 menggunakan pupuk ZA sebagai sumber nitrogen.
Ramana et al 2000 menggunakan hidrolisat protein, ammonium sulfat, glisin, sari kacang kedelai, pepton, dan sodium glutamat. Sedangkan
Saibuatong 2010 menggunakan ammonium sulfat. Pada penelitian ini diasumsikan kebutuhan sumber N sudah dipenuhi dari substrat air kelapa dan
media Hassid Barker yang digunakan . Sumber N ini berfungsi sebagai nutrisi pertumbuhan sel.
Acetobacter xylinum merupakan bakteri yang hidup pada kondisi asam, sehingga keasaman media sangat mempengaruhi pertumbuhannya. Selain itu juga
beberapa faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan Acetobacter xylinum yaitu suhu dan agitasi. Sifat lain dari Acetobacter xylinum yaitu merupakan bakteri aerobik,
yang memerlukan oksigen untuk menunjang pertumbuhannya. Agitasi akan berpengaruh pada distribusi nutrisi dan oksigen.
1. Keasaman pH
Laju pertumbuhan bergantung pada nilai pH, karena pH mempengaruhi fungsi membran, enzim, dan komponen sel lainnya. Keasamaan pH menunjukkan
aktivitas ion H
+
dalam suatu larutan dan pada proses fermentasi. pH media sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan mikrobial Suryani et al,
2000. Menurut Coban dan Biyik, 2011, bakteri Acetobacter xylinum pada umumnya tumbuh pada pH 3.5-8.5, dan akan tumbuh optimal pada pH 6.5.
Masaoka et al 1993 mengatakan bahwa pH optimum untuk produksi selulosa adalah 4-6.
2. Suhu
Suhu kultivasi berpengaruh terhadap pertumbuhan sel dan terhadap efisiensi konversi substrat menjadi massa sel. Suhu yang melebihi suhu optimum
pertumbuhan mikroorganisme dapat mengakibatkan kerusakan struktur
Universitas Sumatera Utara
protein dan DNA yang memegang peranan kunci dalam metabolisme pertumbuhan sel. Suhu untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum berkisar
antara 28-31
o
C. Sakairi et al 1998 dalam penelitiannya menggunakan suhu 28
o
C untuk kultivasi Acetobacter xylinum. Sedangkan Coban dan Biyik 2011 menggunakan suhu 22-37
o
C dalam penelitiannya, dan suhu optimal untuk menghasilkan selulosa mikrobial yaitu 30
o
C.
3. Agitasi
Agitasi bertujuan untuk mempertahankan homogenitas campuran media, oksigen, dan kultur mikroorganisme serta mempercepat proses pencampuran
dan pelarutan bahan yang diinginkan. Pada sistem agitasi yang lebih tinggi, kebutuhan oksigen terpenuhi dengan cepat. Penyebaran zat-zat makanan dan
kultur merata sehingga aktivitas mikroorganisme dan perkembangbiakan sel berlangsung cepat. Melliawati 2008 menggunakan kecepatan agitasi sebesar
150 rpm dalam proses kultivasi bakteri. 2.7 Vitamin C
Gambar 2.6 Struktur Vitamin C Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176 dengan rumus molekul
C
6
H
8
O
6
. Vitamin C berbentuk kristal putih, mudah larut dalam air. Dalam keadaan
Universitas Sumatera Utara
kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larutan vitamin C mudah rusak, karena bersentuhan dengan udara terokosidasi, terutama bila terkena panas.
Oksidasi dipercepat dengan adanya tembaga dan besi. Asam askorbat tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam. Asam askorbat vitamin
C adalah suatu turunan heksosa dan diklasfikasikan sebagai karbohidrat, yang erat berkaitan dengan monosakarida. Vitamin C asam askorbat dapat disintesis dari D-
glukosa dan D-galaktosa yang banyak terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan dan sebahagian dalam hewan. Asam askorbat terdapat dalam dua bentuk di alam, yaitu L-
asam askorbat bentuk tereduksi dan L-asam dehidro askorbat bentuk teroksidasi Counsel 1981.
Asam askorbat mudah diabsorpsi dengan cepat dan mungkin secara difusi pada bagian atas usus halus, lalu masuk ke dalam peredaran darah melalui vena porta.
Rata – rata absorpsi adalah 90 untuk dikonsumsi diantara 20 sampai 120 mg sehari.
Konsumsi tinggi sampai 12 gram sebagai pil, hanya di absorpsi sebanyak 16. Asam askorbat vitamin C, kemudian di bawa ke semua jaringan. Konsentrasi
tertinggi adalah dikelenjar, ginjal, pituitari dan retina. Almatsier, 2001 ; Ceinhaska, 2001 .
Peranan dari vitamin C ada 3 kelompok yaitu, dapat berperan untuk mensintesis kolagen, dimana kolagen merupakan protein yang berpengaruh terhadap
integritas struktur sel. Seperti pada tulang rawan, kulit, sehingga dengan demikian vitamin C berperan pada penyembuhan luka. Disamping itu vitamin C dapat
mengabsorbsi kalsium dimana kalsium sangat diperlukan tubuh sebagai kofaktor untuk aktivitas enzim dan pertumbuhan tulang. Hickey et al, 2004. Disamping itu
vitamin C juga berperan sebagai antioksidan dan dapat mempertahankan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Sehingga vitamin C dapat mencegah senyawa
– senyawa karsinogenik, dan dapat berperan untuk pencegahan penyakit jantung koroner dan
Universitas Sumatera Utara
juga dapat menurunkan kadar glukosa darah bagi penderita diabetes melitus Almatsier, 2001 ; Ceinhaska, 2001 .
Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul, akan berlangsung sepanjang hidup, dan inilah penyebab utama proses penuaan dan
berbagai penyakit degeratif. Radikal bebas yang penting dalam makhluk hidup, dan sangat berbahaya adalah radikal bebas oksigen yaitu hidroksil, superoksida, nitrogen
monoksida, dan peroksil. Banyak enzim-enzim penting yang sangat berperan, di dalam metabolisme tubuh di rusak oleh superoksida-superoksida diatas, sehingga
enzim-enzim tersebut tidak dapat bekerja sesuai dengan aktifitasnya masing-masing. Akan tetapi kebanyakan kerusakan oksidatif ini di sebabkan oleh keterlibatan secara
aktif besi yang bebas di dalam reaksi redoks. Proses oksidasi ini berperan dalam perkembangan penyakit jantung koroner PJK, serta stroke. Hubungan antara
oksidasi dan PJK adalah melalui oksidasi LDL. Lipoprotein ini merupakan alat pengangkut utama kolesterol, dari hati ke seluruh sel jaringan di dalam tubuh yang
membutuhkannya. Bentuk utama LDL yang teroksidasi, tidak dapat di kenali oleh reseptornya, tetapi lebih mudah di ikat oleh makrofag, dan kemudian merangsang
pembentukan penyakit jantung koroner PJK. Silalahi, 2006. Antioksidan pangan adalah suatu zat dalam makanan, yang dapat
menghambat akibat buruk dari efek senyawa oksigen yang reaktif SOR, senyawa nitrogen yang reaktif SNR, atau keduanya dalam fungsi fisiologis normal pada
manusia. Antioksidan dalam makanan dapat berperan dalam pencegahan berbagai penyakit yang berkaitan dengan proses penuaan dan sebagian kanker. Asam askorbat
vitamin C secara efektif akan menangkap radikal-radikal oksigen singlet, OH, peroksil dan O
2
, dan juga berperan dalam regenerasi vitamin E. Dengan mengikat radikal peroksil dalam fase berair, dari plasma atau sitosol, vitamin C dapat
melindungi membran biologis dari kerusakan peroksidatif. Konsentrasi vitamin C yang tinggi dalam plasma akan menurunkan kadar LDL, menurunkan kadar
Universitas Sumatera Utara
trigliserida, dan mengurangi agresi platelet, serta meningkatkan high density lipoprotein HDL, yang dapat mencegah PJK. Almatsier, 2001 ; Silalahi, 2006.
Vitamin C juga dapat mencegah kanker, dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi dan virus. Sebenarnya ada radikal bebas dan produk
oksidatif yang di keluarkan oleh sistem kekebalan yang dapat menguraikan sel-sel tumor, tetapi fungsinya sering kali menyimpang. Maka aktivitas sistem kekebalan
yang optimum memerlukan suatu keseimbangan antara pembentukan radikal bebas dan proteksi antioksidan. Counsel, 1981.
2.8 Beta Karoten
Gambar 2.7 Struktur Beta Karoten Betakaroten adalah suatu zat antioksidan yang terdapat pada buah-buahan, antara lain
terdapat pada wortel, kentang dan buah peach yang lezat. Zan antioksidan sangat berguba untuk melawan zat radikal bebas yang berasal dari zat-zat beracun. Radikal
bebas adalah awal dari penyakit, termasuk disini adalah penyakit jantung yang sangat ditakuti. Dengan adanya zat anti oksidan yang antara lain adalah beta karoten,
diketahui telah dapat mengurangi sebanyak kurang lebih 40 dengan hanya mengkonsulsi 50 mg beta karoten setiap hari dalam menu makanannya. Tentu saja
dengan cara hidup yang sehat. L. Lidya, 2010. Istilah karotena digunakan untuk menunjuk ke beberapa senyawa yang
berhubungan yang memiliki formula C
40
H
56.
Karotena adalah pigmen fotosintesis
Universitas Sumatera Utara
berwana jingga yang penting dalam fotosintesis. Zat ini membentuk warna jingga dalam wortel dan banyak buah dan sayur lainnya. Beta kaoten berperan dalam dalam
fotosintesis dengan menyalurkan energi cahaya yang diserap ke klorofil. T.Salamah, 2005.
Beta karoten diperkirakan memiliki banyak fungsi yang tidak dimiliki senyawa lain. Jumlah yang diperlukan oleh tubuh memang hanya ukuran mghari.
Tetapi jika tidak dipenuhi dapat menimbulkan gangguan fungsi. Beta karoten terdapat dalam sejumlah sayuran dan buah-buahan dan merupakan unsur yang sangat
potensial dan persenyawaan kimia yang hampir terlibat dalam berbagai reaksi kimiawi-fisiologik dalam rangkaian metabolisme. Biasanya sayur-sayuran terang
seperti wortel, terung belanda, banyak mengandung beta karoten. Akibat kekurangan betakaroten tidak segera dapat dirasakanm sehingga kebutuhan unsur ini jarang
menjadi perhatian. Para peneliti dari institut kanker merekomendasikan, kebutuhan tubuh akan beta karoten setiap harinya 5-6 mg. Menurut hasil penelitian, beta karoten
bermanfaat menghambat kanker. Terutama kanker pada saluran pernafasan dan sebagian jenis kanker serviks. Disamping itu beta karoten juga dapat berfungsi
sebagai penangkal radikal bebas karena peran antioksidannya. Beta karoten memberikan perlindungan pada tingkat seluler dimana DNA yang merupakan suatu
inti genetik pembawa sifat keturunan diproteksi terhadap berbagai gangguan sehingga terlindung dari senyawa lain yang mengacaukan kode genetiknya. H.Winarsi, 2007.
2.9 Fermentasi Air Kelapa
Fermentasi adalah suatu proses pengubahan senyawa yang terkandung didalam substrat oleh mikroba kultur misalkan senyawa gula menjadi bentuk lain misalkan
selulosa nata de coco, baik merupakan proses pemecahan maupun proses pembentukan dalam situasi aerob maupun anaerob. Jadi proses fermentasi bisa terjadi
proses katabolisme maupun proses anabolisme Misgiyarta, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Fermentasi substrat air kelapa yang telah dipersiapkan sebelumnya prosesnya sebagai berikut; substrat air kelapa disterilkan dengan menggunakan autoklaf atau
dengan cara didihkan selama 15 menit. Substrtat didinginkan hingga suhu 40
o
C. Substrat dimasukkan pada nampan atau baskom steril dengan permukaan yang lebar,
dengan kedalaman substrat kira-kira 5 cm. Substrat diinokulasi dengan menggunakan starter atau bibit sebanyak 10 vv. Kemudian diaduk rata, ditutup dengan
menggunakan kain kasa. Nampan diinkubasi atau diperam dengan cara diletakan pada tempat yang bersih, terhindar dari debu, ditutup dengan menggunakan kain bersih
untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Inkubasi dilakukan selama 10 – 15 hari,
pada suhu kamar. Pada tahap fermentasi ini tidak boleh digojok. Pada umur 10-15 hari nata dapat dipanen Misgiyarta, 2007.
2.10 Analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy
FTIR
Spektroskopi inframerah merupakan teknik spektroskopi yang dapat digunakan untuk menentukan struktur ssenyawa yang tak diketahui maupun untuk mempelajari
karakteristik ikatan dari senyawa yang diketahui Fessenden dan Fessenden, 1986. Identifikasi dengan spektroskopi inframerah adalah berdasarkan penentuan
gugus fungsinya. Spektrum inframerah senyawa organik bersifat khas, artinya senyawaan yang berbeda akan mempunyai spektrum yang berbeda pula. Selain dari
senyawaan isomer-optik, tidak satupun antara 2 senyawaan yang mempunyai kurva serapan inframerah yang identik. Daerah inframerah terletak pada daerah spketrum
4000-400 cm
-1
. Analisis inframerah memberikan informasi tentang kandungan aditif, panjang
rantai struktur polimer. Di samping itu analisis mengenai bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan
rangkap polimer. Gugus lain yang menunjukkan terjadinya degradasi oksidatif adalah
Universitas Sumatera Utara
gugus karbonil dan gugus karboksilat. Umumnya pita serapan polimer pada spektrum inframerah adalah adanya ikatan CHrengangan pada daerah 2880 cm
-1
sampai dengan 2900 cm
-1
dan renggangan dari gugus lain yang mendukung suatu analisa mineral Hummel, 1985.
Sistem analisa spektroskopi inframerah IR telah memberikan keunggulan dalam mengkarakterisasi senyawa organik dan formulasi material polimer. Analisa
inframerah IR akan menentukan gugus fungsi dari molekul yang memberikan renggangan pada daerah serapan inframerah. Tahap awal identifikasi bahan polimer,
maka harus diketahui pita serapan yang karakterisasi untuk masing-masing polimer dengan membandingkan spektrum yang telah dikenal. Pita serapan yang khas
ditunjukkan oleh monomer penyusun material dan struktur molekulnya Hummel, 1985.
Spektrofotometer inframerah terutama ditunjukkan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah
sidik jari sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan
dengan membandingkan tinggi peak transmitansi pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material, analisa
ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan- bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat
menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran Sitorus, 2009.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODA PENELITIAN
3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Peralatan
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain, Beaker glass, Erlenmeyer, Gelas
ukur, Buret, Kertas saring Whatman no.41, Labu ukur, Labu pemisah, Cawan petri dari Pyrex, Cawan porselin, Pipet volume, Juicer, Neraca Analitis Ohaus, Oven
Gallenkamp, Inkubator Fieser Scientific, Hot Plate, Termometer, Autoklaf Webecco,
Indikator Universal Fisher, Bunsen, Statif dan Klem, Tanur Gallen Kamp. 3.1.2 Bahan-Bahan
Bahan – bahan yang digunakan terdiri dari Air kelapa sedang tua, buah terung
belanda hasil sambung pucuk dengan lancing, NaOH 1,25 N, H
2
SO
4
0,35 N, Bufer asetat 0,2 M, I
2
0,167, KI, K
2
SO
4
, H
2
SO
4
10, Petroleum eter, Kloroform, Aseton, KOH 12, Amilum, bibit Acetobacter xylinum, Glukosa, Urea, Akuades, larutan
kanji 1, Etanol 95, Beta karoten murni. 3.1.3 Sterilisasi Alat
Alat-alat yang akan digunakan dicuci sampai bersih, kemudian dikeringkan dan di
tutup rapat dengan kapas, kemudian dengan kertas. Setelah itu masukkan ke dalam autoklaf, dan ditutup rapat,disterilisasi sampai suhu 121
o
C selama 15 menit.
3.2 Prosedur Penelitian
3.2.1 Pembuatan Starter Air Kelapa Sebanyak 500 ml air kelapa yang telah di saring dengan kain kasa,di tambahkan 20
glukosa, 0,5 urea dan bufer asetat pH 4 ke dalam air kelapa. Dipanaskan hingga suhu 70 - 80
o
C. Kemudian di masukkan kedalam botol kaca yang telah disterilkan,
Universitas Sumatera Utara