Selulosa Selulosa merupakan struktur dasar sel-sel tanaman, oleh karena itu merupakan bahan

2.4 Selulosa Selulosa merupakan struktur dasar sel-sel tanaman, oleh karena itu merupakan bahan

alam yang paling penting yang dibuat oleh organisme hidup. Pernyataan yang sama ini berlaku pada terdapatnya selulosa secara kuantitatif. Wardrop, 1970 mengungkapkan selulosa terdapat pada semua tanaman dari pohon bertingkat tinggi hingga organisme primitif seperti rumput-laut, flagelata dan bakteria. Kadar selulosa yang tinggi terdapat dalam rambut biji kapas, kapok dan serabut kulit rami, flax, henep, lumut, ekor kuda, dan bakteria mengandung sedikit selulosa. Selulosa merupakan bahan dasar dari banyak produk teknologi kertas, film, serat, aditif, dan sebagainya dan karena diisolasi terutama dari kayu dengan proses pembuatan pulp dalam skala besar. Fengel, 1995. Selulosa merupakan material yang secara alamiah terdapat pada kayu, kapas, rami serta tumbuhan lainnya. Selulosa pertama kali diisolasi dari kayu pada tahun 1885 oleh Charles F. Cross dan Edward Bevan di Jodrell Laboratory of Royal Botanic Gardens, Kew, London. Tetapi pada tahun 1913, Dr Jacques Branenberger yang mengembangkan film tipis selulosa transparan sebagai produk komersial di pabrik La Cellophane SA, Bezons, Prancis Hoenich,2006. Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan β – 1,4- glikosida antara unit-unit glukosa. Selulosa merupakan material penyusun jaringan tumbuhan dalam bentuk campuran polimer homolog dan biasanya terdapat bersama-sama dengan polisakarida lainnya serta lignin dalam jumlah bervariasi. Pemeriksaan selulosa dengan sinar X menunjukkan bahwa selulosa terdiri dari rantai linear unit selobiosa yang oksigen cincinnya berselang- seling dengan posisi “ kedepan” dan “ kebelakang”. Molekul linear ini mengandung rata-rata 5000 unit glukosa, beragregasi menghasilkan fibril yang terikat bersama oleh ikatan hidrogen diantara hidroksil- hidroksil pada rantai yang bersebelahan. Walaupun manusia dan hewan lain dapat mencerna pati dan glikogen, mereka tidak dapat mencerna selulosa. Sistem Universitas Sumatera Utara pencernaan manusia mengandung enzim yang dapat mengkatalisis hidrolisis ikatan α – glikosidik, tetapi tidak mengandung enzim yang diperlukan untuk menghidrolsis ikatan β – glikosidik. Namun banyak bakteri yang mengandung β – glikokinase yang dapat menghidrolisis selulosa Hart,dkk.2003. Gambar 2.3 Struktur Molekul Selulosa 2.5 Nata de Coco Nata de coco adalah jenis komponen minuman yang merupakan senyawa selulosa dietary fiber yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi, yang melibatkan jasad renik mikroba yang dikenal dengan nama Acetobacter xylinum Hidayat, 2006. Nata de coco pertama kali berasal dari Filipina. Nata diambil dari nama tuan Nata yang berhasil menemukan nata de coco dan mulai diperkenalkan secara luas ke masyarakat. Di Indonesia nata de coco mulai dikenal tahun 1973 dan dikembangkan tahun 1975. Namun demikian nata de coco mulai kenal oleh masyarakat secara luas dipasaran pada tahun 1981 Sutarminingsih, 2004. Definisi nata adalah suatu zat yang menyerupai gel, tidak larut dalam air dan terbentuk pada permukaan media fermentasi air kelapa dan beberapa sari buah masam. Nata de coco adalah jenis nata dengan medium fermentasi dari air kelapa. Nata de coco dibuat dengan memanfaatkan air kelapa untuk difermentasikan secara aerob dengan bantuan mikroba. Di bawah mikroskop, nata tampak sebagai massa benang yang melilit yang sangat banyak seperti benang-benang kapas. Nata bukan Universitas Sumatera Utara merupakan mikroorganisme itu sendiri seperti granula yeast yang tersusun atas sel yeast sehingga ada yang menyangkal bahwa mengonsumsi nata sama dengan mengonsumsi Acetobacter. Kekenyalan nata tergantung dari kondisi yang ada selama nata itu dibuat. Palungkun 1992 mengungkapkan sebagai makanan berserat, nata de coco memiliki kandungan selulosa ± 2,5 dan lebih dari 95 kandungan air. Nata de coco memiliki kandungan serat kasar 2,75, protein 1,5-2,8; lemak 0,35 dan sisanya air. Nata dapat digambarkan sebagai sumber makanan rendah energi untuk keperluan diet karena nilai gizi produk ini sangat rendah. Selain itu nata juga mengandung serat yang sangat di butuhkan oleh tubuh dalam proses fisiologis sehingga dapat memperlancar pencernaan. Hidayat, 2006. Gambar 2.4 Nata de Coco Makanan ringan ini sangat terkenal di Jepang sebagai makanan diet untuk anak-anak dan remaja. Orang Jepang percaya bahwa nata dapat menjaga tubuh dari serangan kanker kolon dan menguntungkan karena dapat membuat lebih langsing. Nata de coco memiliki serat yang tinggi, baik untuk sistem pencernaan, rendah kalori dan tidak mengandung kolesterol. Nata de coco sangat digemari di Jepang tahun 1993 sehingga menjalin hubungan kerjasama dengan Philipina dalam mengeksploitasi nata Universitas Sumatera Utara de coco karena Philipina merupakan negara penghasil kelapa yang sangat besar dan sebagian besar tanah perkebunannya ditanami kelapa. Tentu saja hal ini menguntungkan petani kecil di Philipina Hidayat, 2006. Nata de coco dihasilkan oleh spesies bakteri asam asetat pada permukaan cairan yang mengandung gula, sari buah, atau ekstrak tanaman lain. Beberapa spesies yang termasuk bakteri asam asetat dapat membentuk selulosa, namun selama ini yang paling banyak digunakan adalah Acetobacter xylinum. Bakteri Acetobacter xylinum termasuk genus Acetobacter Ley Frateur, 1974. Bakteri Acetobacter xylinum bersifat gram negatif aerob, berbentuk batang pendek atau kokus Moat, 1986; Forng et al., 1989. Adanya gula sukrosa dalam air kelapa akan dimanfaatkan oleh Acetobacter xylinum sebagai sumber energi, maupun sumber karbon untuk menghasilkan senyawa metabolit diantaranya adalah selulosa yang menghasilkan Nata de coco. Senyawa peningkat pertumbuhan mikroba growth promoting factor akan meningkatkan pertumbuhan mikroba, sedangkan adanya mineral dalam substrat akan membantu meningkatkan aktifitas enzim kinase dalam metabolisme di dalam sel Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa. Misgiyarta, 2007. Nata de coco mempunyai struktur kimia yang sama seperti selulosa yang berasal dari tumbuhan dan merupakan polisakarida berantai lurus yang tersusun oleh molekul-molekul β D– glukosa melalui ikatan β 1-4 glikosida, Philip, 2000. Pada proses fermentasi bakteri Acetobacter xylinum mengubah glukosa membentuk selulosa melalui jalur pentosa fosfat. Universitas Sumatera Utara Glukosa heksosinase Glukokinase UDP-Glukosa pirofosfatase UDP Uridin Di Fosfatase Gambar 2.5 Jalur pentosa fosfat Lehninger, 1975 Dari jalur diagram di atas, dapat dilihat bahwa glukosa dimetabolisme oleh enzim – enzim yang ada dalam starter air kelapa tersebut, menjadi polimer selulosa, melalui jalur pentosa fosfat, UDP glukosa pirofosfatase merupakan prekusor sintesis selulosa. Dan polimerisasi glukosa dilaporkan terjadi dalam media ekstraseluler oleh sintesis selulosa Yusak, 2010. Uning 1974 mengungkapkan bahwa pembuatan nata de coco yang diperkaya dengan penambahan vitamin dan mineral akan mempertimggi nilai gizi pada nata de coco. Glukos Glukosa 6 Glukosa 1 UDP- Selulos Universitas Sumatera Utara

2.6 Acetobacter Xylinum

Dokumen yang terkait

Studi Analisa Kadar Vitamin C Dan Kadar Beta Karoten Dari Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk Antara Tanaman Terung Belanda (Solanum Betaceaum CAV.) Dengan Tanaman Lancing (Solanum Mauritianum)

20 127 62

Aktivitas Alkaloid Dari Buah Terung Belanda (Solanum Betaceum) Hasil Sambung Pucuk Dengan Lancing (Solanum Mauritianum) Terhadap Tingkat Kehamilan Mencit (Mus Musculus)

7 76 68

Analisis Karbohidrat Produk Biosintesis pada Buah Terung Belanda Hasil Sambung Pucuk Antara Terung Belanda (Chiphomandra betaceae) dengan Rimbang (Solanum torvum swartz)

4 83 92

Pengaruh Penambahan Variasi Massa Pati (Soluble Starch) Pada Pembuatan Nata De Coco Dalam Medium Fermentasi Bakteri Acetobacter xylinum

5 80 69

Pengaruh Variasi Volume Sari Buah Delima (Punica granacum) dengan Air Nira terhadap Kadar Gula, Vitamin C dan Kadar Serat pada Pembuatan Nata De Arenga dengan Menggunakan Acetobbacter xylinum

1 70 54

Ketahanan Tanaman Terung Belanda (Solanum betaceum Cav) Setelah Diinduksi Dengan Sinar Uv Terhadap Colletotrichum sp.

2 47 65

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Variasi Penambahan Sari Buah Terung Belanda (Solanum Betaceum) Hasil Sambung Pucuk Dengan Lancing (Solanum Mauritianum) Pada Pembuatan Nata De Coco Dengan Menggunakan Acetobacter Xylinum

0 0 23

BAB 1 PENDAHULUAN - Pengaruh Variasi Penambahan Sari Buah Terung Belanda (Solanum Betaceum) Hasil Sambung Pucuk Dengan Lancing (Solanum Mauritianum) Pada Pembuatan Nata De Coco Dengan Menggunakan Acetobacter Xylinum

0 0 7

PENGARUH VARIASI PENAMBAHAN SARI BUAH TERUNG BELANDA (Solanum betaceum) HASIL SAMBUNG PUCUK DENGAN LANCING (Solanum mauritianum) PADA PEMBUATAN NATA DE COCO DENGAN MENGGUNAKAN

0 1 18

STUDI ANALISA KADAR VITAMIN C DAN KADAR BETA KAROTEN DARI BUAH TERUNG BELANDA HASIL SAMBUNG PUCUK ANTARA TANAMAN TERUNG BELANDA (Solanum betaceaum Cav.) DENGAN TANAMAN LANCING (Solanum mauritianum) SKRIPSI IRMA SAFITRI

0 0 13