tujuan yang ditetapkan. Evaluasi terkait dengan bagaimana mengawasai dan mensupervisi kegiatan bimbingan dan konseling, apakah pelaksanaan bimbingan
dan konseling sudah sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan. Setiap kegiatan evaluasi melibatkan pengukuran atas hasil kerja yang telah
dilakukan, evaluasi dalam manajemen bimbingan dan konseling tanpa alokasi jam pembelajaran mempunyai aktivitas yang sama dengan aktivitas evaluasi pada
manajemen bimbingan dan konseling pada umumnya. Aktivitas tersebut meliputi 1 pencatatan hasil kerja dan kinerja, 2 menetapkan standar kinerja, 3
mengukur dan menilai hasil kerja dan kinerja, dan 4 mengambil tindakan perbaikan dan pengembangan.
Akhir dari evaluasi adalah hasil dari pelaksanaan atau output dari manajemen bimbingan dan konseling yaitu kepuasan siswa atas layanan yang
diberikan, produktivitas kinerja konselor, dan tercapainya perkembangan siswa yang ditandai dengan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Bimbingan dan Konseling
Tanpa Alokasi Jam Pembelajaran
Manajemen berbasis sekolah merupakan salah alternatif baru untuk mengelola manajemen sekolah dengan menekankan pada kreatifitasan dan
kemandirian sekolah. Artinya sekolah mempunyai otonomi untuk membuat kebijakan sendiri, hal ini merupakan faktor utama yang mempengaruhi
manajemen bimbingan dan konseling tanpa alokasi jam pembelajaran. Kebijakan sekolah yang meniadakan layanan bimbingan dan konseling di dalam jam
pembelajaran ini yang membuat konselor harus berpikir kreatif agar dapat tetap melakukan layanan bimbingan dan konseling.
Kebijakan sekolah yang meniadakan alokasi waktu dalam jam pembelajaran dilatarbelakangi oleh beberapa hal, seperti yang diungkapkan oleh
Santoadi 2008: 200 yaitu a fokus utama sekolah adalah pengembangan kompetensi akademis dan kognitif, b penentu kebijakan di sekolah kurang
memahami layanan bimbingan dan konseling, c kinerja bimbingan dan konseling kurang berkualitas, dan d belum berkembangnya evaluasi program
bimbingan dan konseling. Selain itu, adanya Permendiknas No 22 tahun 2006 yang menyatakan
kegiatan pengembangan diri dilakukan ekuivalen dengan 2 jam pembelajaran juga turut mempengaruhi kebijakan tentang ketidakadaan alokasi waktu di dalam jam
pembelajaran untuk kegiatan bimbingan dan konseling. Dengan ketidakadaan alokasi waktu di dalam jam pembelajaran maka pelaksanaan bimbingan dan
konseling lebih banyak di luar jam pembelajaran dalam bentuk diskusi kelompok, konseling kelompok, bimbingan kelompok dan lain-lain.
2.2.4 Kelebihan dan Kelemahan Manajemen Bimbingan dan Konseling
Tanpa Alokasi Jam Pembelajaran
Kurikulum Tiap Satuan Pendidikan KTSP membuat suatu sekolah mempunyai otonomi dalam mengembangkan kurikulum sesuai dengan keadaan di
sekolah tersebut dan dalam struktur kurikulumnya, bimbingan dan konseling merupakan kegiatan pengembangan diri bagi peserta didik. Manajemen
bimbingan dan konseling tanpa alokasi jam pembelajaran merupakan salah satu
bentuk otonomi sekolah dalam mengembangkan kurikulum yang menggunakan pendekatan pengembangan peserta didik. Sugiyo 2011: 13 menyatakan
pendekatan pengembangan berorientasi pada potensi klien, pengembangan positif klien, menggembirakan peserta didik, proses dialog lebih menyentuh, dan klien
lebih bersifat terbuka, kegiatan bersifat humanistik, klien mempunyai peran dan tanggung jawab penuh dalam menentukan sendiri dan konselor hanya bersifat
membantu dan memberikan alternatif. Dengan demikian dapat dikatakan kelebihan dari manajemen bimbingan
dan konseling tanpa alokasi jam pembelajaran adalah a konselor dapat lebih mengoptimalkan potensi peserta didik karena lebih berorientasi pada peserta
didik, b peserta didik lebih terbuka karena kegiatan yang tidak selalu di dalam kelas, dan c konselor, peserta didik, dan personel sekolah lebih dituntut untuk
berperan dan bertanggung jawab atas kegiatan bimbingan dan konseling. Akan tetapi manajemen bimbingan dan konseling tanpa alokasi jam
pembelajaran sangatlah rawan atas pelayanan yang dilakukan secara insidental karena pada layanan bimbingan dan konselingnya lebih banyak dilakukan di luar
jam pembelajaran. Oleh karenanya konselor perlu melakukan perencanaan dengan tepat sehingga tidak terjadi pelayanan yang spontan. Santoadi 2010: 49
dikatakan bahwa kelemahan pelayanan spontan dan tanpa perencanaan adalah a.
Kualitas kurang dapat dipertanggungjawabkan dan jangkauan pelayanan bimbingan dan konseling sempit.
b. Kontinuitas program bimbingan dan konseling kurang dapat terjamin sebab
pelayanan akan dihentikan bila persoalan dianggap selesai. Tanpa adanya
program bimbingan dan konseling, konselor kehilangan arah dalam pekerjaan sehari-hari
c. Evaluasi keberhasilan program bimbingan dan konseling sukar dilakukan
d. Terjadi penentuan prioritas program dalam pembuatan program mana yang
didahulukan dan mana yang ditunda Kekurangan yang lain adalah ketidakmerataan dari pelayanan bimbingan
dan konseling yang diberikan oleh konselor, hal ini terjadi karena kegiatan bimbingan dan konseling lebih sering dilakukan secara kelompok dan individual.
2.3 Kerangka Analisis