Latar Belakang MANAJEMEN BIMBINGAN DAN KONSELING TANPA ALOKASI JAM PEMBELAJARAN DI SMA NEGERI 3 SEMARANG TAHUN AJARAN 2012 2013

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan sekolah perlu mengembangkan dan menetapkan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan yang ada di sekolah yang lebih dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP, artinya sekolah dapat membuat kurikulum sendiri yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan sekolah sehingga kurikulum sekolah satu dengan yang lain berbeda. Struktur kurikulum merupakan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam pembelajaran, struktur kurikulum menyangkut tentang kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik. Untuk mengembangkan kompetensi-kompetensi tersebut, dalam KTSP dikembangkan kegiatan pengembangan diri dan muatan lokal sebagai bagian integral dari struktur kurikulum tingkat pendidikan dasar dan menengah. Kegiatan pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran yang membantu sekolah dalam membentuk watak dan kepribadian peserta didik. Kegiatan pengembangan diri diberikan melalui kegiatan layanan bimbingan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler. Hal tersebut sesuai Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyatakan: Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik. Hal di atas jelas menyebutkan bahwa pengembangan diri dapat dilakukan melalui pelayanan bimbingan dan konseling yang difasilitasi atau dilaksanakan oleh guru bimbingan dan konseling BK atau konselor sekolah. Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk memfasilitasi peserta didik berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pembentukan karir. Materi yang diberikan juga berkenaan dengan kehidupan pribadi, sosial, belajar, dan karir peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengembangkan segala potensi yang dimilikinya di semua bidang. Bentuk pelayanan bimbingan dan konseling adalah dengan memberikan 9 layanan bimbingan dan konseling dan melakukan 6 kegiatan pendukung bimbingan dan konseling. Sembilan layanan tersebut meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, bimbingan kelompok, konseling kelompok, konseling individual, konsultasi dan mediasi. Sedangkan enam kegiatan pendukung bimbingan dan konseling adalah himpunan data, tampilan kepustakaan, konferensi kasus, instrumentasi bimbingan dan konseling, alih tangan kasus dan kunjungan rumah. Semua layanan dan kegiatan pendukung tersebut mengacu pada bidang bimbingan dan konseling yaitu bidang pribadi, sosial, belajar dan karir. Agar pelayanan bimbingan dan konseling dapat berjalan secara optimal maka konselor sekolah memerlukan kegiatan manajerial yang baik, dan kemampuan manajerial sesungguhnya merupakan salah satu kompetensi yang wajib dimiliki oleh konselor sekolah. Permendiknas No 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor menyatakan bahwa seorang konselor sekolah harus menguasai semua kompetensi yang telah ditentukan, salah satu kompetensi yang wajib dikuasai adalah kompetensi profesional ke 13-15 yaitu seorang konselor dituntut mampu melakukan manajemen bimbingan dan konseling. Manajemen bimbingan dan konseling adalah segala aktivitas yang dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi di bidang bimbingan dan konseling. Manajemen bimbingan dan konseling sangatlah penting dalam pelayanan bimbingan dan konseling, karena manajemen bimbingan dan konseling terkait dengan program bimbingan dan konseling yang disesuaikan dengan kondisi nyata peserta didik. Dengan manajemen bimbingan dan konseling yang baik maka kualitas proses dan hasil layanan bimbingan dan konseling juga dapat meningkat dimana berujung pada kualitas sekolah yang baik pula. Hasil penelitian Santoadi 2008: 221 menyimpulkan bahwa kekurangan dari manajemen BK di SMA adalah a masih adanya koordinator dan staf BK yang tidak berlatar belakang BK, b masih sedikit SMA yang melakukan assesmen kebutuhan, c layanan klasikal diberikan pada kelas tertentu dan tidak teratur, d mayoritas layanan klasikal dilakukan secara terputus-putus baik materi dan waktunya, dan e evaluasi yang dilakukan berdasarkan kesan bukan data. Santoadi mengungkapkan alasan dari kekurangan pelaksanaan manajemen bimbingan dan konseling tersebut karena adanya kebijakan sekolah akan ketiadaan jam BK yang berarti kegiatan BK lebih banyak dilaksanakan di luar jam pembelajaran yang berakibat pada kurang optimalnya pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah sehingga siswa kurang berkembang secara optimal. Namun pada Petunjuk Teknis Penyusunan Program Pengembangan Diri melalui Layanan BK tahun 2010 menyatakan kendala dalam pelaksanaan pengembangan diri selama ini adalah a masih belum sesuainya pelaksanaan pengembangan diri dengan ketentuan yang diatur dalam standar pengelolaan, b belum optimalnya pemanfaatan guru BK, c pelaksanaan BK hanya untuk permasalahan individu dalam bidang sosial, d banyak sekolah yang belum mengembangkan penilaian program pengembangan diri sehingga penilaiannya berdasar intuisi, dan e adanya anggapan guru BK bahwa pengembangan diri adalah mata pelajaran sehingga perlu SK, KD, silabus dan wajib masuk kelas. Selain itu, pada Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang struktur kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa kegiatan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan pengembangan diri dan kegiatan pengembangan diri tersebut memiliki alokasi waktu ekuivalen 2 jam pembelajaran per minggu. Ekuivalen berarti disamakan atau setara jadi makna ekuivalen dengan 2 jam pembelajaran adalah setara dengan 2 jam pembelajaran, pelaksanaannya bisa dilakukan di dalam jam pembelajaran dan di luar jam pembelajaran. Dengan kata lain, pelayanan bimbingan dan konseling tidak harus di dalam jam pembelajaran melainkan bisa di luar jam pembelajaran dengan jumlah alokasi waktunya 2 jam pembelajaran. Walaupun begitu idealnya pelayanan bimbingan dan konseling diberikan waktu di dalam jam pembelajaran agar kinerja konselor lebih berkembang sehingga pelayanan yang diberikan dapat berjalan secara optimal. Beberapa pernyataan diatas menunjukkan bahwa di beberapa sekolah kegiatan bimbingan dan konseling berjalan kurang baik karena ketidakadaan alokasi waktu di dalam jam pembelajaran untuk kegiatan bimbingan dan konseling sehingga siswanya berkembangan tidak optimal. Hal tersebut berbeda dengan kondisi di SMA Negeri 3 Semarang, seperti yang kita ketahui SMA Negeri 3 Semarang merupakan salah satu sekolah yang terbaik di Semarang dan siswanya mampu berprestasi dalam berbagai bidang dan berbagai tingkat yang berarti siswanya mampu mengembangkan potensinya dengan optimal. Potensi siswa yang optimal ini tentunya tidak lepas dari peran bimbingan dan konseling SMA Negeri 3 Semarang padahal bimbingan dan konseling di SMA Negeri 3 Semarang tidak memiliki alokasi waktu di dalam jam pembelajaran. Hal ini tentunya menunjukkan konselor di SMA Negeri 3 Semarang melakukan manajemen bimbingan dan konseling sangat baik. Kesenjangan yang terjadi di SMA Negeri 3 Semarang dengan sekolah yang lain dimana ketidakadaan alokasi waktu di dalam jam pembelajaran di sekolah lain menjadi kendala dalam melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling sehingga siswanya kurang optimal perkembangannya, sedangkan SMA Negeri 3 Semarang mampu mengembangkan siswanya walaupun bimbingan dan konselingnya tidak memiliki alokasi waktu di dalam jam pembelajaran. Latar belakang tersebutlah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti hal tersebut dengan mengambil judul “Manajemen Bimbingan dan Konseling Tanpa Alokasi J am Pembelajaran di SMA Negeri 3 Semarang Tahun Ajaran 2012 2013”.

1.2 Fokus Penelitian