34
Pendidikan memiliki pengaruh yang positif, dan employment serta besar keluarga
juga mempengaruhi kepemilikan dan pengunaan retailer cards. Financial memiliki pengaruh yang positif, sedangkan technology tidak memiliki pengaruh
yang berarti pada retailer cards. Terakhir, tidak seperti payment cards yang lain,
beberapa variabel supply-side membuktikan bahwa ia mempunyai pengaruh yang
signifikan. Propinsi dimana responden tinggal mempengaruhi kepemilikan dan intensitas penggunaan retailer cards, sedangkan jumlah ATM per perduduk dalam
kelompok yang hidup bersama dimana responden tinggal, dan jumlah ATM per km persegi dalam kelompok yang hidup bersama dimana responden tinggal,
memiliki dampak yang negatif pada kepemilikan dan penggunaan retailer cards.
2.6. Peran Pemerintah dalam Electronic Payment System
Perkembangan sistem pembayaran secara elektronik menunjukkan peningkatan, hal ini ditandai dengan meningkatnya penggunaan kartu kredit, kartu
debet dan kartu ATM. Perubahan pandangan masyarakat terhadap sistem pembayaran dalam melakukan transaksi perbankan juga menyebabkan dunia
perbankan meningkatkan pelayanan melalui transaksi elektronik sehingga memberikan kenyamanan, kecepatan dan keamanan bagi pengguna jasa layanan
elektronik dan lebih dikenal dengan Electronic Funds Transfer EFT atau Electronic Payment System.
Pemerintah telah melakukan perubahan peraturan penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu. Dimana Bank Indonesia
menetapkan berlakunya Peraturan Bank Indonesia PBI tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu APMK No.
35
752PBI2005 tanggal 28 Desember 2005, menggantikan PBI No.630PBI2004 tgl 28 Desember 2004 yang mengatur perihal yang sama.
PBI baru ini meliputi pengaturan yang lebih lengkap atas kegiatan kartu prabayar stored value card dari pengaturan APMK yang sudah ada seperti untuk
kartu kredit, kartu debet dan kartu ATM. Penyelenggara kegiatan APMK diwajibkan memenuhi persyaratan dalam rangka memperoleh calon pemegang
kartu kredit yang lebih berkualitas, serta juga memperhatikan aspek perlindungan kepada masyarakat pengguna, seperti halnya transparansi atas informasi produk
serta hak dan kewajiban para pemegang kartu. Selain itu penyelenggara APMK juga diwajibkan memenuhi aspek peningkatan keamanan teknologi pada kartu dan
aplikasi pendukungnya dalam rangka mengurangi tingkat kejahatan dan penyalahgunaan kartu, seperti adanya kewajiban secara bertahap untuk migrasi ke
teknologi kartu dengan menggunakan chips dari teknologi magnetic stripes yang saat ini telah berjalan.
PBI ini juga mempertegas jenis-jenis kartu prabayar yang memerlukan persetujuan dari Bank Indonesia. Latar belakang diperlukannya persetujuan
tersebut adalah karena kartu-kartu tersebut pada dasarnya bernilai dan bersifat seperti uang tunai yang dibelakangnya akan ada kegiatan penagihan dari merchant
kepada penerbit kartu ketika pemegang kartu prabayar telah menggunakan untuk kepentingan transaksi pembayaran. Diperlukannya persetujuan tersebut terkait
dengan aspek perlindungan kepada masyarakat pengguna, untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap alat pembayaran serta terkait dengan tugas
Bank Indonesia dalam memonitor uang beredar.
36
Dalam waktu dekat akan dikeluarkan pula peraturan pelaksanaan dari PBI baru tersebut yang mengatur tentang aspek perlindungan kepada nasabah,
peningkatan keamanan teknologi kartu dan sistem pendukungnya, serta petunjuk pelaksanaan atas penyelenggaraan kegiatan APMK. Pengaturan yang lebih
lengkap dalam bidang APMK ini dimaksudkan pula sebagai peletakan legal basis secara bertahap guna mendukung pengembangan instrumen pembayaran non
tunai di masyarakat menuju less cash society. PBI APMK tersebut juga memberikan ketegasan sanksi administratif
berupa teguran tertulis sampai dengan penghentian kegiatan penyelenggara kegiatan APMK. Adanya pelanggaran dalam penerapan prinsip perlindungan
nasabah, tidak memenuhi kewajiban tukar menukar informasi oleh penerbit kartu kredit, dan pelanggaran tidak memenuhi kewajiban peningkatan keamanan
teknologi pada kartu dan sistem pendukungnya. Kebijakan untuk memenuhi persentase minimum pembayaran sebesar 10
persen dari total tagihan sudah harus diterapkan oleh seluruh penerbit kartu kredit setelah berlangsungnya masa transisi satu tahun. Dasar pertimbangan kebijakan
tersebut adalah untuk melindungi nasabah sendiri mengingat cukup banyak pemberian kartu kredit yang tidak dilakukan secara selektif sementara itu banyak
masyarakat yang kurang menyadari bahwa tingkat bunga kartu kredit yang diberikan relatif tinggi. Disamping itu kebijakan tersebut dimaksudkan pula untuk
melindungi bank atau lembaga selain bank selaku penerbit kartu kredit, mengingat pemberian kredit melalui kartu kredit pada hakikatnya adalah pemberian kredit
konsumtif tanpa adanya agunan. Dengan demikian, untuk masa yang akan datang
37
penerbit kartu kredit diharapkan lebih selektif dalam menjaring calon-calon pemegang kartu kredit baru serta menempatkan kartu kredit benar benar sebagai
alat pembayaran non tunai untuk memudahkan transaksi, yang tidak hanya sebagai alat untuk berhutang
Bank Indonesia, 2004.
2.7. Penelitian Terdahulu