Kaum Nagari Sebagai Persekutuan Hukum Adat Genealogis Matrilineal

Sinergitas Ninik Mamak dan Aparat Kepolisian dalam Menyelesaian Konflik Hukum Pidana di Sumatera Barat 2011 34 | P a g e etnik sub kelompok. Minang golongan orang-orang sebagai dari kaum, yang seketurunan, seperti suku Koto, Piliang, Bodi, Caniago. 65 Menurut Amir MS, yang disebut suku di Minangkabau adalah sekelompok kaum yang berasal dari seorang niniek perempuan. Sesuku artinya semua keturunan dari niniek ini ke bawah yang dihitung menurut garis ibu. 66 Di Minangkabau istilah sasuku juga dipakai untuk menyebut setengah rupiah. Di samping itu, dari hasil penelitian terlihat pula bahwa istilah suku mempunyai dua makna yang lain. Di nagari-nagari dengan tipe koto piliang, istilah suku digunakan untuk menyebut gabungan beberapa paruik yang dipimpin oleh pangulu pucuak, sedangkan paruik dipimpin oleh pangulu andiko, sehingga di sini suku merupakan sebuah persekutuan hukum adat genealogis matrilineal pula. Tetapi di nagari dengan tipe Bodi Caniago, suku hanya digunakan sebagai nama keturunan dari masing-masing paruik yang ada di situ, sebab semua orang yang mempunyai nama suku yang sama di nagari itu bukanlah seketurunan secara matrilineal dan tidak ada pimpinannya, sedangkan semua pangulu sebagai pimpinan paruik mempunyai status yang sama. Akibatnya ada beberapa pangulu dari paruik-paruik yang mempunyai nama suku yang sama, tetapi mereka tidak ada yang memimpinnya, sehingga di sini suku bukanlah sebuah persekutuan hukum adat genelogis matrilineal.

c. Kaum

Menurut Perwadarminta, kaum: 1. suku bangsa... 2.sanak saudara; kerabat 3. golongan orang yang sekerja, sepaham, sepangkat, dsb seperti kaum buruh, kaum ibu, dsb. 67 Istilah kaum berasal dari Bahasa Arab qaumin, yaitu sekelompok orang yang mempunyai kesamaan, sehingga muncul istilah kaum ibu, kaum bapa, kaum muslimin, dsb. Di Minangkabau dewasa ini, istilah kaum digunakan sebagai istilah teknis yuridis untuk menyebut sekelompok orang yang mendalilkan melalui ranji bahwa mereka adalah keturunan dari seorang ibu asal yang dipimpin oleh mamak kepala waris. Istilah warispun berasal dari bahasa Arab. 65 Poerwadarminta Kamus Umum Bahasa Indonesia PN Balai Pustaka, Jakarta, 1976; hal. 971 66 Amir MS Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hudup Orang Minang PT Mutiara Sumber Widya; Jakarta, 2007; hal. 58 67 Poerwadarminta Kamus Umum Bahasa Indonesia PN Balai Pustaka Jakarta, 1976, hal. 452 Sinergitas Ninik Mamak dan Aparat Kepolisian dalam Menyelesaian Konflik Hukum Pidana di Sumatera Barat 2011 35 | P a g e Kelompok apa yang merupakan kaum itu dapat berubah makna. Apabila ada satu suku kecil yang semua anggotanya seketurun saja yang membuat ranji, maka suku merupakan kaum. Bila ada satu paruik yang dipimpin pangulu membuat ranji keturunan maka paruiklah yang merupakan kaum. Demikian pula bila sebagian orang yang saparuik misalnya samande, saniniak, saanduang minimal tiga generasi, yang membuat ranji yang disetujui oleh pangulu paruiknya dan diketahui oleh KAN, maka sub-paruiklah yang merupakan kaum. Kaum sebagai persekutuan hukum adat merupakan subyek hukum mandiri yang dapat berbuat, baik di hadapan maupun di luar sidang pengadilan.

d. Nagari Sebagai Persekutuan Hukum Adat Genealogis Matrilineal

Teritorial Menurut Surojo Wignjodipuro, “Di Daerah Minangkabau persekutuan hukum disebut “nagari”. Nagari terdiri dari famili-famili yang masing-masing dikepalai oleh seorang “pangulu andiko, yakni laki-laki tertua dari jurai =bagian dari famili yang tertua pula, sedangkan tiap jurai ini diketuai oleh orang tuanya sendiri bernama mamak kepala waris atau tungganai. 68 Dalam ilmu hukum adat, nagari di Minangkabau dikonstruksikan sebagai persekutuan hukum adat teritorial yang genealogis. Hal itu sesuai dengan pepatah adat, “nagari baampek suku, dalam suku babuah paruik”, maka suku sebagai persekutuan hukum adat genealogis matrilineal merupakan syarat esensial untuk adanya nagari sebagai persekutuan hukum adat teritorial. Dengan demikian nagari jangan diartikan sebagai wilayah. Tetapi nagari sebagai persekutuan hukum adat adalah sekelompok orang laki-laki dan perempuan yang hidup dalam beberapa kelompok genealogis yang disebut sukubuah paruik yang menyatukan diri sebagai kelompok teritorial. Jadi, walaupun nagari itu merupakan kelompok orang, tetapi mereka mengaitkan diri mereka dengan suatu wilayah tertentu. Untuk memahami nagari ini kita harus bedakan dulu makna anak nagari dan penduduk nagari. 68 Surojo Wignjodipro Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat Penerbit Alumni, Bandung, 1979, hal. 100 Sinergitas Ninik Mamak dan Aparat Kepolisian dalam Menyelesaian Konflik Hukum Pidana di Sumatera Barat 2011 36 | P a g e 1 Anak Nagari, adalah sekelompok orang perempuan dan laki-laki yang ibunya mempunyai suku yang diakui keberadaannya di masyarakat itu, terdiri dari : a. Rang Kampuang, adalah anak nagari yang bermukin di nagari asalnya; b. Rang Rantau, Anak nagari yang tinggal diperantauan, baik rantau dakek, rantau jauh, maupun rantau cino; 2 Penduduk Nagari, adalah setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah nagari, terdiri dari : a. Rang Kampuang b. Pendatang, yakni orang dari nagari atau daerah lain yang bertempat tinggal di wilayah nagari, mereka tidak merupakan anak nagari, kecuali mereka melakukan perbuatan hukum malakok dengan mengaku bermamak dan diakui sebagai kamanakan oleh salah satu suku di nagari itu. Dalam perkembangannya dapat dicermati bahwa keberadaan nagari di Sumatera Barat dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu Nagari yang menjadi penyelenggara administrasi pemerintahan dan Nagari yang berfungsi sebagai Nagari Adat saja. Nagari yang berfungsi sebagai penyelenggara urusan pemerintahan dapat ditemui di daerah Kabupaten. Sedangkan nagari yang berfungsi sebagai nagari adat dapat dijumpai di daerah Kota. Dengan demikian, Nagari Adat berkedudukan hanya sebagai entitas dari masyarakat hukum adat saja. Sebagai entitas masyarakat hukum adat, Nagari dipimpin oleh Kerapatan Adat Nagari KAN. Sedangkan dalam persoalan administrasi pemerintahan, masyarakat hukum adat tergabung dalam wilayah administrasi Kelurahan yang dipimpin oleh Lurah.

3. Lembaga Adat dan Fungsinya dalam Masyarakat Menurut Hukum Adat