KESIMPULAN SINERGITAS NINIK MAMAK DAN APARAT KEPOLISIAN DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK HUKUM PIDANA DI SUMATERA BARAT

Sinergitas Ninik Mamak dan Aparat Kepolisian dalam Menyelesaian Konflik Hukum Pidana di Sumatera Barat 2011 139 | P a g e BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

Penelitian ini memberikan beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan rekomendasi untuk dapat ditindaklanjuti sebagai bagian penting dalam penataan hubungan polisi dan masyarakat. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Problematika yang dihadapi kepolisian dalam membangun hubungan dengan masyarakat adat adalah menurunnya peran ninik mamak dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Menurunnya peran ninik-mamak tersebut disebabkan dua faktor utama: internal dan eksternal. Secara internal terdiri dari tiga hal. Pertama, rendahnya pendidikan formal serta lemahnya pengetahuan para ninik-mamak tentang hukum adat itu sendiri. Posisi tersebut berbanding terbalik dengan anak-kemenakan yang semakin maju dalam pendidikan formal. Kedua, perbedaan strata ekonomi. Tingkat pendidikan yang rendah membuat daya saing ninik-mamak dalam lapangan kerja formal menjadi sulit. Kondisi tersebut membuat ninik-mamak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. Sehingga ninik-mamak cenderung mengurus kehidupan ekonomi mereka saja. Akibatnya, tidak terdapat ketersedian waktu yang cukup untuk mengurus kepentingan anak- kemenakan sesuai dengan pepatah adat, “kaluak paku kacang balimbiang, ambiak tampuruang lenggang lenggokkan, anak dipangku kemanakan dibimbiang, urang kampuang dipatenggangkan”. Ketiga, turunnya kewibawaan ninik-mamak. Dua hal tersebut di atas pendidikan dan ekonomi berimbas kepada turunnya kewibawaan ninik-mamak. Apalagi sebagaian besar ninik-mamak tidak menguasai hukum adat secara maksimal. Hal itu semakin menjatuhkan kewibawaan ninik-mamak di mata anak-kemenakan. Sinergitas Ninik Mamak dan Aparat Kepolisian dalam Menyelesaian Konflik Hukum Pidana di Sumatera Barat 2011 140 | P a g e Selanjutnya, ada 5 lima faktor eksternal yang menjadi kendala mempersulit posisi ninik-mamak di “mata” anak-kemenakan, yakni: pertama, penghapusan peradilan adat. Semenjak dihapuskannya peradilan adat dan swapraja dalam sistem peradilan di Indonesia, maka peran para pemuka adat menjadi semakin terdegradasi. Padahal, keberadaan peradilan adat tersebut memberikan ruang diakomodirnya peran para pemuka adat di tengah masyarakat dalam menyelesaikan konflik hukum pidana. Kedua, intervensi hukum negara terhadap hukum adat. Unifikasi hukum nasional menyebabkan terpinggirkannya fungsi hukum adat sebagai hukum positif. Hukum nasional kemudian menjadi satu-satunya solusi penyelesaian pelbagai perkara hukum dan sosial. Akibatnya permasalahan-permasalahan adat harus diselesaikan dengan “cara berpikir” hukum nasional. Dengan demikian peran hukum adat dan aparatnya termasuk ninik-mamak menjadi “tenggelam”. Ketiga, kemajuan tekhnologi. Kemajuan tekhnologi yang menyebabkan globalisasi kehidupan sosial telah mereduksi nilai-nilai lama dan tatanan adat sebagai sesuatu yang kuno sehingga tak layak diterapkan. Mempertahankan nilai-nilai adat nagari berarti harus siap dianggap kuno dan terbelakang. Ninik-mamak menjadi pihak yang kemudian dikelompokkan sebagai golongan pinggir yang kuno oleh perkembangan tekhnologi tersebut. Keempat, minimnya perhatian pemerintah. Pemerintah merupakan salah satu aktor yang menyebabkan hilangnya peran masyarakat adat dan segala perangkat yang menyertainya. Terdapat anomali kebijakan pemerintah terhadap masyarakat adat. Di satu sisi, Pemerintah menerapkan aturan normatif yang mengakui keberadaan hukum adat, namun dalam tataran empiris pemerintah tidak memfasilitasi agar masyarakat hukum adat dapat melaksanakan perannya. Kelima, Forum Kerjasama Polisi dan Masyarakat FKPM masih sekedar formalitas saja. FKPM terbentuk sekedar untuk memenuhi harapan legislasi, namun belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan agar polisi dapat bekerjasama dengan masyarakat. FKPM yang dibentuk di beberapa tempat tidak melibatkan struktur masyarakat hukum adat yang sudah ada. Sinergitas Ninik Mamak dan Aparat Kepolisian dalam Menyelesaian Konflik Hukum Pidana di Sumatera Barat 2011 141 | P a g e 2. Pengembalian peran ninik-mamak dalam penyelesaian perkara pidana dilakukan dengan menerapkan beberapa langkah, yaitu: pertama, peningkatan sumber daya manusia ninik-mamak dilakukan pelbagai program pemberdayaan yang dilakukan pemerintah. Upaya tersebut akan membantu ninik-mamak memahami bagaimana melihat permasalahan masyarakat adat dan solusi penyelesaiannya. Kedua, peran negara dimaksimalkan. Negara merupakan kunci utama untuk membuka ruang bangkitnya kembali institusi adat dan segala perangkatnya. Negara sesungguhnya dapat membuka ruang bagi masyarakat adat untuk menyelesaikan sengketa ringan di setiap nagari melalui sebuah lembaga yang menyelesaikan perkara perdata ringan perpering dan juga perkara pidana ringan tipiring. Lembaga tersebut dapat melibatkan perangkat adat, seperti; ninik-mamak, walijorong, dan parik paga atau dubalang nagari. 3. Langkah sinergitas antara kepolisian dan ninik-mamak dalam menyelesaikan konflik dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: pertama, desentralisasi penyelesaian perkara-perkara ringan dengan melakukan harmonisasi norma hukum negara dan hukum adat. Kedua, membuka ruang untuk menggunakan mekanisme adat dalam penyelesaian perkara-perakara ringan. Salah satunya, polisi menggunakan diskresi yang bertujuan mengalihkan peran kepolisian kepada ninik-mamak dalam penyelesaian perkara-perkara tertentu berdasarkan sifat berat atau ringannya perkara.

B. REKOMENDASI