Keadilan Restoratif Restorative Justice.

Sinergitas Ninik Mamak dan Aparat Kepolisian dalam Menyelesaian Konflik Hukum Pidana di Sumatera Barat 2011 16 | P a g e political society sebagai aparatus yang secara legal menjamin disiplin kelompok yang tidak sadar, tidak dapat diartikan bahwa political society tidak pernah menggunakan hegemoni, ataupun civil society tak pernah menggunakan koersi. Karena sesungguhnyalah lembaga hegemonik tertentu, civil society, ---misalnya, partai politik atau organisasi keagamaan--- berubah dalam situasi tertentu menjadi komponen-komponen yang mendukung apartus negara. Dapat dipastikan bahwa seluruh organ civil society juga dapat memaksa pihak-pihak non konformis dan pendukung yang berada di bawah yuridiksi kuasa mereka. Dari kerangka di atas; dominasi dan hegemoni, kelihatannya relevan untuk melihat hubungan kekuasaan negara dengan rakyat, khususnya hubungan masyarakat hukum adat di nagari dengan hukum negara. Satu dari sekian banyak praktek dominasi negara Orde Baru ialah pengaturan sistem pemerintahan lokal dengan ideologi sentaralisme, dan instruktif-birokratis melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 yang mematikan pluralitas budaya dan jungkir-baliknya tatanan sosial budaya, ekonomi dan politik masyarakat nagari di Minangkabau. Praktek dominasi tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat, tapi pemerintah daerah sendiri juga melakukan praktek yang sama kepada masyarakat nagari. Kebijakan sepihak pemerintah daerah menetapkan jorong bagian wilayah nagari sebagai desa misalnya menjadi salah satu bentuk dari dominasi pemerintah daerah.

3. Keadilan Restoratif Restorative Justice.

Restorative justice merupakan bentuk penyelesaian alternatif dalam proses perkara pidana, yang pada prinsipnya lahir karena ketidakpuasan terhadap mekanisme penyelesaian perkara pidana secara konvensional. 42 Banyak negara yang mulai meninggalkan mekanisme peradilan yang bersifat represif dikarenakan kegagalan sistem tersebut untuk memperbaiki tingkah laku terpidana dan mengurangi tingkat kriminalitas yang dilakukan oleh masyarakat. Restorative Justice bertujuan untuk memberdayakan para korban, pelaku, keluarga dan masyarakat untuk memperbaiki suatu perbuatan melawan hukum, dengan 42 Eka Purnama Sari, Konsep Restorative Justice Sebagai Alternatif Sanksi Pidana Dikaitkan Dengan UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Skripsi. Padang: Fakultas Hukum, Universitas Andalas, 2006, hlm. 46. Sinergitas Ninik Mamak dan Aparat Kepolisian dalam Menyelesaian Konflik Hukum Pidana di Sumatera Barat 2011 17 | P a g e menggunakan kesadaran dan keinsyafan sebagai landasan untuk memperbaiki kehidupanbermasyarakat. 43 Tony F. Marshall mengatakan bahwa restorative justice adalah sebuah proses dimana semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama bagaimana menyelesaikan akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan. 44 Sementara itu Baqir Manan dalam salah satu tulisannya juga menguraikan tentang substansi ”restorative justice” yang berisi prinsip-prinsip, antara lain:”Membangun partisipasi bersama antara pelaku, korban, dan kelompok masyarakatmenyelesaikan suatu peristiwa atau tindak pidana. Menempatkan pelaku, korban,dan masyarakat sebagai ”stakeholders” yang bekerja bersama dan langsungberusaha menemukan penyelesaian yang dipandang adil bagi semua pihak win-win solutions”. 45 Ide restorative justice berawal dari eksperimen di Kitchener, Ontario pada tahun 1970, yang pertama kali membentuk program rekonsiliasi antara korban dan pelaku victim and Offender Reconciliation Program, yang disingkat dengan VORP. Dimulai ketika seorang petugas pengawas pemasyarakatan probation officer meyakinkan hakim bahwa dua anak pelaku vandalisme harus dipertemukan dengan korbannya. Dengan bantuan hakim selaku mediator, korban dan pelaku memulai pembicaraan untuk menyelesaikan masalah, serta membangun pendekatan individu dalam memperoleh keadilan dari kejahatan yang telah dilakukan. Keduanya diberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan mereka dan persepsi pelaku, serta menghilangkan kesalahpahaman yang terjadi karena tindak pidana tersebut. Pertemuan diakhiri dengan upaya mencapai kesepakatan sebagai langkah pelaku untuk memperbaiki kerusakan yang diderita oleh korban. Setelah pertemuan tersebut hakim menawarkan kepada kedua anak- 43 Pavlich .G, Towards An Ethics of Restorative Justice dalam L. Walgrave Ed.,Restorative Justice and The Law. Oregon: Willan Publishing, 2002, hlm. 234 44 Tony F.Marshall sebagaimana dikutip dalam Marlina, Konsep Diversi dan restorative Justice Dalam RUU Sistem Peradilan Pidana Anak. Makalah disampaikan pada Seminar Sosialisasi RUU Sistem Peradilan Pidana Anak, Dirjen Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Medan, 18 Juni 2010, hlm 15. 45 Baqir Manan, Retorative Justice Suatu Perkenalan, dalam Refleksi Dinamika Hukum Rangkaian Pemikiran dalam dekade Terakhir, Jakarta: Perum Percetakan Negara RI, 2008, hlm 3 Sinergitas Ninik Mamak dan Aparat Kepolisian dalam Menyelesaian Konflik Hukum Pidana di Sumatera Barat 2011 18 | P a g e pelaku tindak pidana- membayar ganti rugi kepada korban sebagai syarat bagi masa percobaan probation. 46 Eksperimen Kitchener menginsiprasi banyak pihak untuk juga melakukan hal yang sama, karena dianggap berhasil baik dalam menyelesaikan konflik hukum pidana. Model penyelesaian itu dianggap memberikan keadilan kepada korban, memberikan ganjaran kepada pelaku, tanpa menimbulkan akibat lain yang lebih buruk, misalnya kerugian pada pelaku yang harus menjalani pidana penjara atau kurungan, atau membayar denda kepada negara, sementara korban tidak memperoleh keadilan sama sekali. Program itu kemudian diluncurkan juga di Elkhart, Indiana pada tahun 1978, dan kemudian menyebar ke seluruh penjuru Amerika. Saat ini terdapat lebih kurang 400 program Victim Offender Mediation VOM, perubahan dari VORP karena upaya tersebut dimediasi oleh pihak ketiga. 47 Dari praktik restorative justice di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Canada, New Zealand, dan beberapa negara Eropah, mekanisme penerapan restorative justice dilakukan dengan beberapa langkah berikut. Antara lain: 48 1. Mediasi Pelaku dan Korban. 2. Mengadakan Pertemuan. 3. Lingkaran. 4. Pertolongan Pada Korban. 5. Ganti Rugi. 6. Pelayanan Masyarakat. Karakteristik Pelaksanaan Restorative Justice adalah: 49 1. Membuat pelanggar bertanggungjawab atas perbuatannya; 2. Membuktikan kemampuan dan kesempatan pelaku bertanggungjawab ; 46 Dokumentasi Lembaga Perlindungan Anak LPA, Model Restorative Justice Bagi Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum di Kota Bandung. Bandung: LPA, 2004, hlm 49. 47 Dokumentasi Lembaga Advokasi Hak Anak LAHA, Restorasi: Media Perlindungan Anak Yang Berkonflik dengan Hukum, Mencari Alternatif. Bandung: LAHA, 2005, hlm 65. 48 Purnianti, Mamik Sri Supadmi dan Ni Made Tunduk, Analisa Isitem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Jakarta: Departemen Kriminologi, Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UI didukung oleh UNICEF, 1998, hlm 32. 49 Marlina, op.cit, hlm 8 Sinergitas Ninik Mamak dan Aparat Kepolisian dalam Menyelesaian Konflik Hukum Pidana di Sumatera Barat 2011 19 | P a g e 3. Pelibatan korban, pelaku, orang tua korban dan pelaku, teman sekolah, teman bermain dan masyarakat ; 4. Menciptakan forum bekerja sama; 5. Menetapkan hubungan langsung dan nyata antara kesalahan dengan reaksi sosial. Namun pelaksanaan Restorative Justice menghendaki beberapa prasyarat tertentu, antara lain: 50 1. Pernyataan bersalah dari pelaku 2. Persetujuan korban 3. Persetujuan pihak aparat penegak hukum 4. Dukungan masyarakat setempat 5. Tindak pidana ringan. Di Indonesia, konsep ini sudah diterima untuk diterapkan dalam sistem peradilan pidana anak. Beberapa pasal dalam UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, menjadi landasan untuk menerapkan diversi dari sistem peradilan pidana biasa dan konsep restorative justice dalam prosesnya. Namun saat ini pedoman bagi penerapan konsep ini baru sebatas pada Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Menteri Sosial RI, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Nomor 166KMASKBXII2009, NO.148AAJA122009, NO. B45XII2009, NO.M.HH-08 HM.03.02 TAHUN 2009,NO.10PRS-2KPTS2009, NO. 02Men.PP dan PAXII2009 tanggal 22Desember 2009 tentang Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum. Hanya saja dalam praktiknya seringkali SKB ini diabaikan oleh aparat penegak hukum, dengan tetap melaksanakan tugas dan kewajiban mereka dalam memproses perkara anak, sebagaimana dalam menangani perkara biasa yang tidak melibatkan anak. 50 DS Dewi, Restorative Justice, Diversion Schemes and The Indonesian Juvenile Court, 2010, Diakses terakhir hari Rabu, 29 Juni 2011, pukul 21.34. Sinergitas Ninik Mamak dan Aparat Kepolisian dalam Menyelesaian Konflik Hukum Pidana di Sumatera Barat 2011 20 | P a g e

F. METODE PENELITIAN