menjadi pelaksana mitos perlindungan pemegang saham minoritas. Perlindungan pemegang saham minoritas ini diperlukan mengingat apabila mereka tidak setuju
dengan merger, maka merger tetap dilaksanakan, dan pemegang saham minoritas tersebut dipaksakan untuk menerima merger tersebut. Karena itu, hukum memandang
bahwa kepada mereka diperlukan perhatian dan perlakuan khusus. Perlakuan khusus tersebut diwujudkan lewat apa yang disebut dengan appraisal rights.
B. Peran Perusahaan Induk Persero Terhadap Perusahaan Anak.
Persero sebagai perusahaan induk perannya tidaklah lebih dari pemegang saham mayoritas saja. Dan sebagai pemegang saham mayoritas maka Persero sebagai
perusahaan induk berhak untuk : 1.
Memilih Direksi dan Komisaris sesuai kehendak dari perusahaan induk melalui mekanisme RUPS.
2. Turut serta membuat kebijakan umum dari perusahaan anak dengan
memberikan persetujuan RKAP Rancangan Kerja dan Anggaran Perusahaan yang dibuat oleh Direksi perusahaan anak melalui RUPS.
3. Melakukan pembinaan terhadap perusahaan anak. Pembinaan ini dilakukan
dalam bentuk konsultasi dari pengurus perusahaan induk kepada perusahaan anak, sampai dengan training atau pelatihan kerja bersama antar karyawan
dalam perusahaan kelompok.
91
91
Hasil wawancara dengan Staff legal PT. Wijaya Karya pada tanggal 25 maret 2009 di Medan
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan anak Persero maka tanggung jawab dari perusahaan anak kepada perusahaan induk sebagai pemegang saham mayoritas ialah :
1. Melaksanakan day to day operation perusahaan dengan profesional transparan
dan bertanggung jawab. 2.
Melaksanakan kebijaksanaan umum yang telah dibuat perusahaan induk sebagai pemegang saham dalam RUPS.
3. Memenuhi target-target usaha yang dijalankan perusahaan anak agar
keuntungan maksimal perusahaan induk dapat tercapai.
92
Dari peran perusahaan induk terhadap perusahaan anak, maka dapat disimpulkan bahwa peranan kekuasaan perusahaan induk terhadap perusahaan anak
berasal dari kekuasaan perusahaan induk yang didapatkan melalui kepemilikan saham mayoritas dengan hak suara dalam perusahaan anak. Adanya peran dari perusahaan
induk terhadap perusahaan anak, terutama dalam menentukan jalannya perusahaan anak bisa dilakukan karena adanya kepemilikan saham mayoritas oleh perusahaan
induk sehingga dapat mengendalikan jalannya kepengurusan dari perusahaan anak, yang dilakukan di dalam mekanisme RUPS.
Perusahaan kelompok dengan induk perusahaan Persero, campur tangan perusahaan induk terhadap perusahaan anak bahkan lebih besar lagi, melebihi
kekuasaan perusahaan induk sebagai pemegang saham yang menjalankan perannya melalui mekanisme RUPS. Berdasarkan Pasal 1 huruf e Keputusan Menteri BUMN
KEP- I 17M-MBU2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance
92
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Pada BUMN, perusahaan induk mempunyai kemampuan untuk mengendalikan suara dalam rapat Direksi dan Komisaris perusahaan anak. Hal ini berarti peran perusahaan
induk dijalankan bukan hanya melalui mekanisme RUPS, melainkan juga melalui rapat Direksi dan Komisaris yang mana jalannya perusahaan secara day to day
operation ikut ditentukan oleh perusahaan induk sebagai pemegang saham mayoritas. Campur tangan perusahaan induk ke dalam rapat Direksi akan dapat merugikan
perusahaan anak, karena Direksi sebagai organ yang mengurus kegiatan perseroan sehari-hari menjadi tidak bebas dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu ketentuan
dalam Pasal 1 huruf e Keputusan Menteri BUMN KEP-117M-MBU2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada BUMN, dapat menimbulkan
pertentangan dengan Pasal 8 Keputusan Menteri BUMN KEP-117M-MBU2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada BUMN yang
menyatakan pemegang sahampemilik modal tidak diperkenankan mencampuri kegiatan operasional perusahaan yang menjadi tanggung jawab Direksi sesuai dengan
ketentuan Anggaran Dasar. Maksud dari ketentuan Pasal 8 ini ialah dalam rangka menegakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yaitu prinsip akuntabil.itas.
Apabila perusahaan induk ikut berperan ke dalam perusahaan anak sampai dapat menentukan hasil dari rapat Direksi dan rapat Komisaris maka prinsip akuntabilitas
yaitu adanya kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ, tidak akan berjalan secara efektif, karena akan terjadi tumpang tindih antara tugas dari
Direksi dengan pemegang saham. Selain itu campur tangan perusahaan induk ke dalam rapat Direksi perusahaan anak melanggar prinsip kemandirian sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 3 Keputusan Menteri BUMN KEP-117M-MBU2002
Universitas Sumatera Utara
Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada BUMN, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan
dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Apabila
perusahaan induk dapat turut campur dan mengendalikan mayoritas suara dalam rapat Direksi dan Komisaris dari perusahaan anak berarti perusahaan induk telah,
memberikan tekanan kepada Direksi atau Komisaris perusahaan anak yang menyebabkan tidak terciptanya prinsip korporasi yang sehat.
Tidak semua dari perusahaan induk Persero turut campur ke dalam rapat Dewan Direksi. Hal ini tergantung dari jenis dan tujuan dari perusahaan kelompok
tersebut. Dalam P.T. Adhi karya Persero misalnya sebagai perusahaan induk yang bertujuan melakukan fokus usaha, tidak pernah ikut campur ke dalam rapat Direksi
ataupun Komisaris. Karena sedari awal P.T. Adhi Karya Persero sebagaimana telah diungkapkan pada tulisan sebelumnya benar-benar hanya ingin fokus ke dalam usaha
utamanya yaitu konstruksi, sehingga dalam pengambilan keputusan pada perusahaan anak, P.T. Adhi karya Persero hanya menjalankan kekuasannya sebagai pemegang
saham dalam RUPS. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa peran perusahaan induk terhadap perusahaan anak tergantung dari perusahaan induk itu sendiri, apakah
hanya sebatas sebagai pemegang saham dalam perusahaan anak ataukah ikut campur ke dalam sistem manajemen dan kepengurusan dari perusahaan anak.
93
93
Ibid
Universitas Sumatera Utara
C. Praktek Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas Perusahaan Anak Dalam Perusahaan Kelompok Dengan Induk
Perusahaan BUMN Persero.
Antara pemegang saham minoritas dan perusahaan induk sebagai pemegang saham mayoritas pada perusahaan anak tidak memiliki perjanjia n
antar pemegang saham yang mengatur ketentuan tata Cara mengcluarkan suara dalam RUPS, ataupun pemenuhan kuorum dalam melaksanakan RUPS
di luar Anggaran Dasar shareholder agreement atau voting agreement. Hal ini dikarenakan pemegang saham minoritas dalam perusahaan anak yang
notabene adalah pihak karyawan, sudah merasa cukup terlindungi hak- haknya sebagai pemegang saham. Namun meskipun demikian pihak
karyawan yang mana diwakili oleh Koperasi atau badan hukum lainnya seperti yayasan sebagai pemegang saham tidak memiliki kekuatan untuk
mengambil keputusan, karena tidak memiliki wakil dalam Direksii ataupun Komisaris. Oleh karena itu pihak karyawan hanyalah sebagai pelaksana
dalam perusahaan, dan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Menurut penulis, sebaiknya dibuat suatu petjanjian antara pemegang saham
mayoritas yaitu perusahaan induk dan pemegang saham minoritas yaitu karyawan untuk menempatkan satu Direksi atau Komisaris, dalam organ
Universitas Sumatera Utara
perusahaan anak agar pihak karyawan turut dilibatkan dalam pengambilan keputusan atau setidak-tidaknya clapat mengawasi proses jalannya pengambilan keputusan.
94
94
Ibid
2. Perlindungan pemegang saham minoritas berdasarkan Good Corporate Governance.
a. Perlindungan pemegang saham berdasarkan Keputusan Menteri BUMN KEP-I I7M-MBU2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance.
Dalam rangka penyehatan BUMN dibutuhkan suatu langkah strategis dalam kepengurusan Perseroan yang menguntungkan bagi seluruh stakeholders Persero
seperti Direksi, Komisaris, kreditur, masyarakat, Pemerintah, karyawan, pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas. OIeh karena itulah pelaksanaan Good
Corporate Governance selanjutnya disebut dengan G.C.G.. Penerapan G.C.G. bagi para stakeholders khususnya pemegang saham minoritas dalam perusahaan anak
dirasakan sudah sangat mendesak. Menanggapi kepentingan yang sangat mendesak tersebut maka Pemerintah
melalui Kementerian Negara BUMN mengeluarkan sebuah peraturan untuk menetapkan pelaksanaan G.C.G. yaitu Keputusan Menteri BUMN KEP-117M-
MBU2002 Tentang Penerapan Praktek G.C.G. Pada BUMN, dimana dari hasil wawancara yang didapatkan olch penulis peraturan ini menjadi suatu code of conduct
bagi Persero maupun perusahaan anak dari Persero.
Universitas Sumatera Utara
Pertanggungjawaban, kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat. Kewajaran fairness, yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-
hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan Peraturan Perundang- undangan yang berlaku.
Dalam Keputusan Menteri BUMN KEP-117M-MBUI2002 Tentang Penerapan Praktik G.C.G, pengaturan mengenai hak-hak pemegang saham diatur di
dalam Pasal 5, yang mana pemegang saham harus dilindungi agar dapat melaksanakan hak-haknya berdasarkan Anggaran Dasar dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, penjabaran dari hak-hak tersebut adalah : a.
hak untuk menghadiri dan memberikan suara dalam RUPS, dimana berlaku ketentuan satu saham dalam satu hak suara
b. hak untuk memperoleh informasi material mengenai BUMN secara tepat
waktu. c.
Hak untuk mendapatkan pembagian keuntungan sebanding dengan nilai saham yang dimiliki oleh pemegang saham
Pemegang saham juga berhak untuk mendapatkan informasi akurat mengenai perusahaan kecuali informasi yang tidak dapat diberikan dimana Direksi memiliki
alasan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk tidak memberikan informasi tersebut.
b. Praktek pelaksanaan G.C.G. di dalam perusahaan anak dalam rangka perlindungan saham minoritas.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil wawancara yang didapatkan oleh penulis dalam penelitian, pelaksanaan G.C.G. untuk melindungi kepentingan Para stakeholders khususnya
pemegang saham minoritas dalam perusahaan balk di perusahaan induk maupun .perusahaan anak dilaksanakan dalam dua ruang lingkup, yaitu pelaksanaan G.C.G.
ke dalam perusahaan dan pelaksanaan G.C.G. keluar perusahaan. 1 Pelaksanaan G.C.G. ke dalam perusahaan.
Pelaksanaan G.C.G. ke dalam ialah pelaksanaan G.C.G yang berkaitan dengan stakeholders dari dalam perusahaan itu sendiri. Stakeholders yang dimaksud ialah
Direksi, Komisaris, pemegang saham dan Karyawan. Dalam hal pelaksanaan G.C.G. di dalam perusahaan khususnya untuk melindungi kepentingan pemegang saham
minoritas dalam perusahaan anak, maka dibentuklah organ-organ yang mendukung pelaksanaan G.C.G. dalam perusahaan anak, yaitu :
a Sekertaris perusahaan. Untuk memenuhi kebutuhan informasi dari para pemegang saham maka
dibuatlah suatu organ yang berada di bawah Presiden Direktur serta dipilih oleh Dewan Direksi. Fungsi dari Sekertaris perusahaan ialah sebagai penghubung antara
pengurus terutama direksi dengan para pemegang saham. Dari hasil wawancara yang dilakkukan oleh penulis, sekertaris perusahaan juga hertugas untuk menatausahakan
dan menyimpan dokumen perusahaan, serta memberikan informasi tentang perusahaan secara herkala Direksi dan Komisaris bila diminta. Peranan sekretaris
perusahaan sangat penting dalam penerapan prinsip C.C.C. terutama transparansi dan ,fairness atau kewajaran, dimana para pemegang saham termasuk pemegang saham
Universitas Sumatera Utara
minoritas bila ingin mendapatkan informasi mengenai perusahaan, dapat memintanya melalui organ sekertaris perusahaan.
b Internal Audit Internal audit atau dikenal juga dengan sebutan Sistem Pengendalian Internal
SPI, berfungsi untuk menilai kelayakan pertanggungjawaban manajemen. Secara reguler, pengurus mengeluarkan laporan keuangan. Sebelum laporan keuangan ini
dikeluarkan kepada pihak terkait, terutama pemegang saham, maka laporan keuangan ini akan diuji terlebih dahulu oleh internal audit ini. Internal audit ini akan
memberikan penilaian apakah laporan tersebut telah memuat informasi secara layak yang sesuai dengan standar keuangan yang ada atau tidak. Hal ini dihutuhkan guna
memenuhi prinsip transparansi, dan pertanggungjawaban. Selain memeriksa laporan keuangan secara reguler, internal audit juga
memeriksa mengenai kegiatan perusahaan secara day to day operation, apakah ada penyimpangan dalam kcgiatannya atau tidak, hal ini diperlukan untuk memperjelas
fungsi dan kewenangan diantara kepengurusan dalam perusahaan. Keberadaan internal audit ini sangat penting dalam penegakan prinsip akuntabilitas karena akan
memperjelas kewenangan organ-organ dalam perusahaan sehingga pengelolaan akan terlaksana secara efektif.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, karyawan dalam perusahaan anak juga berkedudukan sebagai pemilik saham minoritas dalam perusahaan anak.
Kepemilikan saham oleh karyawan dimaksudkan untuk menimbulkan rasa sense of belonging bagi karyawan sendiri terhadap perusahaan tersebut, sehingga
menimbulkan semangat sosial dan kekeluargaan yang diharapkan akan meningkalkan
Universitas Sumatera Utara
produktivitas keria. OIeh karena itulah peran dari karyawan bagi perusahaan sangatlah penting karena selain berkedudukan sebagai pekerja, karyawan juga
berkedudukan sebagai maupun perusahaan anak masing-masing menggunakan jasa akuntan publik yang independen dalani menganalisa laporan keuangan masing-
masing perusahaan. Dengan begitu pihak stakeholders di luar perusahaan dapat mengetahui mengenai kondisi perusahaan secara wajar fairness.
bPelaksanaan tender terbuka. Perusahaan induk yang niengadakan suatu proyek, yang mana membutuhkan
jasa dare perusahaan anak karena usaha dari perusahaan anak terkait dengan proyek tersebut, ternyata tidak serta merta mengajak perusahaan anak ke dalam proyek
tersebut. Perusahaan induk ternyata tetap mengadakan tender secara terbuka yang mana selain diikuti oleh perusahaan anak juga diikuti oleh pihak lain. Dalam tender
tersebut perusahaan anak tetap diharuskan bersaing dengan perusahaan lain. Hal ini untuk mewujudkan ,fairness bagi masyarakat, serta kemandirian bagi perusahaan
anak untuk berusaha sendiri tanpa tekanan dari pihak lain. c. Hambatan pelaksanaan G.C.G. dalam perusahaan perusahaan BU MN Persero.
Dari hasil wawancara yang didapatkan oleh penulis, maka hambatan- hambatan yang ditemukan dalani pelaksanaan G.C.G. adalah sosialisasi dari G.C.G.
tersebut sendiri. Untuk melakukan tindakan korporasi G.C.G. pada dasarnya adalah dilakukannya pembenahan system manajemen terlebih dahulu termasuk menyiapkan
sumber daya manusianya, oleh karena itu dibutuhkan waktu dalam penerapan manajemen berbasis G.C.G dan penyediaan sumberdaya manusia yang berkualitas
untuk mendukung pelaksanaan dari G.C.G tersebut
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN