Akibat Hukum Atas Konsolidasi Bumn Persero Terhadap Pemegang Saham Minoritas
AKIBAT HUKUM ATAS KONSOLIDASI BUMN PERSERO TERHADAP
PEMEGANG SAHAM MINORITAS
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas danMemenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
OLEH
IBREINA SAULISA
110200491
Departemen Hukum Ekonomi
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
AKIBAT HUKUM ATAS KONSOLIDASI BUMN PERSERO TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH
IBREINA SAULISA
110200491
Departemen Hukum Ekonomi
Disetujui,
Ketua Departemen Hukum Ekonomi
NIP. 197501122005012002 (Windha, S.H., M.Hum)
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
(Prof.Dr.Bismar Nasution,S.H.,M.H)
NIP. 196003291986011001 NIP. 197002012002122001
(Dr.T.Keizerina Devi Azwar, S.H.,C.N.,M.Hum)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
KATA PENGANTAR
“Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita, bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Kristus Yesus turun-temurun sampai selama-lamanya”. Pujian dan syukur yang tertinggi kepada Allah Tritunggal atas kemurahanNya, dan penyertaanNya kepada penulis, untuk sepanjang kehidupan penulis dan sampai saat ini dimana penulis boleh menyelesaikan tugas akhir di pendidikan strata satu (S1).
Penulisan skripsi yang berjudul “AKIBAT HUKUM ATAS
KONSOLIDASI BUMN PERSERO TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS” adalah guna memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana
Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan yang sangat berbahagia ini penulis ingin berterimakasih
sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis, Bapak terkasih Drs. Agustin
Pandia, M.Si dan Mama terkasih Riahnaita Ginting, SH., Sp.N., sosok yang luar
biasa terus mendukung, mengarahkan penulis disepanjang perjalanan hidup dan
tak pernah berhenti menyebutkan nama penulis di dalam doa-doa mereka. Serta
kepada satu-satunya saudara penulis, Nathasa Dessela Pandia.Merekalah sumber
inspirasi dan motivasi terbesar penulis sepanjang hidup dan juga untuk menjalani
pendidikan di Fakultas Hukum hingga sampai penulis menyelsaikan pendidikan
strata satu (S1).
Dan pada kesempatan berbahagia ini dengan penuh kerendahan hati
(4)
1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas
HukumUniversitas Sumatera Utara;
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Pembantu DekanI
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
3. Syafruddin, S.H., M.H., DFM., selaku Pembantu Dekan II FakultasHukum
Universitas Sumatera Utara;
4. Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan IIIFakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
5. Windha, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak
membantu dan membimbing dalam proses pengerjaan skripsi ini, bahkan
terus memotivasi untuk memberikan yang terbaik;
6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.Hum., selaku Dosen
Pembimbing I, yang telah membimbing dengan baik dalam proses
pengerjaan skripsi ini;
7. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., selaku Dosen
Pembimbing II, yang telah membimbing dengan baik dalam proses
pengerjaan skripsi ini;
8. Keluarga besar Pandia dan Ginting, yang terus memotivasi penulis.
Terkhusus kepada kedua Nenek penulis. Terimakasih untuk motivasi,
dukungan dan doa-doa untuk penulis. Terkhusus untuk sepupu-sepupu
(5)
jenuh mengerjakan skripsi, Karenina, Beatricia, Patricia, Giovander, Dave,
Jemimaso thankful to have all of you;
9. Keluargaku Re’uwel, tempat bertumbuh bersama, mencari kehendak
Allah, dan penulis yakin terus mendukung dalam doa selama ini, dan
kedepannya akan terus begitu, Kak Monica Hendrika Situngkir, S.H.,
Margaretha Octaviani Sianturi, Frans Yoshua Sinuhaji, Ari Pareme
Simanullang, Sarah Nova Siagian, Betari Karlina Ginting, Erni Armidi
Sitorus, Guntur Soekarno Gultom;
10. CHLOE, adik-adikku terkasih Ezra Abieza Tarigan, Tri Wahyuni
Limbong, dan Verawaty Napitupulu, yang terus mengingatkan dan
memberi semangat dalam pengerjaan skripsi ini. Dan juga untuk
adik-adikku di stambuk 2014 Grace Elisabeth, Tetty Luna, Mulyadi, dan Ishak.
Teruslah bertumbuh;
11. Sahabat-sahabat terbaik “IP4”, you are very awesome, guys ! Margaretha
Sianturi, Nathan Lumbanraja, Betari Ginting, Tody Marpaung, Dyna
Hasibuan, dan Fransisca Kosasih. Terimakasih untuk kebersamaan,
waktu, canda, tawa, dukungan, motivasi sepanjang kita menjalani
perkuliahan. Tetap semangat mengejar impian masing-masing. I do love u
all;
12. UKM KMK USU UP FH, tempat boleh semakin mengenal Kristus
bersama pribadi-pribadi luar biasa! Suatu kebahagiaan boleh
menghabiskan waktu ditempat ini. Terkhusus untuk teman-teman
(6)
melayani bersama, Terkhusus terimakasih banyak untuk kakak-kakak
kombin 2013 (Reszki Ananias Nadeak, S.H., Novika Aritonang, S.H., Nia
Silitonga, S.H) dan adik-adik komdo 2014 (Teresia Pakpahan dan Ester
Hutagaol), pengalaman bersama kalian sangat berharga. Dan teman-teman
AKK 2011 boleh terus mendukung, berbagi bersama dan berdoa bersama,
Tulus, Maruli, Jessica, Kristy, Jeremia, Tama, Daniel dan masih banyak
yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Bersyukur boleh mengenal kalian
dimasa kuliah;
13. Untuk teman terbaik, berbagi bersama, berjuang bersama, Tria Feba Sitepu
dan Nathan Romlen Lumbanraja. Terimakasih boleh menjadi teman
terbaik, mendengar penulis, memotivasi, mendukung penulis terlebih
selama pengerjaan skripsi ini. Thank you
14. Teman-teman selama kuliah di Grup E stambuk 2011, terkhusus Elvira
Fransisca, Virsa, Fransisca Kosasih, Dyna Hasibuan. Dan teman-teman
Departemen Hukum Ekonomi 2014 (IMAHMI), Kristy, Jessica, Nathan,
Hengky, Alex, Sri Nita, Kristina, Satria, Samuel, Citra, dll;
15. Teman-teman seperjuangan di semester 6 selama mengerjakan Klinis,
Tulus Nababan, Nathan Lumbanraja, Margaretha Sianturi, Tody
Marpaung, Betari Ginting, Maruli Sinaga, Hary Tama Simanjuntak, Novia
Utami, Citra Tarigan, Octaviana Fransiska;
16. Untuk teman-teman terbaik sepanjang masa, Cindy Simbolon, Chaterin
(7)
Sinulingga, Uly Artha Tarigan, dan Vionica Tarigan. Terimakasih boleh
mengenal kalian dari dulu sampai sekarang;
17. Untuk segenap pegawai dan staff di Fakultas Hukum USU, terimakasih
untuk keberadaan kalian boleh membantu penulis selama menjalani
pendidikan S1;
18. Dan untuk setiap orang yang mengenal penulis, setiap orang yang
menyebutkan nama penulis dalam doa-doanya. Terimakasih banyak;
Demikian penulis sampaikan, kiranya skripsi ini boleh berguna untuk
menambah wawasan dan cakrawala berpikir setiap pihak yang membacanya.
Medan, April 2015
Penulis,
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ……….. i
DAFTAR ISI ……… vi
ABSTRAK ……… viii
BAB I PENDAHULUAN ……….. 1
A. Latar Belakang ………... 1
B. Perumusan Masalah ……….. 8
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan …….………. 8
D. Keaslian Penulisan …..………. 9
E. Tinjauan Kepustakaan …..……… 10
F. Metode Penulisan ……….. 13
G. Sistematika Penulisan ……… 16
BAB II PENGATURAN MENGENAI KONSOLIDASI BUMN PERSERO DI INDONESIA ………. 18
A. Pengertian, Jenis, dan bentuk BUMN …..………. 18
B. Pendirian BUMN Persero di Indonesia …..……….. 25
C. Pengertian Konsolidasi (Peleburan) …...………... 33
D. Tujuan Konsolidasi (Peleburan)………. 37
(9)
BAB III KEDUDUKAN PEMEGANG SAHAM MINORITAS
DALAM BUMN ……… 48
A. Defenisi Pemegang Saham Minoritas ……… 48
B. Hak dan Kewajiban Pemegang Saham Minoritas dalam BUMN Persero ……….……… 52
BAB IV AKIBAT HUKUM ATAS KONSOLIDASI BUMN PERSERO TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS ………. 63
A. Kepemilikan Saham oleh Pemegang Saham Minoritas Setelah Dilaksanakannya Konsolidasi BUMN ……….. 63
B. Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Saham Minoritas Berdasarkan Prinsip Good Corporate Governance ………..…………. 67
C. Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Saham Minoritas atas Konsolidasi BUMN Persero Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia ……….……….. 77
BAB V PENUTUP ………….……….. 86
A. Kesimpulan ……… 86
B. Saran ………. 88
(10)
ABSTRAK
AKIBAT HUKUM ATAS KONSOLIDASI BUMN PERSERO TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS
Ibreina Saulisa* Bismar Nasution** T. Keizerina Devi Azwar***
Dalam menghadapi ekonomi global, BUMN yang hadir di Indonesia sebagai penunjang ekonomi bangsa juga harus bersiap dalam menghadapi ekonomi global. Salah satunya adalah dengan cara restrukturisasi perusahaan melalui konsolidasi untuk mengingkatan efektivitas dan efisiensi perusahaan dan menciptakan iklim yang sehat dalam perusahaan. Dalam pelaksanaan peleburan ini harus juga memperhatikan setiap pihak terkait dalam BUMN, dalam hal ini pemegang saham minoritas yang keberadaannya dalam setiap perusahaan sering sekali terabaikan karena komposisi kepemilikan sahamnya yang sedikit.
Adapun permasalaha yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan mengenai konsolidasi BUMN persero di Indonesia, kedudukan pemegang saham minoritas dalam BUMN persero, dan juga perlindungan saham terhadap kepemilikan saham dari pemegang saham minoritas. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian difokuskan mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.
Pelaksanaan peleburan dalam sektor BUMN diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara dan juga Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam pelaksanaan peleburan BUMN harus memperhatikan pemegang saham minoritas, dikarenakan akibat hukum dari pelaksanaan peleburan tersebut salah satunya adalah saham dari perseroan yang melakukan peleburan menjadi saham dari perseroan yang baru, dan terkadang kondisi tersebut kurang menguntungkan bagi pemegang saham minoritas.Untuk melindungi saham dari pemegang saham minoritas yang tidak setuju atas pelaksanaan peleburan tersebut dikenal suatu perlindungan yaitu Appraisal Rights.
Kata Kunci : Konsolidasi, BUMN Persero, Pemegang Saham Minoritas * Mahasiswa
** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II
(11)
ABSTRAK
AKIBAT HUKUM ATAS KONSOLIDASI BUMN PERSERO TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS
Ibreina Saulisa* Bismar Nasution** T. Keizerina Devi Azwar***
Dalam menghadapi ekonomi global, BUMN yang hadir di Indonesia sebagai penunjang ekonomi bangsa juga harus bersiap dalam menghadapi ekonomi global. Salah satunya adalah dengan cara restrukturisasi perusahaan melalui konsolidasi untuk mengingkatan efektivitas dan efisiensi perusahaan dan menciptakan iklim yang sehat dalam perusahaan. Dalam pelaksanaan peleburan ini harus juga memperhatikan setiap pihak terkait dalam BUMN, dalam hal ini pemegang saham minoritas yang keberadaannya dalam setiap perusahaan sering sekali terabaikan karena komposisi kepemilikan sahamnya yang sedikit.
Adapun permasalaha yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan mengenai konsolidasi BUMN persero di Indonesia, kedudukan pemegang saham minoritas dalam BUMN persero, dan juga perlindungan saham terhadap kepemilikan saham dari pemegang saham minoritas. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian difokuskan mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.
Pelaksanaan peleburan dalam sektor BUMN diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara dan juga Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam pelaksanaan peleburan BUMN harus memperhatikan pemegang saham minoritas, dikarenakan akibat hukum dari pelaksanaan peleburan tersebut salah satunya adalah saham dari perseroan yang melakukan peleburan menjadi saham dari perseroan yang baru, dan terkadang kondisi tersebut kurang menguntungkan bagi pemegang saham minoritas.Untuk melindungi saham dari pemegang saham minoritas yang tidak setuju atas pelaksanaan peleburan tersebut dikenal suatu perlindungan yaitu Appraisal Rights.
Kata Kunci : Konsolidasi, BUMN Persero, Pemegang Saham Minoritas * Mahasiswa
** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II
(12)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Di era globalisasi ini tidak bisa dipungkiri keberadaan masyarakat semakin
kritis dalam melihat setiap situasi yang terjadi, terlebih setiap perkembangan
dalam hal ekonomi, salah satunya dalam dunia bisnis. Dan hal itu menjadi
tantangan yang kepada setiap pengelolaan perusahaan karena pengelola
perusahaan tidak hanya melihat kepentingan para pemegang saham dan
pihak-pihak terkait dalam perusahaan, namun era globalisasi mengakibatkan setiap
pihak dapat memperhatikan setiap tindakan perusahaan juga menyebabkan para
pengelola perusahaan harus berlaku baik dalam mengelola perusahaan karena
setiap pihak dapat menilai perbuatannya dalam melakukan tindakan bagi
perusahaan.
Badan Usaha Milik Negara atau yang dikenal dengan BUMN, yang
seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian
nasional, di samping usaha swasta dan koperasi.Dalam menjalankan kegiatan
usahanya, BUMN, swasta dan koperasi melaksanakan peran saling mendukung
berdasarkan demokrasi ekonomi.1
Keberadaan Badan Usaha Milik Negara atau yang dikenal dengan BUMN
di Indonesia didasari oleh Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya
disebut UUD 1945), yang berbunyi:
1
Republik Indonesia, Penjelasan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
(13)
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan; 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Untuk mewujudkan Pasal 33 UUD 1945 maka Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) hadir dalam perekonomian nasional, untuk ikut berperan dalam
menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan
sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Di dalam penjelasan Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan
Perusahaan Jawatan (PERJAN), Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan
Perseroan (PERSERO) secara tegas menyatakan bahwa berdasarkan
kedudukannya perusahaan negara memiliki dua fungsi, yaitu sebagai aparatur
perekonomian Negara untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan di bidang
usaha Negara, dan sebagai salah satu unsur di dalam kehidupan perekonomian
nasional di samping perusahaan swasta dan koperasi.2
Pasal 1 angka 1Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN),menyebutkan bahwa,Badan
Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.Badan Usaha
Milik Negara mempunyai peran strategis yaitusebagai pelaksana pelayanan
2
Republik Indonesia, Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (PERJAN), Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan Perseroan (PERSERO).
(14)
publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu
pengembangan usaha kecil/koperasi. Pelaksanaan peran BUMN tersebut
diwujudkan dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor perekonomian,
seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, manufaktur,
pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri
dan perdagangan, serta konstruksi.3
Pada tahun 1969, ditetapkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969.Dalam
Undang-undang tersebut, BUMN, Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan
Perseroan (Persero). Memperhatikan sifat usaha BUMN, yaitu untuk memupuk
keuntungan dan melaksanakan kemanfaatan umum, maka dalam UU BUMN
disederhanakan menjadi dua bentuk yaitu Perusahaan Perseroan (Persero) yang
bertujuan memupuk keuntungan dan sepenuhnya tunduk pada ketentuan
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut
UUPT), serta Perusahaan Umum (Perum) yang dibentuk oleh pemerintah untuk
melaksanakan usaha sebagai implementasi kewajiban pemerintah guna
menyediakan barang dan jasa tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Untuk bentuk usaha Perum, walaupun keberadaannya untuk melaksanakan
kemanfaatan umum, namun demikian sebagai badan usaha diupayakan untuk
tetap mandiri dan untuk itu Perum harus diupayakan juga untuk mendapat laba
agar bisa hidup berkelanjutan.4
3
Republik Indonesia, Penjenlasan Undang-Undang Dasar Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
4
Ibid.
Pasal 1 angka 2, UU BUMN memberi pengertian
bahwa,Perusahaan Perseroan (selanjutnya disebut Persero) adalah BUMN yang
(15)
atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
Perkembangan zaman yang disertai arus globalisasi membuat Indonesia
tidak bisa tutup mata atas perkembangan ekonomi dunia yang sangat dinamis,
terutama dalam hal yang berkaitan dengan liberalisasi dan globalisasi
perdagangan yang sudah disepakati dalam dunia Internasional, antara lain World Trade Organization (WTO), ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN Framework Agreement on Service, dan kerjasama ekonomi regional Asia Pasifik (Asia Pacific Economic Cooperation/APEC), dan perkembangan ekonomi dunia yang terbaru adalah Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Perkembangan ekonomi
Internasional ini, menuntut Indonesia juga harus bersiap dan ikut dalam
perkembangan-perkembangan tersebut.
Badan Usaha Milik Negara yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh
pemerintah, dan juga yang sejak semula keberadaannya adalah untuk membangun
perekonomian nasional haruslah bersiap dan berpengaruh bagi Indonesia untuk
menghadapi perkembangan ekonomi Internasional yang terus berkembang.Hal ini
mengharuskan BUMN agar melakukan peningkatan efisiensi dan efektivitas serta
penciptaan iklim yang sehat sehingga terbuka kesempatan yang cukup leluasa bagi BUMN untuk tumbuh dan berkembang secara lebih dinamis sesuai dengan perkembangan dunia usaha.
Keberadaan BUMN sebagai pendukung yang strategis dalam
perekonomian nasional diharapkan dapat bersaing dalam menghadapi
(16)
dipungkiri bahwa masih ada BUMN yang secara ekonomi tidak berjalan efisien.
Kondisi BUMN yang tidak berjalan efisien seperti ini dapat menjadi persoalan,
dan pada akhirnya juga dapat mengakibatkan besarnya beban yang
akanditanggung langsung oleh negara dalam upaya mempertahankan
pengelolaannya.
Melihat setiap kondisi dari BUMN yang terdapat di Indonesia dan juga
perkembangan ekonomi dunia yang tidak dapat dibatasi perkembangannya serta
harus dihadapi oleh bangsa Indonesia,maka diperlukanlah peningkatan efisiensi
dan efektivitas serta penciptaan iklim yang sehat bagi bidang usaha dan dalam
sektor BUMN secara terkhusus, agar siap bersaing dalam perkembangan ekonomi
dunia. Peningkatan efisiensi dan efektivitas serta penciptaan iklim yang sehat
dalam BUMN dapat dilakukan dengan Restrukturisasi BUMN.5
Pelaksanaan restrukturisasi dalam sektor BUMN bila dilihat dalam
UUBUMN maka dapat dibagi menjadi dua, yaitu restrukturisasi sektoral, yang
dilakukan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga tercapai
efisiensi dan pelayanan yang optimal dan, restrukturisasi perusahaan yang
meliputi penataan kembali bentuk badan usaha, kegiatan usaha, organisasi,
manajemen, dan keuangan.6
5
Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Bab I, Pasal 1 angka 11.
6
Restrukturisasi meliputi:
Restrukturisasi BUMN dapat dilakukan dengan
1.restrukturisasi sektoral yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebijakan sektor dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
2.restrukturisasi perusahaan/korporasi yang meliputi:
a. peningkatan intensitas persaingan usaha, terutama di sektor-sektor yang terdapat monopoli, baik yang diregulasi maupun monopoli alamiah;
(17)
tindakan Penggabungan (merger), Peleburan (konsolidasi), Pengambilalihan (akuisisi)BUMN.7
Di Indonesia sejarah tentang konsolidasi atau peleburan dapat dibilang
masih baru dalam undang-undang, karena pengaturan mengenai konsolidasi di
Indonesia baru dimulai sejak adanya Undang-Undang Perseroan Terbatas Tahun
1995 yang kini diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut dengan UUPT. Peleburan adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan
diri dengan mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh
aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum
Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.8
b. penataan hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan BUMN
selaku badan usaha, termasuk di dalamnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan publik.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha
Milik Negara (selanjutnya disebut PP No. 43 Tahun 2005)Pasal 1 angka 5
dituliskan bahwa,Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan dua BUMN
atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu BUMN baru dan
masing-masing BUMN yang meleburkan diri menjadi bubar.
c. restrukturisasi internal yang mencakup keuangan, organisasi/ manajemen, operasional, sistem, dan prosedur.
Dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Bab VIII, Pasal 73.
7
Republik Indonesia, Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Negara.
8
Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum Dalam Ekonomi dan Bisnis
(18)
Sebagaimana dengan pranata hukum yang lain, maka konsolidasi
perusahaan juga dilarang jika merugikan pihak-pihak lain. Dalam Pasal 7 PP No.
43 Tahun 2005 diatur bahwa pelaksanaan dari Merger, Konsolidasi, dan juga
Akuisisi harus memperhatikan kepentingan Persero dan/atau Perum yang
bersangkutan, pemegang saham minoritas dan karyawan Persero dan/atau Perum
yang bersangkutan.9
9
Republik Indonesia, Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Hukum Badan Usaha Milik Negara.
Dengan begitu keberadaan BUMN tidak memberi kontribusi
bagi perekonomian saja, namun juga mampu berharga bagi semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
Sangat penting untuk dilakukan upaya-upaya perlindungan hukum
terhadap kepemilikan saham pemegang saham minoritas terlebih dalam BUMN,
dikarenakan pemegang saham mayoritas dalam BUMN adalah Pemerintah,
sehingga Pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas dalam BUMN tidak
bertindak sewenang-wenang dan agar keberadaan pemegang saham minoritas
tetap dipandang dalam RUPS setelah terlaksana konsolidasi BUMN.
Berdasarkan uraian di atas, maka hal yang ingin dibahas adalah mengenai
akibat hukum terhadap pemegang saham minoritas atas pelaksanaan konsolidasi
BUMN persero yang dilaksanakan beserta perlindungan terhadap kepemilikan
saham dari pemegang saham minoritas. Dan pembahasan tersebut akan dibahas
dengan mengangkat judul “Akibat Hukum atas Konsolidasi BUMN Persero
(19)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang untuk judul skripsi “Akibat Hukum
atas Konsolidasi BUMN Persero Terhadap Pemegang Saham Minoritas” yang
sudah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah yang dapat ditarik yaitu :
1. Bagaimana pengaturan mengenai peleburan (konsolidasi) BUMN persero di
Indonesia?
2. Bagaimana kedudukan dari pemegang saham minoritas dalam BUMN
persero?
3. Bagaimana perlindungan saham pemegang saham minoritas pada BUMN
persero bila terjadi konsolidasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Dilihat dari judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat
dikemukakan bahwa tujuan dari skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran
atas permasalahan di atas, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai peleburan (konsolidasi) BUMN
persero di Indonesia.
2. Untuk mengetahui kedudukan dari pemegang saham minoritas dalam BUMN
persero.
3. Untuk mengetahui perlindungan saham pemegang saham minoritas pada
BUMN persero bila terjadi konsolidasi.
Adapun manfaat penulisan yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah
(20)
1. Secara teoritis
Secara teoritis, pembahasan mengenai Akibat Hukum atas Konsolidasi
BUMN Persero terhadap Pemegang Saham Minoritas ini akan memberi suatu
pemahaman dan pengetahuan bagi setiap pembaca mengenai akibat hukum
terhadap pemegang saham minoritas dalam pelaksanaan konsolidasi di BUMN
persero, serta perlindungan saham bagi pemegang saham minoritas, sehingga
ilmu ini dapat berkembang dan dimanfaatkan.
2. Secara praktis
Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan suatu masukan dan acuan
pegangan kepada pembaca, khususnya para pemegang saham, dan masyarakat
agar mengetahui akibat hukum atas konsolidasi BUMN persero terhadap
pemegang saham minoritas beserta perlindungan saham terhadap pemegang
saham minoritas.Dan menjadi bahan masukan kepada akademisi, mahasiswa
dan praktisi hukum.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan pemeriksaan judul skripsi pada Perpustakaan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, judul “Akibat Hukum atas Konsolidasi
BUMN Persero terhadap Pemegang Saham Minoritas” belum pernah ditulis. Penulisan skripsi ini disusun berdasarkan referensi buku di perpustakaan,
media cetak maupun elektronik dan bantuan diskusi dari berbagai pihak.Demikian
penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya dan jika di kemudian hari
terdapat judul yang sama atau pembahasan yang sama, maka hal itu dapat
(21)
E. Tinjauan Kepustakaan
Penelitian ini membahas tentang BUMN yang dapat melakukan
konsolidasi atau peleburan dalam strateginya untuk meningkatkan perekonomian
nasional.Dimana dalam pelaksanaan konsolidasi ini, haruslah tetap
memperhatikan kepentingan-kepentingan para pihak yang terkait, dalam hal ini
termasuk pemegang saham minoritas.
Pasal 122 UUPTmenyebutkan bahwa,
1. Penggabungan dan Peleburan mengakibatkan Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum.
2. Berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu.
3. Dalam hal berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
a. aktiva dan pasiva Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan;
b. pemegang saham Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri karena hukum menjadi pemegang saham Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan; dan
c. Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum terhitung sejak tanggal Penggabungan atau Peleburan mulai berlaku.
Pengaturan mengenai BUMN dapat ditemukan dalam UU BUMN, dan
dalam Pasal 3 dari undang-undang tersebut diatur bahwa, terhadap BUMN
berlaku undang-undang ini, anggaran dasar, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya. Dan pengaturan mengenai peleburan BUMN terdapat dalam PP
No. 43 Tahun 2005, dan di dalam Pasal 11 ayat (1) diatur bahwa, tata cara Penggabungan dan Peleburan Persero dengan Persero dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas.Dalam hal ini berarti UUPT berlaku juga dalam pelaksanaan BUMN.
(22)
Istilah BUMN baru muncul padaUU BUMN sekalipun pengaturannya
sudah ada sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969.Menurut
UU BUMN, Pasal 1 angka 1, yang dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara
adalah, Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan.
Perusahaan perseroan (persero) diatur Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 1998 diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001.10
Istilah “peleburan” dipakai dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas, sedangkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menggunakan istilah
“konsolidasi” serapan dari kata bahasa Inggris consolidation. Dengan demikian, istilah peleburan berarti sama dengan konsolidasi.
Dalam Pasal 1 angka 2 UU BUMN, yang dimaksud dengan Perusahaan Perseroan
adalah, Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN
yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang
seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh
Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
11
Pada sektor BUMN, pelaksanaan peleburandiizinkan untuk dilakukan
peleburan untuk meningkatkan efisiensi BUMN dan juga penciptaan iklim yang
10
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum Dalam Ekonomi (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008), hlm. 83.
11
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 150-151.
(23)
sehat bagi BUMNdalam UU BUMN.Dan selanjutnya diatur dalam PP No. 43
Tahun 2005.Pengertian daripada peleburan BUMN terdapat dalam PP No. 43
Tahun 2005 yaitu, Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua BUMN atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu BUMN baru dan masing-masing BUMN yang meleburkan diri menjadi bubar.
Salah satu yang menjadi syarat dalam peleburan BUMN diatur dalam
Pasal 7 PP No. 43 Tahun 2005, yaitu :
1. Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan dengan memperhatikan;
a. kepentingan Persero dan/atau Perum yang bersangkutan, pemegang saham minoritas dan karyawan Persero dan/atau Perum yang bersangkutan;
b. asas persaingan usaha yang sehat dan asas kepentingan masyarakat.
2. Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN harus pula memperhatikan kepentingan kreditor.
Salah satu alasan mengapa hak-hak pemegang saham minoritas perlu dilindungi adalah karena sifat putusan mayoritas dalam suatu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang tidak selamanya fair bagi pemegang saham minoritas, meskipun cara pengambilan putusan secara mayoritas tersebut dianggap paling demokratis. Sebab, dengan sistem putusan mayoritas tersebut, bisa saja seorang yang sudah membiayai perusahaan sampai 48% (empat puluh delapan persen) dengan memegang saham 48% (empat puluh delapan persen) mempunyai kedudukan persis sama dalam pemberian suara dengan pemegang hanya 1% (satu persen) saham, dan akan sangat berbeda dengan pemegang saham 51% (lima puluh satu persen). Ini menjadi tidak fair.12
12
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru (Selanjutnya disebut Munir Fuady I)(Bandung: Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003), hlm. 172.
(24)
F. Metode Penulisan
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan cara melakukan analisis. Selain
itu, diadakan pada pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum yang
relevan, untuk kemudian mengupayakan suatu pemecahan atas
permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.13
1. Spesifikasi penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian hukum normatif.Penelitian hukum normatif bisa juga disebut sebagai
penelitian hukum doktrinal.14 Pada penelitian ini, hukum dikonsepsikan sebagai
apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum yang
dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku
masyarakat terhadap apa yang dianggap pantas. Penelitian hukum normatif hanya
meneliti peraturan perundang-undangan, dan mempunyai beberapa konsekuensi,
dan sumber data yang digunakan berasal dari data sekunder.15
Penelitian ini dikaji atas peraturan perundang-undangan, antara lain: UU
BUMN tentang Badan Usaha Milik Negara, UUPT, dan PP No. 43 Tahun 2005
tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk
Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara.Sifat penelitian yang dipergunakan
13
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Universitas Indonesia, Jakarta, 2007), hlm. 4.
14
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Garafindo Persada, 2006), hal. 118.
15
Penelitian Hukum Normatif, http://www.informasi-pendidikan.com/ 2013/08/ penelitian-hukum-normatif.html (diakses pada tanggal 7 Februari 2015, pukul 22.10).
(25)
adalah penelitian deskriptif.Penelitian deskriptif adalah penelitian untuk
mempertegas hipotesa tertentu, dan memberikan data seteliti
mungkin.16
2. Data penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis.Pendekatan
yuridis tersebut melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan tema sentral penelitian.
Materi dari penelitian ini diambil dari data sekunder.17Dimana data
sekunder adalah, data yang tidak diperoleh dari sumber pertama, data sekunder
bisa diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku penelitian, laporan, buku
harian, surat kabar, makalah, dan lain sebagainya.18
a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan terkait,
antara lain :
1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang tentang Badan
Usaha Milik Negara
2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas
16
Bahan Ajar Metode Penelitian Hukum oleh Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, tanggal 10 April 2014.
17
Ciri-ciri umum dari data sekunder menurut Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, adalah: 1.Pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat dipergunakan
dengan segera,
2.Isi dan bentuk data sekunder, telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu,
3.Tidak terbatas oleh tempat dan waktu Dalam Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 12.
18
Bahan Ajar Metode Penelitian Hukum oleh Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, tanggal11 Maret 2014.
(26)
3) Peraturan Pemerintah Nomo 43 Tahun 2005 tentang
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan
Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa buku-buku yang berkaitan
dengan judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian,
laporan-laporan dan sebagainya yang dapat diperoleh melalui media cetak
maupun media elektronik.
c. Bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang memberikan
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, seperti: jurnal ilmiah, kamus hukum, dan
bahan-bahan lain yang sesuai dan dapat digunakan dalam penyusunan skripsi
ini.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan
teknik studi pustaka yaitu dengan cara mengumpulkan, mempelajari, menganalisa
dan membandingan dengan buku-buku yang berhubungan dengan judul skripsi
ini. Dan juga dilakukan pengumpulan data melalui media elektronik.
4. Analisis data
Metode analisis data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
dengan metode kualitatif. Dalam hal ini data yang diperoleh disusun secara
sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mendapatkan
(27)
bentuk skripsi. Penggunaan metode kualitatif ini akan menghasilkan data yang
bersifat deskriptif analistik.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini dibagi atas lima bab untuk mempermudah
penulisan dan penjabaran dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan,
tinjauan kepustakaan, metode penulisan yang berkaitan dengan
pembahasan akibat hukum atas konsolidasi bumn persero terhadap
pemegang saham minoritas .
BAB II PENGATURAN MENGENAI KONSOLIDASI BUMN
PERSERO DI INDONESIA
Pada bab ini yang menjadi pembahasan adalah tinjauan umum
BUMN, pendirian BUMN di Indonesia, pengertian konsolidasi
(peleburan), tujuan konsolidasi (peleburan), tata cara konsolidasi
(peleburan) BUMN Persero.
BAB III KEDUDUKAN PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM
BUMN
Pada bab ini yang menjadi pembahasan adalah pengertian
pemegang saham, jenis-jenis pemegang saham, hak dan kewajiban
(28)
BAB IV AKIBAT HUKUM ATAS KONSOLIDASI BUMN PERSERO
TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS
Pada bab ini yang menjadi pembahasan adalah kepemilikan saham
oleh pemegang saham minoritas setelah dilaksanakannya
konsolidasi BUMN, perlindungan hukum terhadap pemegang
saham minoritas berdasarkan peraturan di Indonesia, perlindungan
hukum terhadap pemegang saham minoritas berdasarkan prinsip
Good Corporate Governance.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran menyangkut
(29)
BAB II
PENGATURAN MENGENAI KONSOLIDASI BUMN PERSERO DI INDONESIA
A. Pengertian, Jenis, dan Bentuk BUMN
Pada saat menyusun UUD 1945, para perintis kemerdekaan menyadari
bahwa Indonesia sebagai kolektivitas politik masih belum memiliki modal yang
cukup untuk melaksanakan pembangunan ekonomi.Dimana Indonesia hanya
memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia, sementara faktor produksi
yang lain, seperti modal dan teknologi, belum terserdia.Atas dasr kenyataan inilah
kemudian dirumuskan landasan hukum tentang asas keadilan di bidang ekonomi
dan kesejahteraan sebagaimana tertera dalam Pasal 33 UUD 1945.Dan berawal
dari Pasal 33 ini, dirumuskanlah strategi politik ekonomi Indonesia.Dalam strategi
ini Negara mengambil peran penting di bidang ekonomi untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan mendirikan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui nasionalisasi
perusahaaan-perusahaan eks pemerintah Belanda.19
Secara jelas Pasal 33 UUD 1945 mengatur bahwa Negara akan mengambil
peran dalam kegiatan ekonomi, oleh karena itu selama Pasal 33 UUD 1945 masih
tercantum dalam konsitusi maka selama itu pula pemerintah akan terlibat dalam
19
Rianti Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008), hlm. 1.
(30)
perekonomian Indonesia. Keterlibatan pemerintah dalam perekonomian di
Indonesia dapat dilihat dari keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).20
1. Indinesische Bedrijvenwet (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 417) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1955 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 850),
Badan Usaha Milik Negaradiatur dalam UU BUMN (Lembaran Negara
Nomor 70 tahun 2003) yang diundangkan serta mulai berlaku pada 19 Juni 2003.
Kehadiran undang-undang ini menggantikan undang-undang sebelumnya yang
sudah dinyatakan dicabut (tidak berlaku lagi), yaitu :
2. Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1989)
3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2890) tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 40,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904).21
Badan Usaha Milik Negara adalah persekutuan yang berbadan hukum
yang didirikan dan dimiliki oleh negara.Dalam hal ini, perusahaan negara adalah
semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modal seluruhnya merupakan
20
Ibid, hlm. 1-2.
21
Mulhadi, Hukum Perusahaan: Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm.150-151.
(31)
kekayaan Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain dalam
undang-undang.Dengan demikian, perusahaan negara adalah badan hukum yang dengan
kekayaan dan modalnya merupakan kekayaan sendiri (kekayaan negara yang
dipisahkan) dan tidak terbagi-bagi dalam saham-saham.22
Perbedaan antara BUMN dengan badan hukum lainnya sebagaimana yang
dikemukakan dalam pengertian, adalah:
Pasal 1 angka 1 UU BUMNmenyebutkan bahwa, Badan Usaha Milik
Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung
yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
23
1. Seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara;
2. Melalui penyertaan modal secara langsung;
3. Berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan.
Salah satu letak perbedaan yang sangat jelas antara BUMN dengan Badan
Usaha lainnya adalah terletak pada pemodalannya, dimana pemodalan dalam
BUMN seluruh atau sebagian besar dimiliki oleh Negara yang adalah Pemerintah
namun berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Yang dimaksud dengan
kekayaan negara yang dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dengan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal
negara pada BUMN dan untuk melanjutkan sistem pembinaan dan
pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, namun pelaksanaan pembinaan dan pengelolaannya harus sesuai
22
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Op.Cit.,hlm. 81.
23
Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan (Pola Kemitraan dan Badan Hukum)
(32)
dengan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Dan pemisahan itu sesuai dengan
kedudukannya sebagai badan hukum, yang harus mempunyai kekayaan sendiri
terlepas dari pada kekayaan umum negara.Dengan demikian dapat dikelola
terlepas dari pengaruh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.24
Modal BUMN yang berasal dari negara tersebut berasal dari beberapa
sumber keuangan yaitu sebagai berikut:25
1. Modal BUMN berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dalam
hal ini proyek-proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dikelola
oleh BUMN dan atau piutang Negara.
2. Cadangan modal yang disetorkan sebagai penambah modal.
3. Keuntungan yang diperoleh dari revaluasi aset.
Setiap penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN yang
dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan dengan
peraturan pemerintah.Dan juga setiap terjadi perubahan penyertaan modal Negara,
baik berupa penambahan maupun pengurangan, termasuk perubahan strukutur
kepemilikan negara atas saham persero, ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.Hal ini dilakukan dengan tujuan mempermudah dalam memonitor dan
penatausahaan kekayaan negara yang tertanam pada BUMN. Namun dalam hal
penambahan penyertaan modal negara yang dananya bersumber dari yang lain,
tidak perlu ditetapkan dengan peraturan pemerintah, dalam hal ini cukup
keputusan RUPS bagi persero dan menteri bagi perum. 26
24
Mulhadi, Op.Cit., hlm. 164.
25
Engga Prayogi dan RN Superteam, 233 Tanya Jawab Seputar Hukum Bisnis
(Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011), hlm. 77-78.
26
(33)
Sebagaimana diketahui, bahwa BUMN mempunyai peranan penting dalam
penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan
masyarakat27, BUMN pun memiliki tujuan dalam keberadaannya di Indonesia.
Ada 5 (lima) tujuan pendirian BUMN yang diatur dalam Pasal 2 UU BUMN,
yaitu:28
1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada
umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.
BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat
sekaligus memberi kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional dan membantu penerimaan keuangan negara.
2. Mengerjar keuntungan.
Meskipun maksud dan tujuan persero adalah untuk mengejar keuntungan,
namun dalam beberapa hal-hal tertentu untuk meakukan pelayanan umum,
persero dapat dilberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip
pengelolaan yang sehat.Dengan demikian, penugasan pemerintah harus
disertai dengan pembiayaan (kompensasi) berdasarkan pertimbangan.
3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang
banyak.
Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN, baik
barang atau jasa dapat memenuhi kebutuhan dari masyarakat.
27
Republik Indonesia, Konsideran Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
28
(34)
4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh
sektor swasta dan koperasi.
Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan untuk menyediakan barang dan
jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat
dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak
menguntungkan.Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dilakukan melalui
penugasan kepada BUMN. Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang
mendesak, pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai
fungsi pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan
dengan penguasa golongan ekonomi lemah.
5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan
ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Tujuan daripada keberadaan BUMN di Indonesia ini lebih lengkap dan
ideal jika dibandingkan dengan tujuan pendirian Perusahaan Negara yang diatur
pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 19 tahun 1960,
tentang Perusahaan Negara. Dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 19 tahun 1960, disebutkan bahwa tujuan dari
Perusahaan Negara adalah untuk membangun ekonomi nasional sesuai dengan
mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketentraman serta kesenangan kerja dalam
perusahaan, menuju masyarakat yang adil dan makmur materiil dan spiritual.
Serta dalam penjelasan Pasal 4 ayat (2) dikatakan bahwa Perusahaan Negara
tersebut dalam menunaikan tugasnya selalu memperhatikan daya guna
(35)
ekonomi nasional sesuai dengan ekonomi terpimpin.Maka dapat dilihat dari
tujuan BUMN maupun perusahaan Negara yang terdapat dalam kedua
undang-undang tersebut, keduanya merupakan pengimplementasian dari Pasal 33 UUD
1945, dimana keberadaan BUMN ini adalah untuk kesejahteraan rakyat Indonesia,
meskipun tidak dapat dipungkiri dalam perkembangannya saat ini terdapat
BUMN yang juga mengejar keuntungan.Dalam UU BUMN terdapat 2 jenis
BUMN, yaitu Perusahaan Umum atau disebut dengan perum dan juga Perusahaan
Perseroan atau yang disebut dengan persero.
Keberadaan perum memiliki makna usaha untuk melayani kepentingan
umum (kepentingan produksi, distribusi dan konsumsi, secara keselurugan) dan
sekaligus untuk memupuk keuntungan.29
Sedangkan keberadaan persero memiliki makna usaha untuk memupuk keuntungan (keuntungan dalam arti, karena baiknya pelayanan dan pembinaan organisasi yang baik, efisien dan ekonomis secara business-zakelijk, cost accounting principles, management effectiveness dan pelayanan umum yang baik dan memuaskan memperoleh surplus atau laba).
Hal ini dapat dilihat dari pengertian
Perum menurut Pasal 1 angka 3 UU BUMN yaitu,Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
30
29
Ibid, hlm. 160.
30
Ibid.
Hal ini juga dapat kita lihat dari pengertian Persero yang terdapat dalam Pasal 1 angka 2 UU BUMN
(36)
yaitu,Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
B. Pendirian BUMN Persero di Indonesia
Berdasarkan pengertian Perusahaan Perseroan yang selanjutnya disebut
dengan Persero dalam UU BUMN, maka dapat disimpulkan unsur-unsur dari
Persero sebagi berikut:31
1. merupakan BUMN,
2. berbentuk PT,
3. minimum 51% atau seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara,
4. melalui penyertaan modal secara langsung (yang ditetapkan melalui Peraturan
Pemerintah).
Pendirian persero diusulkan oleh menteri kepada presiden.Pengusulan itu
disertai dengan dasar pertimbangan atas pengkajian bersama antara menteri teknis
dan menteri leuangan.32
Maksud dan tujuan Persero dalam ketentuan Pasal 12 UU BUMN sedikit
berubah dari maksud dan tujuannya pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Mengingat persero pada dasarnya merupakan perseroan
terbatas, maka terhadap persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang
berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UUPT termasuk pula
segala peraturan pelaksananya.
31
I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan: Undang-Undang dan Peraturan Pelaksana di Bidang Usaha (Bekasi : Kesaint Blanc, 2006), hlm. 105.
32
(37)
Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) (selanjutnya
disebut dengan PP No. 12 Tahun 1998). Dimana dalam Pasal 4 ayat (1)PP No. 12
Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) maksud tujuan pendirian
Persero adalah :
1. menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing
yang kuat, baik di pasar dalam negeri ataupun internasional; dan
2. memupuk keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
Sedangkan dalam Pasal 12 UU BUMN, maksud dan tujuan pendirian
persero adalah :
1. menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing
kuat;
2. mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
Dari perubahan maksud dan tujuan pendirian Persero, disini tampak jelas
bahwa Persero pada awal-awal pendirannya dimaksudkan untuk
menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum, tapi lambat laun dengan
perkembangan yang terjadi dan sesuai dengan prinsip yang dianutnya yang
berpedoman pada ketentuan UUPT, maka maksud dan tujuan itu bergeser searah
dengan maksud dan tujuan Perseroan Terbatas, yaitu mengejar keuntungan guna
meningkatkan nilai perusahaan. Dalam Pasal 10 UU BUMN diatur bahwa:
1. Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan
dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan
(38)
2. Pelaksanaan pendirian Persero dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan
ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Berdasarkan pengaturan yang terdapat dalam UU BUMN tersebut maka
dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah UUPT,
sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa persero adalah perseroan terbatas
maka prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuannya sama dengan perseroan
terbatas.Sebagaimana dalam persero berlaku prinsip-prinsip perseroan terbatas,
persero juga memiliki organ persero sebagaimana perseroan terbatas memiliki
organ perseroan terbatas, yaitu :
1. Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS,
Peran dan kewenangan RUPS dalam BUMN tidaklah jauh berbeda dengan
peran dan kewenangan RUPS dalam Perseroan Terbatas.Rapat Umum Pemegang
Saham adalah organ dalam Persero dan memegang segala wewenang yang tidak
diserahkan kepada Direksi atau Komisaris.33 Dalam BUMN, Menteri bertindak
sebagai RUPS bila seluruh kepemilikan saham dimiliki oleh Negara. Dalam
BUMN persero juga Menteri bertindak sebagai pemegang saham, meskipun
saham tidak seluruhnya dimiliki oleh Negara dan keputusan diambil dengan
pemegang saham lainnya dalam RUPS.34 Menteri bisa memberi kuasa kepada
orang lain dengan hak substitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk
mewakilinya dalam RUPS.35
33
Mulhadi, Op.Cit.,hlm. 169.
34
Ibid.
35
Engga Prayogi dan RN Superteam, Op.Cit.,hlm. 80.
Perorangan adalah seseorang yang menduduki
jabatan dibawah menteri secara teknis bertugas membantu menteri selaku
(39)
perlu, tidak menutup kemungkinan kuasa juga dapat diberikan kepada badan
hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.36
2. Direksi
Direksi adalah organ BUMN (Perseroan dan Perum) yang bertanggung
jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta
mewakili BUMN, baik di dalam maupun diluar pengadilan.37Keberadaan direksi
dalam BUMN persero diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Sebagai RUPS,
Menteri yang melakukan pengangkatan dan pemberhentian atas direksi, dimana
pengangkatan dan pemberhentiannya cukup dilakukan dengan Keputusan
Menteri.38
Menteri mengangkat anggota direksi berdasarkan pertimbangan keahlian,
integritas, kepemimpinan, pengalaman, kejujuran, perilaku baik, serta dedikasi
yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan persero. Masa jabatan
anggota direksi selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali satu kali masa
jabatan.39
a. Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana jangka panjang yang
merupakan rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan persero
yang hendak dicapai dalam jangka waktu lima tahun. Rancangan rencana
jangka panjang memuat antara lain:
Dalam UU BUMN terdapat beberapa kewajiban yang dipenuhi Direksi
dalam menjalankan tugasnya, yaitu sebagai berikut :
1) Evaluasi pelaksanaan rencana jangka panjang sebelumnya;
36
Mulhadi, Op.Cit.,hlm. 169-170.
37
Ibid, hlm. 170.
38
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Bab II, Pasal 18.
39
(40)
2) Posisi perusahaan saat ini;
3) Asumsi-asumsi yang dipakai dalam penyusunan rencana jangka
panjang;
4) Penetapan misi, sasaran, strategi, kebijakan dan program kerja rencana
jangka panjang
b. Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana kerja dan anggaran
perusahaan yang merupakan penjabaran tahunan dari rencana jangka
panjang. Rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan memuat
antara lain:
1) Misi persero, sasaran usaha, strategi usaha, kebijakan perusahaan, dan
program kerja/kegiatan;
2) Anggaran perusahaan yang dirinci atas setiap anggaran program
kerja/kegiatan;
3) Proyeksi keuangan persero dan anak perusahaannya;
4) Hal-hal lain yang membutuhkan keputusan RUPS.
c. Menyampaikan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan kepada
RUPS untuk memperoleh pengesahan.
d. Direksi wajib menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS untuk
memperoleh pengesahan dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku
(41)
e. Direksi wajib memelihara risalah rapat dan menyelenggarakan pembukuan
Persero. Risalah rapat yang dimaksud adalah risalah rapat Direksi,
Komisaris dan risalah RUPS.40
Selain dari pada kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh Direksi,
Pasal 25 dari UU BUMN juga melarang direksi untuk memiliki jabatan rangkap
sebagai berikut :41
a. anggota direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik
swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan;
b. jabatan struktural dan fungsional lainnya pada instansi/lembaga
pemerintah pusat dan daerah.
Dengan adanya larangan ini diharapkan direksi agar dapat benar-benar
mencurahkan segala tenaga dan pikirannya serta perhatian penuh pada tugas,
kewahiban dan pencapaian tujuan persero serta menghindari benturan
kepentingan.
3. Komisaris
Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan
dan memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan
persero.42
Komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, dan
memahami masalah-masalah manajemen perusahaan ang berkaitan dengan salah Sama halnya dengan direksi, pengangkatan dan pemberhentian
komisaris dilakukan oleh RUPS.
40
Mulhadi, Op.Cit.,hlm. 173.
41
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Bab II, Pasal 25.
42
(42)
satu fungsi manajemen perusahaan, memiliki pengetahuan yang memadai di
bidang usaha Perseroan yang dijalankan, dan mempunyai waktu yang cukup
untuk melaksanakan tugasnya. Komisaris tidaklah boleh memiliki kepentingan
yang dapat mengganggu kemampuannya untuk mrlaksanakan tugasnya secara
mandiri dan kritis dalam hubungan satu sama lain dan direksi.43 Masa jabatan
Komisaris adalah lima tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa
jabatan.44
Selanjutnya dalam UU BUMN diatur juga mengenai kewajiban dari
Komisaris Perseroan, yaitu:45
a. Komisaris bertugas mewakili direksi dalam menjalankan kepengurusan
Persero serta memberikan nasihat kepada direksi.
b. Dalam melaksanakan tuganya, komisaris memiliki kewajiban sebagai
berikut :
1) Memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai rencana
kerja dan anggaran perusahaan yang diusulkan direksi.
2) Mengikuti perkembangan kegiatan persero, memberikan pendapat
dan saran kepada RUPS mengenai setiap masalah yang dianggap
penting bagi pengurusan persero.
3) Melaporkan dengan segera kepada pemegang saham apabila terjadi
penurunan kinerja persero.
43
Ibid.
44
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Bab II, Pasal 28 ayat (3).
45
(43)
4) Memberikan nasihat keapda direksi dalam melaksanakan pengurusan
persero.
5) Melakukan tugas pengawasan lain yang ditetapkan anggaran dasar
Persero atau berdasarkan keputusan RUPS.
Selain daripada kewajiban yang dimilikinya agar dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik, komisaris juga memiliki wewenang, yaitu :46
a. Melihat buku-buku, surat-surat, serta dokumen-dokumen lainnya,
memeriksa kas untuk keperluan verifikasi dan memeriksa kekayaan
Persero.
b. Memasuki pekarangan, gedung, dan kantor yang dipergunakan oleh
Perseo.
c. Meminta penjelasan dari direksi atau pejabat lainnya mengenai segala
persoalan yang menyangkut pengelolaan persero.
d. Meminta direksi atau pejabat lainnya dengan sepengetahuan direksi untuk
mengahadiri rapat komisaris.
e. Menghadiri rapat direksi dan memberikan pandangan-pandangan terhadap
hal-hal yang dibicarakan.
f. Memberhentikan sementara direksi, dengan menyebutkan alasannya.
Sama halnya dengan direksi, anggota komisaris juga dilarang untuk
memangku jabatan rangkap agar anggota komisaris dapat mencurahkan segala
tenaga dan pikirannya serta perhatiannya pada tugas, kewajiban dan pencapaian
tujuan Persero, dan juga untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan.
46
(44)
C. Pengertian Konsolidasi (Peleburan)
Konsolidasi sudah dikenal sejak adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas, bersama dengan merger dan akusisi. Namun
dalam undang-undang ini tidak dikenal istilah konsolidasi, merger, dan akuisisi
melainkan dikenal dengan istilah peleburan, penggabungan, dan
pengambilalihan.Sejak hadirnya undang-undang ini maka kegiatan konsolidasi
mulai mewarnai kegiatan berbagai perusahaan di Indonesia. Namun
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tidak memberikan pengertian mengenai
penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, namun pengertian dari
penggabungan, peleburan dan pengambilalihan terdapat dalamPP No. 27 Tahun
1998 merupakan peraturan pelaksana dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas ini
kemudian mengalami perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas.Dan pengertian dari penggabungan, peleburan dan
pengambilalihan perseroan terbatas sudah terdapat sejak adanya UUPT.
Bagi kebanyakan masyarakat awam, pelaksanaan merger dan konsolidasi
biasanya dianggap sama, namun diantara kedua peristiwa hukum tersebut terdapat
perbedaan yang mendasar meskipun kedua peristiwa hukum tersebut memiliki
tujuan yang sama untuk peningkatan efektivitas dan efisiensi dari suatu
perusahaan. Pada dasarnya pelaksanaan peleburan maupun penggabungan
merupakan perbuatan hukum yang memiliki akibat fundamental terhadap struktur
(45)
Encyclopedia of Banking and Fiance memberikan defensi terhadap merger adalah, “a combination of two or more corporations, where the dominant unit absorbs the passive unit, the former continuing operations, usually under the same name”.47Dan yang dibedakan dari konsolidasi dimana,“in a consolidation two units combine and are succeeded by a new corporation usually with new title”.48
Berdasarkan rumusan mengenai peleburan dan penggabungan, jelas bahwa
merger merupakan suatu bentuk penggabungan dua badan usaha, dimana badan
usaha yang menggabungkan diri bubar demi hukum, dan masuk ke dalam badan
usaha lainnya yang tetap ada dengan nama yang sama. Walaupun demikian Pasal 1 ayat (10) UUPT dikatakan bahwa, Peleburan adalah perbuatan
hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan Terbatas atau lebih untuk meleburkan
diri dengan cara mendirikan satu Perseroan Terbatas baru yang karena hukum
memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan Terbatas yang meleburkan diri dan
status badan perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
Sedangkan yang menjadi defenisi penggabungan yang terdapat dalam
Pasal 1 ayat (9) dari UUPT, Penggabungan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan
perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari
perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang
menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang
menggabungkan diri berakhir karena hukum.
47
F.L Garcia, Encyclopedia of Banking and Finance (Boston: Bankers Publishing Co, 1956).
48
(46)
seluruh asset , hak dan kewajiban dari badan hukum yang bubar tersebut tidaklah
menjadi hilang sama sekali, melainkan diabsorp atau dengan kata lain diambil alih
oleh perusahaan yang masih tetap ada tersebut. Dan yang berbeda dari konsolidasi
atau peleburan adalah kedua perusahaan yang bergabung menjadi bubar demi
hukum, dan sebagai gantinya didirikan suatu perusahaan baru dengan nama yang
baru meskipun secara finansial mengambil aset, hak dan kewajiban dari kedua
perusahaan yang bubar tersebut.49 Dan menjadi perbedaan yang cukup jelas
dengan penggabungan, dalam perbuatan hukum peleburan ini muncul Perseroan
Terbatas yang baru, karena terjadi peleburan Perseroan Terbatas, dan akibatnya
Perseroan Terbatas yang meleburkan diri itu menjadi bubar.50
1. Peleburan adalah perbuatan hukum;
Dari defenisi
peleburan yang terdapat dalam UUPT dapat diambil kesimpulan mengenai
unsur-unsur dalam peleburan, yaitu :
2. Melibatkan dua perseroan atau lebih;
3. Perseroan yang meleburkan dirinya dan melahirkan suatu perseroan baru;
4. Perseroan yang baru tersebut adalah hasil peleburan dan perseroan yang baru
ini mendapat aktiva dan pasiva dari perseroan-perseroan yang meleburkan
diri;
5. Para pemegang saham perseroan yang meleburkan diri menjadi pemegang
saham pada perseroan hasil peleburan;
49
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), 128.
50
Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas : Berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 (Jakarta: Permata Aksara, 2012), hlm. 155-156.
(47)
6. Status badan hukum perseoran-perseroan yang meleburkan diri berakhir
karena hukum.51
Secara konseptual, peleburan Perseroan seringkali disimbolkan sebagai
berikut :52
Dari simbol ini tergambar bahwa setelah proses peleburan hanya ada satu
entitas hukum baru (PT D) yang sebelum proses peleburan belum ada. Sedangkan
entitas hukum yang lain (PT A, PT B, PT C, dst) berakhir demi hukum setelah
proses peleburan. Hal lain yang tersirat dari simbolisasi tersebut adalah aktiva dan
pasiva dari Perseroan yang dileburkan beralih menjadi aktiva dan pasiva PT D.53
51
Handri Raharjo, Hukum Perusahaan (Yogyakarta: Pustaka Yustitia, 2009), hlm. 122.
52
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan : Telaah Yuridis terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Salatiga: Griya Media, 2011), hlm. 211.
53
Ibid.
Lebih lanjut Peleburan dalam perseroan diatur dalam PP No. 27 Tahun
1998. Dimana dalam Pasal 1 angka 2 PP No. 27 Tahun 1998 yaitu,Peleburan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk
meleburkan diri dengan cara membentuk satu perseroan baru dan masing-masing
perseroan yang meleburkan diri menjadi bubar.Dalam hal peleburan pada sektor
BUMN, UU BUMN, tidak mengatur dan menjelaskan pengertian daripada
penggabungan, peleburan pengambilalihan, dan pembubaran BUMN, namun
mengizinkan untuk dilaksanakannya peleburan, dimana pelaksanaannya dalam
upaya penciptaan iklim yang sehat dan efisien bagi BUMN. Pengaturan mengenai peleburan BUMN diatur dalam PP No. 43 Tahun 2005.
(48)
Definisi dari peleburan dalam sektor BUMN terdapat dalamPasal 1 angka
5 PP No. 43 Tahun 2005 dikatakan bahwa,Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua BUMN atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu BUMN baru dan masing-masing BUMN yang meleburkan diri menjadi bubar.Sesuai dengan pengertian peleburan dalam PP No. 43 Tahun 2005 maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan dari peleburan suatu BUMN dapat dilakukan dengan BUMN lain yang telah ada, dan dengan adanya peleburan maka BUMN yang saling meleburkan diri menjadi bubar dan membentuk BUMN baru.Dengan demikian dapat dilihat bahwa keberadaan penggabungan dan peleburan perseroan sama-sama memperkecil jumlah perseroan yang ada, tetapi
justru mempebesar kekuasaan, finansial, dan sinergi perseroan.54
D. Tujuan Konsolidasi
Dapat dilihat bersama, dalam perjalanan suatu kegiatan bisnis kadangkala
suatu badan usaha kurang mampu menjalankan sendiri tanpa adanya kerjasama
dengan badan usaha ada banyak jenis daripada kerjasama badan usaha, dan antara
satu perusahaan dan perusahaan lain memiliki perbedaan dalam melaksanakan
kerjasama tersebut, namun secara umum tujuan daripada pelaksanaan kerjasama
dalam badan usaha adalah:55
1. Memperbesar perusahaan; 2. Meningkatkan efisiensi;
3. Menghilangkan/mengurangi risiko persaingan;
4. Menjamin tersedia pasokan atau penjualan dan distribusi; 5. Diversifikasi produk dan pelayanan;
54
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit.,hlm. 152.
55
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 127.
(49)
6. Upaya defensit terhadap kemungkinan take over; 7. Penyaluran modal yang tidak digunakan.
Selain itu, menurut Sukanto Reksohadiprodjo, motivasi pelaksanaan dari
restrukturisasi perseroan, adalah:56
1. Untuk memperbaiki struktur modal.
2. Untuk memperbaiki teknologi yang telah kedaluwarsa.
3. Untuk mengastasi ketergantungan terhadap kebutuhan bahan baku (bahan mentah).
4. Untuk mendapatkan pangsa pasar yang jauh lebih besar. 5. Untuk mengurangi tingkat persaingan.
6. Untuk mengembangkan inovasi yang mendukung pengembangan perseroan.
7. Untuk meningkatkan skala usaha.
8. Untuk meningkatkan kemampuan managerial perseroan.
Hal yang menjadi tujuan konsolidasi ataupun peleburan secara khusus dan
spesifik tidak ada diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun secara
umum tujuan peleburan diatur bersama-sama dengan tujuan penggabungan dan
pengambilalihan juga. Alasan peleburan sama halnya dengan penggabungan, yaitu
karena beberapa perseroan sulit berkembang baik karena kekurangan modal
ataupun karena manajemen lemah yang membuat mereka tidak mampu bersaing.
Apabila beberapa perseroan itu bergabung dan meleburkan diri menjadi satu
perseroan yang baru, maka perseroan baru hasil peleburan tersebut secara
finansial maupun sinergi menjadi besar dan kuat, sehingga berdaya saing kuat dan
bisa berkedudukan monopoli.Namun, peleburan yang menuju kepada monopoli
usaha bertentangan dengan GBHN, karena monopoli hanya menguntungan satu
56
(50)
kelompok orang, oleh karena itu peleburan yang demikian perlu dibatasi atau
dilarang.57
Selanjutnya, dengan merujuk kepada dasar pertimbangan dari PP No. 27
Tahun 1998 dapat dilihat yang menjadi tujuan dari pelaksanaan peleburan.
Pelaksanaan penggabungan, peleburan, dan penggambilalihan dilaksanakan dalam
rangka pembinaan dan pengembangan usaha agar mampu menghadapi arus
globalisasi di bidang ekonomi, perlu diciptakan iklim usaha yang sehat dan
efisien. Dan untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan efisien antara lain
dapat ditempuh dengan melakukan penggabungan, peleburan, atau
pengambilalihan Perseroan Terbatas.58
Sebagaimana halnya dengan penggabungan, maka peleburan juga
bertujuan untuk mencapai hal-hal berikut ini :59
a. memperbesar jumlah modal;
b. memperbesar sinergi perseroan;
c. menyelamatkan kelangsungan produksi;
d. mengamankan jalur distribusi;
e. mengurangi pesaing dan mampu bersaing secara monopolistik.
Dan secara khusus dalam ruang lingkup Badan Usaha Milik Negara, dapat
dilihat dalam Pasal 2 PP No. 43 Tahun 2005, yang menjadi tujuan pelaksanaan
penggabungan, peleburan dan pengambilalihan, yaitu :
57
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit.,hlm. 152.
58
Republik Indonesia, konsideran Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilaliha Perseroan Terbatas.
59
(51)
1. meningkatkan efisiensi, transparansi dan profesionalisme guna menyehatkan BUMN;
2. meningkatkan kinerja dan nilai BUMN;
3. memberikan manfaat yang optimal kepada negara berupa dividen dan pajak; dan
4. menghasilkan produk dan layanan dengan kualitas dan harga yang kompetitif kepada konsumen.
Tidak ada penjelasan lebih lanjut yang menjelaskan tujuan daripada pelaksanaan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN ini, namun sebagaimana yang terdapat dalam konsideran Peraturan Pemerintah mengenai pelaksanaan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan PT yang adalah untuk menghadapi arus globalisasi di bidang ekonomi, demikian juga halnya dalam penjelasan PP No. 43 Tahun 2005 tersebut, dengan melakukan tindakan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan BUMN maka diharapkan tercipta iklim usaha yang sehat dan efisien, dengan tetap memperhatikan kepentingan perusahaan, pemegang saham/pemilik modal, karyawan dan masyarakat termasuk pihak ketiga yang berkepentingan.
Sedangkan menurut Munir Fuady yang telah meninventarisir alasan perseroan melakukan konsolidasi adalah sebagai berikut:60
1. untuk meningkatkan konsentrasi pasar 2. untuk meningkatkan efisiensi perseroan 3. untuk mengembangkan inovasi baru 4. sebagai alat investasi
5. sebagai sarana alih teknologi 6. mendapatkan akses internasional 7. meningkatkan daya saing
8. memaksimalkan sumber daya, dan 9. menjamin pemasokan bahan baku.
60
(52)
Secara khusus apabila dilaksanakan suatu peleburan maka pada dasarnya terbentuklah suatu perseroan baru dan diharapkanperseroan yang baru dibentuk akan menjadi lebih baik dan dapat berpengaruh dalam perekonomian nasional.
E. Tata Cara Konsolidasi BUMN Persero
Pengaturan mengenai peleburan BUMN diatur dalam PP No. 43 Tahun
2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pembubaran Badan
Usaha Milik Negara.Dalam Pasal 5 PP No. 43 Tahun 2005, Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Penggabungan yang dilakukan antara Perum dengan Perum lainnya, atau Persero dengan Persero lainnya;
2. Peleburan yang dilakukan antara Perum dengan Perum lainnya, atau Persero dengan Persero lainnya; atau
3. Pengambilalihan yang dilakukan Perum terhadap Persero, Perum terhadap perseroan terbatas, Persero terhadap Persero lainnya, atau Persero terhadap perseroan terbatas.
Pelaksanaan peleburan bagi BUMN persero haruslah dilaksanakan dengan
BUMN persero juga dan tidak dapat dilaksanakan dengan perum. Dalam hal
persero ingin melakukan peleburan dengan perum, salah satu dari BUMN tersebut
haruslah beralih menjadi perum atau persero.Dan pelaksanaan peleburan BUMN
persero sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11 UU BUMN, bahwa tata cara Penggabungan dan Peleburan Persero dengan Persero dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas.
Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan dilakukan atas usulan menteri kepada presiden disertai dengan alasan pertimbangan setelah dikaji bersama dengan menteri keuangan. Pertimbangan yang disampaikan oleh menteri
(53)
kepada presiden, antara lain berisi penjelasan mengenai keberatan kreditor atas rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan BUMN, apabila ada. Pengkajian bersama dengan menteri keuangan dilakukan karena tindakan-tindakan tersebut dapat mengakibatkan perubahan terhadap struktur penyertaan modal negara. Pengkajian terhadap rencana penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN juga dapat mengikut sertakan menteri teknis dan/atau menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain yang dianggap perlu, dan hal ini adalah sehubungan dengan kebijakan sektoral pada bidang usaha BUMN.61
Dan sesuai dengan Pasal 10 PP No. 43 Tahun 2005 bahwa, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN dilaksanakan oleh Menteri setelah diterbitkannya peraturan pemerintah mengenai Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN yang bersangkutan.62
Selanjutnya pengaturan tentang peleburan BUMN merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan peleburan dalam Perseroan Terbatas sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11PP No. 43 Tahun 2005, dan dalam hal ini pengaturannya merujuk kepada UUPT. Dalam ketentuan Pasal 124 UUPT dikatakan bahwa, ketentuan sebagaimana dimaksud
Dalam hal ini berarti pelaksanaan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN baru dapat dilaksanakan oleh Menteri apabila sudah diterbitkan peraturan pemerintah mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan BUMN tersebut sebagi dasar hukumnya.
61
Wawan Zulmawan, Panduan Praktis Merger atau Akuisisi Perusahaan (Jakarta: Permata Aksara, 2013), hlm. 57.
62
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara, Bab III, Pasal 10.
(1)
Terbatas terdapat beberapa hak-hak daripada pemegang saham, yaitu hak untuk memperoleh saham dari penerbitan saham selanjutnya (first right of refusal), hak untuk memiliki bukti kepemilikan saham, hak untuk menjual dan atau mengalihkan dalam bentuk apapun saham yang dimilkinya, hak untuk exit atau keluar (menjual atau mengalihkan sahamnya kepada pihak lain) dari perseroan terbatas dan hak mendahulu untuk ditawarkan dan untuk membeli saham dari pemegang saham lain yang hendak menjual sahamnya (apabila diatur dalam anggaran dasar perseroan, hak untuk menjaminkan saham-saham tersebut sebagai jaminan utang, hak untuk mengajukan gugatan terhadap Perseroan kepada pengadilan negeri apabila dirugikan, hak untuk meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan, hak untuk memperoleh dividen, hak untuk memanggil RUPS, hak untuk mendapat keterangan, hak untuk hadir dan bersuara dalam RUPS
3. Akibat hukum atas kepemilikan saham oleh pemegang saham minoritas atas pelaksanaan peleburan/konsolidasi BUMN persero adalah saham pada BUMN yang meleburkan diri beralih kepada saham BUMN yang baru terbentuk. Dengan demikian setiap pemegang saham yang berada di BUMN persero yang meleburkan diri beralih menjadi pemegang saham di BUMN yang baru terbentuk. Dalam pelaksanaannya bisa saja merugikan pemegang saham minoritas, oleh sebab itu keberadaan prinsip akuntabilitas, kewajaran, dan transparansi dalam Good Corporate Governance dapat menjadi perlindungan preventif terhadap pemegang saham minoritas. Dan selanjutnya apabila
(2)
pelaksanaan peleburan sudah disetujui RUPS, dan pemegang saham minoritas tidak setuju terhadap pelaksanaan peleburan tersebut, maka UUPT mengatur bahwa pemegang saham dapat meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga wajar (Appraisal Rights).
B. Saran
Adapun saran yang dapat dikemukakan setelah memperoleh kesimpulan adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berdasarkan PP No. 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara mengatur mengenai peleburan BUMN persero, dirasa belum cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya para pengusaha untuk menjamin dan melindunginya dari segala tindakan kecurangan yang bisa saja terjadi di kalangan dunia usaha. Sehingga pemerintah perlu untuk membuat undang-undang baru yang berfokus kepada peleburan BUMN secara khusus sehingga para pihak yang terkait merasa terjamin dan dilindungi.
2. Setiap pemegang saham haruslah jeli terhadap hak-haknya dalam suatu perseroan sebagaimana yang diatur dalam UUPT ataupun jika Anggaran Dasar mengatur hal lain mengenai hak pemegang saham agar pemegang saham dapat mengetahui dan melindungi dirinya dari setiap tindakan perusahanan yang dapat merugikan diri pemegang saham.
3. Tidak terdapat aturan mengenai peristiwa hukum peleburan BUMN terhadap pemegang saham minoritas dalam peraturan perundang-undangan Indonesia.
(3)
Pemerintah perlu membuat aturan baru mengenai pemegang saham minoritas khusus pada sektor BUMN dikarenakan pemegang saham minoritas dalam sektor BUMN haruslah berhadapan dengan pemerintah yang memiliki kekuasaan lebih besar.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Ais, Chatamarrasjid.Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-Soal Aktual Hukum Perusahaan.Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005.
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Garafindo Persada, 2006.
Asyhadie, Zaeni. Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008.
Budiyono, Tri. Hukum Perusahaan : Telaah Yuridis terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Salatiga: Griya Media, 2011.
Fuady, Munir. Perseroan Terbatas Paradigma Baru. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003.
___________. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas. Jakarta: CV. Utomo, 2005.
Garner, Brayn A. Black’s Law Dictionary (8th edition). St. Paul: West Group, 2004.
Harris, Fredy dan Teddy Anggoro.Hukum Perseroan Terbatas: Kewajiban Pemberitahuan oleh Direksi. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Hukum Online.com. Tanya Jawab Hukum Perusahaan. Jakarta: Visimedia, 2009.
Ibrahim, Johannes. Hukum Organisasi Perusahaan (Pola Kemitraan dan Badan Hukum). Bandung: Rafika Aditama, 2006.
Jusuf, Jopie. Analisis Kredit Untuk Account Officer. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007.
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perusahaan Indonesia.Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.
Mulhadi.Hukum Perusahaan: Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Nadapdap, Binoto. Hukum Perseroan Terbatas: Berdasarkan Undang-Undang No 40 Tahun 2007. Jakarta: Permata Aksara, 2012.
(5)
Nasarudin, M Irsan dan Indra Surya.Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia.Jakarta: Prenada Media, 2004.
Nugroho, Rianti dan Randy R Wrihatnolo.Manajemen Privatisasi BUMN. Jakarta: Elex Media Komputindo, 2008.
Pemerintah Indonesia.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka, 1995.
Prayogi, Engga dan RN Superteam.233 Tanya Jawab Seputar Hukum Bisnis.Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011.
Raharjo, Handri. Hukum Perusahaan. Yogyakarta: Pustaka Yustitia, 2009. Mohamad Samsul, Mohamad. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio.Jakarta:
Erlangga, 2008.
Sari, Elsi Kartika dan Advendi Simangunsong.Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: Gramedia Widiasarana, Indonesia. 2008.
Silondae, Arus Akbar dan Andi Fariana, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010.
Sjahputra, Imam dan Amin Widjaja Tunggal. Membangun Good Corporate Governance (GCG).Jakarta: Harvarindo, 2002.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia, 2007.
Surya, Indra dan Ivan Yustiavandana.Penerapan Good Corporate Governance: Mengenyampingkan Hak-Hak Istimewa demi Kelangsungan Usaha. Jakarta: Kencana, 2008.
Syamsuddin, Lukman. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Tangkilisan, Hessel Nogi S. Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate Governance. Yogyakarta: Balairung, 2003.
Tjager, I Nyoman.Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance pada BUMN.Jakarta: Kompas, 2004.
Tunggal, Amin Wijaya. Komite Audit (Audit Committee). Jakarta: Harvarindo, 2003.
(6)
Widjaya, I G Rai.Hukum Perusahaan : Undang-Undang dan Peraturan Pelaksana di Bidang Usaha. Bekasi: Kesaint Blanc, 2006.
Widjaja, Gunawan. Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham.Jakarta : Forum Sahabat, 2008.
Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja.Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.
Zulmawan, Wawan. Panduan Praktis Merger atau Akuisisi Perusahaan.Jakarta: Permata Aksara, 2013.
B. Peraturan
Republik Indonesia.Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
Republik Indonesia.Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Republik Indonesia.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas Republik Indonesia.Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2005 tentang
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara.
Republik Indonesia.Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER-01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara
C. Jurnal, Skripsi, Makalah, dan lain-lain
Bahan Ajar Metode Penelitian Hukum oleh Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, tanggal 11 Maret 2014
Bahan Ajar Metode Penelitian Hukum oleh Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, tanggal 10 April 2014
Handayani, Nur. “Earning: Review Antara Teori dan Bukti Empiris”.Jurnal Akuntansi, Manajemen Bisnis, dan Sektor Publik, Volume III No.1.Oktober 2006.