Perlindungan Atas Kepentingan Saham Minoritas

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SAHAM MINORITAS

PERUSAHAAN ANAK DALAM PERUSAHAAN KELOMPOK DENGAN INDUK PERUSAHAAN BUMN

A. Perlindungan Atas Kepentingan Saham Minoritas

Menurut Mohr, kasus-kasus yang dapat merugikan pemegang saham minoritas dalam perusahaan anak ialah dapat terjadi melalui transaksi antar perusahaan kelompok dengan penetapan harga pembelian yang ditetapkan terlalu tinggi atau harga jual yang ditetapkan terlalu rendah. Di dalam hubungan-hubungan. perusahaan kelompok bukan mustahil bahwa kegiatan yang mendatangkan keuntungan dari perusahaan anak diambil dan diberikan kepada anak perusahaan yang lain atau sumber-sumber keuangan dari perusahaan anak dipakai untuk menopang perusahaan anak yang lain yang berada dalm kegiatan yang tidak menguntungkan. Menurut Pasal 61 Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 berbunyi sebagai berikut : 1. Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, danatau Dewan Komisaris. 2. Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diajukan ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan. 68 Universitas Sumatera Utara Dalam hal keputusan perseroan merugikan pemegang saham, ada kemungkinan hal itu merugikan perseroan secara keseluruhan, tetapi ada juga yang mungkin hanya merugikan kepentingan pemegang saham tertentu saja. Dalam perusahaan kelompok hal ini dimungkinkan dimana perusahaan induk sebagai pemegang saham mayoritas perusahaan anak tidak dirugikan oleh keputusan perseroan, namun pemegang saham minoritas dalam perusahaan anak tersebut dirugikan. Bila terjadi demikian maka pemegang saham minoritas dapat menggugat perseroan atas kepentingan pribadi pemegang saham minoritas tersebut. Pemegang saham juga berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa: a. perubahan anggaran dasar; b. pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50 lima puluh persen kekayaan bersih Perseroan; atau c. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan. 90 Pihak tertentu yang sebenarnya dalam struktur kedudukannya kuat secara yuridis, misalnya para pemegang saham tetapi karena ikatan financial yang lemah antara yang bersangkutan dengan perusahaan, misalnya karena sahamnya minoritas, maka konsekuensinya posisi yang bersangkutan juga akhirnya menjadi lemah. Dalam hal ini kembali sektor hukum dimintakan perannya untuk menjaga keadilan dan 90 Lihat pasal 62 ayat 1 Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 Universitas Sumatera Utara sebandingan hukum dengan memberi perlindungan kepada pemegang saham minoritas sampai batas tertentu. Sistem pengaturan Undang-Undang No. 4 Tahun 1971, yang mengubah ketentuan Pasal 54 KUHD, memberlakukan prinsip one share one vote, suatu prinsip yang menetapkan pihak pemegang saham minoritas sebagai pihak yang rawan eksploitasi. Hanya dalam hal-hal tertentu saja, yakni dalam hal-hal yang termasuk ke dalam dangerous area, diberikan perhatian khusus oleh hukum untuk melindungi pihak pemegang saham minoritas. Perlindungan pemegang saham minoritas dalam hal ini dilakukan dengan memperkenalkan prinsip special vote, yang operasionalisasinya minimal dilakukan dengan dua cara sebagai berikut: 1 Prinsip Silent Majority Dalam hal ini pemegang saham mayoritas diwajibkan abstain dalam voting. Salah satu sistem dari prinsip silent majority adalah sistem pemilihan berlapis, yang diperkenalkan oleh Keputusan Ketuan Bapepam No. Kep-01PM1993, tanggal 29 Januari 1993, yang telah diganti dengan Peraturan Bapepam No.04PM1994, tanggal 7 Januari 1994. Prinsip pemilihan berlapis ini di operasionalisasikan dengan cara pelaksanaan dua kali voting. Pada voting pertama hanya pemegang saham tidak berbenturan kepentingan pemegang saham minoritas yang boleh melakukan voting, sementara pemegang saham yang berbenturan kepentinganpemegang saham minoritas menerima usulan yang bersangkutan, yaitu usulan untuk melakukan transaksi yang berbenturan kepentingan. Contoh dari transaksi yang berbenturan kepentingan adalah apa yang popular dengan istilah akuisisi internal. Universitas Sumatera Utara 2 Prinsip Super Majority Dalam hal ini voting dilakukan dalam RUPS mensyaratkan lebih dari sekedar simple majority 51 untuk dapat memenangkan voting. Keputusan dari rapat tidak dapat diambil jika suara yang setuju kurang dari jumlah presentase tersebut. Dalam praktek, anggaran dasar Perseroan Terbatas yang standar pada umumnya memberlakukan prinsip super majority dalam hal-hal tertentu yang mungkin menjadi krusial bagi seluruh pemegang saham, termasuk minoritas. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 memberlakukan prinsip super majority, baik terhadap hal-hal yang ditentukan sendiri dalam anggaran dasar perseroan, ataupun terhadap kegiatan-kegiatan yang ditentukan sendiri oleh Undang-undang, misalnya jika perseroan melakukan perubahan anggaran dasar, merger, akuisisi, konsolidasi, kepailitan, likuidasi atau pembelian kembali saham. Ada juga para pihak yang tersangkut dengan perusahaan tetapi mempunyai kedudukan yang lemah secara lokalisasi. Maksudnya, pihak tersebut berada jauh dari perusahaan atau bahkan orang luar perusahaan itu sendiri, tetapi mempunyai hubungan dengan perusahaan. Hubungan tersebut dapat berupa: 1 Hubungan kontraktual, yaitu antara kreditur dengan perusahaan yang bersangkutan; 2 Hubungan non kontraktual, misalnya dengan si tersaing secara tidak fair. Jadi kreditur merupakan salah satu dangerous party yang harus selalu diwaspadai jika suatu perusahaan melakukan merger atau akuisisi. Akan lebih aman bagi bagi kreditur dari suatu perusahaan publik, mengingat adanya kewajiban melaporkan kepada Bapepam dam mengumumkan kepada publik Universitas Sumatera Utara terhadap transaksi-transaksi spesial seperti merger dan akuisisi. Krusialnya kedudukan pihak kreditur, karena dengan merger dan akuisisi antara lain dapat terjadi dua hal sebagai berikut: 1 Peralihan Aset Jika terjadi peralihan aset perusahaan yang melakukan merger, yang dalam hal mempunyai kedudukan sebagai debitur, maka hutangnya kepada kreditur dapat menjadi hutang tanpa dukungan aset yang merupakan jaminan pelunasan hutang. 2 Non Eksistensi Legal Entity Jika eksistensi dari debitur justru bubar setelah melakukan merger, lalu siapa yang harus bertanggung jawab terhadap hutang-hutangnya kepada kreditur? Dalam hal peralihan aset karena merger dan akuisisi, upaya hukum bagi kreditur hanya terhadap special case saja. Upaya hukum tersebut dapat berupa: a Actio Paulina Jika debitur melakukan pengalihan aset untuk mengelak pembayaran hutang- hutangnya, maka jika terpenuhi syarat-syarat tertentu seperti tersebut dalam Pasal 1341 KUHPerdata, pengalihan aset tersebut dapat dibatalkan lewat konstruksi hukum yang popular dengan sebutan actio paulina, karena dengan merger ada aset perusahaan yang beralih. Sedangkan dengan transaksi akuisisi, saham yang dialihkan tersebut merupakan asetnya pihak pemegang saham, karena itu actio paulina dapat diberlakukan b Negative Convenant Jika ada negative covenant dalam perjanjian kredit yang melarang atau harus minta izin kreditur jika aset ingin dialihkan. Dalam hal inipun, jika dilanggar oleh Universitas Sumatera Utara debitur, hanya menyebabkan debitur default terhadap perjanjian kredit yang bersangkutan. Jadi tidak sampai batalnya transaksi pengalihan aset, yang kemungkinan telah sah dilakukan oleh debitur dengan pihak ketiga. Apabila ada pihak pemegang saham yang tidak setuju dengan merger, padahal RUPS dengan suara mayoritas tertentu telah memutuskan untuk merger, padahal RUPS dengan suara mayoritas tertentu telah memutuskan untuk merger, maka kepada pihak yang kalah suara ini oleh hukum diberikan suatu hak khusus yang disebut appraisal rights. Yang dimaksud dengan appraisal rights adalah hak dari pemegang saham minoritas yang tidak setuju dengan merger atau tindakan korporat lainnya, untuk menjual saham yang dipegangnya itu kepada perusahaan yang bersangkutan, mana pihak perusahaan yang mengisukan saham tersebut wajib membeli kembali saham- sahamnya itu dengan harga yang pantas. Pelaksanaan appraisal rights ini merupakan salah satu keistimewaan yang dibeikan oleh hukum kepada transaksi merger ini. Keistimewaan yang lain adalah penerapan prinsip yang disebut dengan super majority. Prinsip super majority berarti bahwa untuk dapat menyetujui merger, yang diperlukan bukan hanya simple majority lebih dari 50 pemegang saham yang seharusnya menyetujui, tetapi lebih dari itu, Undang-Undang Perseroan Terbatas nomor 40 tahun 2007 menyebutkan angka ¾ atau lebih pemegang saham yang menyetujuinya Pasal 89 Undang-Undang Perseroan Terbatas nomor 40 tahun 2007. Undang-Undang Perseroan Terbatas mengakui prinsip appraisal rigahts ini melalui Pasal 102 juncto Pasal 125 Undang- Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007. Oleh Undang-Undang Perseroan Universitas Sumatera Utara Terbatas tersebut appraisal rights ini diberikan terhadap tindakan-tindakan korporat sebagai berikut: a. Perubahan anggaran dasar b. Pejualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan perseroan; c. Merger, akuisisi dan konsolidasi Perseroan. Apabila dikaji dalam sejarah hukum yang universal terhadap lahirnya appraisal rights ini, sebenarnya lahirnya hak tersebut karena adanya kebutuhan yang dilatarbelakangi oleh hukum perseroan abad 19. Hukum perseroan secara universal pada abad 19 tersebut menyatakan bahwa terhadap tindakan korporat penting dalam suatu perseroan, seperti merger dan lain-lain, diperlukan persetujuan dari seluruh pemegang saham.Karena itu, agar terdapat 100 suara setuju sehingga merger dapat dilaksanakan, diberlakukanlah apa yang sekarang disebut dengan appraisal rights. Akan tetapi sekarang ini ketentuan persetujuan 100 dari pemegang saham umumnya tidak lagi berlaku. Di Indonesia, berdasarkan Pasal 76 Undang-Undang Perseroan Terbatas, maka suatu merger harus disetujui oleh RUPS dimana dalam RUPS tersebut harus dihadiri paling sedikit ¾ bagian dari seluruh saham yang mempunyai hak suara, dengan persetujuan paling sedikit ¾ dari suara yang hadir. Sungguhpun dewasa ini hampir tidak ada lagi sistem hukum yang mengharuskan persetujuan 100 pemegang saham untuk suatu tindakan korporat penting termasuk merger, akan tetapi pranata hukum appraisal rights tetap diperlukan dalam rangka melindungi hak pemegang saham minoritas. Dengan demikian, pranata hukum appraisal rights sudah beralih fungsinya dari kebutuhan pemegang saham mayoritas Universitas Sumatera Utara menjadi pelaksana mitos perlindungan pemegang saham minoritas. Perlindungan pemegang saham minoritas ini diperlukan mengingat apabila mereka tidak setuju dengan merger, maka merger tetap dilaksanakan, dan pemegang saham minoritas tersebut dipaksakan untuk menerima merger tersebut. Karena itu, hukum memandang bahwa kepada mereka diperlukan perhatian dan perlakuan khusus. Perlakuan khusus tersebut diwujudkan lewat apa yang disebut dengan appraisal rights.

B. Peran Perusahaan Induk Persero Terhadap Perusahaan Anak.