13 Ekosistem wilayah pesisir mempunyai keterkaitan ekologis yang erat
antara satu dengan lainnya, sehingga mempunyai produktivitas yang tinggi dan berperan penting dalam menunjang sumberdaya ikan. Hal ini dapat dilihat dari
kenyataan bahwa kehidupan dari sekitar 85 biota laut tropis, termasuk Indonesia, bergantung pada ekosistem pesisir. Demikian pula sekitar 90 dari
total hasil tangkapan ikan dunia berasal dari perairan pesisir Berwick, 1993; FAO, 2000 diacu dalam Bengen 2004.
Menurut Dahuri 2004 dalam mencapai keberlanjutan sumberdaya di wilayah pesisir diperlukan adanya keterpaduan integration yang mengandung
tiga dimensi yaitu : sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan ekologis. Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu adanya koordinasi tugas, wewenang dan
tanggung jawab antar sektor atau instansi pemerintah tertentu horizontal integration
dan antar tingkat pemerintahan mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi sampai pusat vertical integration. Keterpaduan dari
sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa di dalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar pendekatan interdisiplin ilmu
interdisciplinary approaches,yang melibatkan bidang ilmu: ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum, dan lainnya yang relevan. Ini wajar karena wilayah
pesisir pada dasarnya terdiri dari sistem sosial yang terjalin secara kompleks dan dinamis. Seperti diketahui bahwa wilayah pesisir pada dasarnya tersusun dari
berbagai macam ekosistem mangroves, terumbu karang, estuaria, pantai berpasir, dan lainnya yang satu sama lainnya saling terkait, tidak berdiri sendiri.
Perubahan atau kerusakan yang menimpa satu ekosistem akan menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu, wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh berbagai
macam kegiatan manusia maupun proses-proses alamiah yang terdapat di lahan atas upland areas maupun laut lepas oceans.
2.5 Gambaran Umum Trawl
Trawl adalah alat penangkapan ikan yang berbentuk kantong, terbuat dari
jaring dengan mesh size mata jaring yang berbeda-beda pada setiap bagian, mempunyai sepasang sayap yang merupakan perpanjangan dari dinding kiri dan
kanan badan body jaring. Trawl dioperasikan dengan cara menarik jaring secara horizontal dengan menggunakan kapal, dan jaring bergerak bersama-sama kapal
14 Nedelec, 1982. Menurut Subani dan Barus 1989 trawl adalah suatu jaring
kantong yang ditarik di belakang kapal menelusuri permukaan dasar perairan untuk menangkap udang dan ikan demersal. Ikan termasuk udang tertangkap
karena penyaringan air oleh mulut jaring. Luas bukaan mulut jaring berbanding lurus dengan hasil tangkapan.
Berdasarkan kedudukan jaring dalam air selama operasi penangkapan, trawl
dibedakan menjadi surface trawl trawl permukaan, mid-water trawl trawl pertengahan dan bottom trawl trawl dasar. Dari letak penarikannya oleh kapal,
trawl dibedakan menjadi side trawl, stern trawl dan double rig trawl Ayodhyoa,
1981. Trawl
merupakan alat tangkap udang yang paling efektif dibandingkan dengan alat tangkap lain seperti jaring trammel dan jaring klitik. Dalam
pengoperasiannya, selain udang yang menjadi sasaran penangkapan target species
dari trawl, tertangkap pula berbagai jenis ikan dan organisme dasar lainnya sebagai hasil tangkap sampingan, HTS by-catch. Banyaknya HTS yang
tertangkap dan tidak dimanfaatkan serta dibuang kembali ke laut telah menjadi permasalahan perikanan trawl di dunia. Hasil tangkapan sampingan maupun
udang berukuran kecil immature size yang mati tertangkap dan dibuang kembali ke laut, dapat memberikan dampak buruk terhadap lingkungan perairan maupun
kelestarian sumberdaya ikan Pascoe,1997. Dwiponggo 1998 melalui publikasi penelitiannya berjudul “Recovery of
over-exploited demersal resource and growth of its fishery on the north coast of Java
” menyimpulkan bahwa penghapusan trawl di perairan utara Jawa mulai tahun 1980 mempunyai dampak positif terhadap sumberdaya ikan demersal.
Sumberdaya ikan demersal yang telah dimanfaatkan secara berlebih sebelum penghapusan trawl, telah kembali pulih pada kondisi semula setelah penghapusan
trawl berjalan selama lima tahun.
Keragaman ukuran jaring pukat yang termasuk kategori trawl adalah tidak begitu beragam, karena di perairan Jawa WPP III hanya berkembang pada
kelas ukuran mini mini trawl, sedangkan di Sibolga didominasi oleh pukat ikan yang masuk kategori ukuran besar fish net dan stern trawl, untuk tipe cungking
di pantai Barat Bengkulu juga berkembang stern trawl sedang senso tetapi dari
15 macam dan jenisnya bervariasi Suhariyanto, 2005. Keragaman jenis alat
tangkap trawl yang berkembang di WPP III dan IX ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Jenis, ukuran dan penyebaran trawl di WPP III dan WPP IX
Ukuran Macam-macam
Jenis Trawl Tipe
Penyebaran dan Kondisinya
MiniKecil Kapal 10 GT
Arad berpalang Modifikasi Krakat
pukat pantai Pantura Jateng sudah
tidak ada ukuran kapal 5 GT ukuran mesin 15-
33 PK
Arad berpapan Modifikasi Krakat
pukat pantai Pantura Jateng Brebes
dilarang ukuran kapal 5 GT
ukuran mesin 15-33 PK
Cantrang berpalang
Modifikasi cantrang
Pantura Jateng sudah tidak ada
ukuran kapal 5 GT ukuran mesin 15-33 PK
Cotok otok Modifikasi garuk
cantrang Pantura Jawa
Ukuran kapal 5 GT Ukuran mesin 15-33 PK
Lampara dasar berpalang
Modifikasi lampara dasar
Kalsel dan Kalteng sudah tidak ada
ukuran kapal 5 GT ukuran mesin 15-33 PK
Lampara dasar berpapan
Modifikasi lampara dasar
Kalsel dan Kalteng ukuran kapal 5 GT
ukuran mesin 15-33 PK Dogol berpapan Modifikasi dogol
Pati, Rembang sudah dilarang
ukuran kapal 5 GT ukuran mesin 15-33 PK
Mini beam trawl
Asli Probolinggo sudah tidak
ada, Kalteng dan Kalsel ukuran kapal 5 GT
ukuran mesin 15-33 PK
Sedang Kapal 10-30 GT
Trawl Asli
Cilacap sejak tahun 1990 dilarang, Sibolga dan
Bengkulu ukuran kapal 20-30 GT
ukuran mesin 75-250 PK
Besar Kapal 30 GT
Pukat ikan Modif ikasi payang
Sibolga ukuran kapal 60-105 GT
ukuran mesin 300 PK Sumber : BPPI Semarang 2005
16
2.6 Jaring Arad dan Hasil Tangkapan