Viskotester Haake Sterilisasi Uap

13 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta cair adalah aliran tiksotropi karena suatu sediaan yang ideal harus mempunyai konsistensi tinggi dalam wadah, namun dapat dituang dan disebar dengan mudah Martin et al., 2008. Contohnya pada sediaan suspensi harus memiliki sifat alir yang tepat baik selama pembuatan maupun penggunaan serta harus memiliki konsistensi yang tepat sehingga partikel dapat tersebar dalam wadah Herh et al., 1998.

2.3.2.2 Antitiksotropi

Antitiksotropi atau disebut juga tiksotropi negatif merupakan tipe aliran yang bergantung waktu dimana struktur terbentuk pada laju geser, sedangkan disintegrasi terjadi pada saat pendiaman Siginer et al., 1999. Menurut Samyn Jung 1967, antitiksotropi terjadi karena meningkatnya frekuensi tumbukan dari partikel-partikel terdispersi yang kemudian membentuk gumpalan-gumpalan akibat adanya laju geser, sehingga terjadi peningkatan viskositas. Antitiksotropi juga timbul karena gumpalan tertentu yang menjadi longgar akibat adanya laju geser. Dalam keadaan diam, gumpalan-gumpalan tersebut mengalami disintegrasi atau pemecahan menjadi partikel yang lebih kecil, sehingga terjadi penurunan viskositas Martin et al., 2008.

2.3.2.3 Reopeksi

Reopeksi merupakan aliran bergantung waktu dimana apabila diberikan laju geser sedang sampai tinggi struktur bahan menjadi rusak, namun kembali pulih pada laju geser rendah serta stabil pada saat pendiaman Siginer et al., 1999. Pada aliran reopeksi, peningkatan viskositas dari bentuk koloid menjadi gel terjadi lebih cepat pada pengadukan perlahan laju geser rendah. Dalam sistem reopeksi, gel tersebut adalah bentuk keseimbangan. Sedangkan dalam sistem antitiksotropi, keadaan keseimbangan adalah bentuk koloid Martin et al., 2008

2.4 Viskotester Haake

Viskositas dan sifat reologi dari suatu sistem ditentukan menggunakan viskometer. Pengukuran viskositas dan reologi diperlukan untuk kontrol kualitas dalam proses produksi. Viskometer yang digunakan pada penelitian ini yaitu viskometer haake 6R. Viskometer ini merupakan viskometer tipe rotasional yaitu 14 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggunakan silinder atau spindle yang direndam di dalam larutan yang akan diuji yang menimbulkan ketahanan larutan terhadap gerak rotasi silinder pada kecepatan tertentu. Sudut deviasi dari spindle diukur secara elektronik yang dinyatakan dalam nilai torque. Nilai torque dihitung berdasarkan kecepatan putar spindle yang menghasilkan pembacaan langsung nilai viskositas larutan yang diuji dalam satuan mPa milipascal. Untuk penentuan viskositas, ukuran dan kecepatan spindle yang digunakan harus proposional terhadap ketahanan larutan. Untuk penentuan sifat reologi, dilakukan rentang pengukuran pada berbagai kecepatan putar Thermo Scientific, 2007.

2.5 Polimer

Polimer adalah molekul besar atau makromolekul yang tersusun dari pengulangan unit-unit molekul kecil yang disebut monomer Guerra Lima, 2013. Molekul polimer ada yang berbentuk linear, bercabang serta berupa linear atau bercabang yang terpisah yang bergabung dengan suatu ikatan silang. Polimer yang tersusun dari satu jenis monomer disebut homopolimer, sedangkan polimer yang tersusun dari lebih dari satu jenis monomer disebut kopolimer. Polimer yang larut dalam air memiliki kemampuan untuk meningkatkan viskositas suatu sediaan sedangkan polimer yang tidak larut dalam air digunakan untuk membentuk film tipis dan matriks pembungkus obat Florence Attwood, 2006.

2.5.1 Karbopol 940

Karbopol adalah serbuk halus berwarna putih, higroskopis dengan sedikit bau yang khas. Karbopol digunakan sebagai rheology modifier pada berbagai formulasi sediaan cair atau semisolid, antara lain formulasi krim, gel dan lotion yang diaplikasikan pada mata, rektal, topikal, dan vagina. Selain itu karbopol juga digunakan sebagai pembentuk gel, agen pengemulsi, agen pensuspensi, dan controlled-release agent Rowe et al., 2009. Kelebihan karbopol antara lain memiliki viskositas tinggi pada konsentrasi rendah, interval viskositas beragam, sifat alir yang baik, ketercampuran dengan banyak zat aktif, suhu stabil, dan karakteristik organoleptis yang sangat baik sehingga penerimaan pasien baik Islam et al., 2004. Kekurangan karbopol yaitu mudah terjerapnya gelembung 15 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta udara di dalam sediaan, terutama dalam larutan karbopol dengan konsentrasi tinggi. Karbopol memiliki pH 2,5 sampai 4,0 pada konsentrasi 0,2 bv dalam bentuk dispersi koloid. Apabila karbopol dinetralkan dengan penambahan suatu basa, maka secara progresif gugus karboksil akan terionisasi. Adanya gaya tolak- menolak antara gugus yang terionkan menyebabkan ikatan hidrogen pada gugus karboksi meregang sehingga terjadi peningkatan viskositas. Viskositas maksimum karbopol terjadi antara pH 6 sampai 11 Florence Attwood, 2006. Larutan karbopol memiliki sifat alir pseudoplastis Kulkarni Shaw, 2016. Gambar 2.9 Struktur Kimia Karbopol Sumber : Rowe et al., 2009 Karbopol terdiri dari berbagai jenis yang dibedakan berdasarkan berat molekulnya. Karbopol tipe 940 dengan rumus molekul C 3 H 4 O 2 n untuk jenis 940 memiliki berat molekul monomer 72 grammol dan karbopol 940 memiliki jumlah monomer 1450 monomer Suyudi, 2014. Karbopol 940 merupakan salah satu jenis karbopol yang memiliki kejernihan yang sangat baik dan cocok digunakan sebagai thickening atau rheology modifier terutama pada viskositas tinggi Allen, 2002. Dalam bentuk larutan, karbopol 940 merupakan salah satu jenis karbopol yang mudah mengalami degradasi oksidatif terutama oleh sinar matahari dan logam tertentu, sehingga menyebabkan perubahan warna dan penurunan viskositas pada larutan karbopol Lubrizol, 2005.

2.5.2 Natrium Karboksimetilselulosa Na CMC

Na CMC adalah granul halus putih yang tidak memiliki rasa dan bau. Na CMC cukup stabil dan merupakan bahan yang higroskopis. Larut pada air panas maupun dingin, stabil pada pH 2-10 dan memiliki sifat alir agak tiksotropik. 16 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pengendapan dapat terjadi pada pH kurang dari 2 dan viskositas menurun dengan cepat pada pH diatas 10. Secara umum Na CMC dalam viskositas tinggi memiliki kestabilan yang baik pada pH 7-9 Rowe et al., 2009 Gambar 2.10 Struktur Kimia Na CMC Sumber : Rowe et al., 2009 Na CMC banyak digunakan sebagai peningkat viskositas pada sediaan oral, topikal, dan parenteral serta pada konsentrasi tinggi dapat digunakan sebagai basis gel dan pasta Kulkarni Shaw, 2016; Rowe et al., 2009. Pada sediaan wound care penutup luka, Na CMC dapat digunakan sebagai sebagai agen mukoadesif yang dapat menyerap eksudat luka Rowe et al., 2009.

2.5.3 Natrium Alginat

Natrium alginat merupakan garam natrium dari asam alginat yang tersusun dari asam D-manuronat dan asam L-gluronat. Natrium alginat merupakan serbuk yang tidak memiliki rasa dan bau yang berwarna putih sampai kuning pucat kecoklatan yang diperoleh dari netralisasi asam alginat yang diekstrak dari rumput laut dengan natrium bikarbonat Rowe et al., 2009. Gambar 2.11 Struktur Kimia Natrium Alginat Sumber : Steele et al., 2014 17 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Natrium alginat merupakan bahan higroskopis dan cukup stabil pada temperatur sejuk dan kelembaban relatif. Larutan natrium alginat lebih stabil pada pH 4-10, dibawah pH 3 asam alginat akan mengalami presipitasi Rowe et al., 2009. Natrium alginat digunakan dalam berbagai sediaan farmasi oral maupun topikal. Pada sediaan topikal, natrium alginat digunakan sebagai thickening dan suspending agent pada krim, pasta, dan gel. Pada sediaan steril, natrium alginat digunakan sebagai pembentuk gel pada sediaan gel mata in situ Champalal Sushilkumar, 2012.

2.5.4 Tragakan

Tragakan merupakan serbuk berwarna putih sampai kekuningan, tidak berbau dan dalam bentuk mucilago memiliki rasa hambar. Tragakan merupakan gum dari alam yang mengandung campuran dari polisakarida L-fukosa, D-xylosa, D-galaktosa Rowe et al., 2009. Gambar 2.12 Struktur Kimia Tragakan Sumber : Aspinal dan Baillie, 1963 Tragakan memiliki aliran tiksotropik shear thinning Kulkarni dan Shaw, 2016. Tragakan dalam bentuk larutan 1 memiliki viskositas 300 Viskositas cPs hingga 3000 Viskositas cPs. Tragakan digunakan sebagai suspending agent dan viscosity-increasing agent pada berbagai formulasi sediaan farmasi seperti krim, gel dan emulsi Rowe et al., 2009. Tragakan juga dapat digunakan sebagai rheology modifier pada sediaan parenteral Malik et al., 2010.

2.5.5 Xanthan Gum

Xanthan gum merupakan gum polisakarida berupa serbuk halus putih dan tidak berwarna yang mengandung D-glukosa dan D-mannosa sebagai unit heksosa 18 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dominan. Setiap xanthan gum mengulang lima unit gula; 2 glukosa, 2 mannosa dan 1 asam glukoronat Rowe et al., 2009 Gambar 2.13 Struktur Kimia Xanthan Gum Sumber : Garchia-Ochoa et al., 2000 Xanthan gum banyak digunakan pada formulasi sediaan oral dan topikal sebagai thickening, agen pensuspensi, agen penstabil sediaan dan agen pengemulsi Rowe et al., 2009. Larutan xanthan gum bersifat sangat pseudoplastis. Pada konsentrasi rendah, larutan xanthan gum menunjukkan viskositas tinggi dibandingkan dengan larutan polisakarida lainnya. Sifat seperti ini membuat xanthan gum digunakan sebagai rheology modifier dan stabilizer yang sangat efektif Sharma et al., 2006. Xanthan gum tidak toksik dan kompatibel dengan berbagai bahan-bahan lainnya, serta memiliki stabilitas yang baik pada rentang pH 4-10 dan temperature 10-60 o C dalam bentuk larutan. Xanthan gum memiliki sifat alir pseudoplastis Rowe et al., 2009. Contoh penggunaan xanthan gum pada sediaan farmasi yaitu pada sediaan tetes mata, xanthan gum dapat berinteraksi dengan musin yang dapat memperlama retensi obat pada area prekorneal Ceulemans et al., 2002. Xanthan gum juga dapat meningkatkan kekuatan bioadesif sediaan vaginal Vermani et al., 2002.

2.6 Sterilisasi Uap

Sterilisasi dibutuhkan untuk membunuh semua mikroorganisme baik dalam bentuk spora maupun nonspora dari bakteri, virus dan protozoa yang dapat mengontaminasi sediaan farmasi. Salah satu teknik sterilisasi yang sederhana yaitu 19 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan sterilisasi uap. Sterilisasi uap merupakan proses sterilisasi termal menggunakan uap jenuh bertekanan dalam suatu alat yang disebut autoklaf Departemen Kesehatan RI, 1995. Tabel 2.1 Hubungan Waktu dan Suhu pada Sterilisasi Uap Suhu oC Waktu 115-116 30 menit 121-124 15 menit 126-129 10 menit 134-138 5 menit Sumber : WHO, 2015; Ansel et al., 2011 Banyak produk farmasi yang tidak bisa disterilisasi menggunakan sterilisasi panas kering, karena dapat merusak produk. Sedangkan sterilisasi dengan panas uap cenderung lebih aman karena temperaturnya tidak terlalu tinggi. Selain itu, dengan adanya kelembaban pada metode sterilisasi uap, membuat bakteri lebih mudah terkoagulasi dan terdekstruksi bila dibandingkan dengan tanpa adanya kelembaban. Adanya panas uap yang lembab akan mendenaturasi dan mengkoagulasi protein-protein esensial pada mikroorganisme, hal ini terjadi karena ikatan hidrogen pada protein mudah putus oleh adanya molekul air. Faktor kritis dalam sterilisasi uap antara lain waktu, suhu, dan pergantian udara dengan uap tidak boleh ada udara yang terjerap. Semakin meningkat suhu sterilisasi, maka semakin singkat waktu yang dibutuhkan Ansel et al., 2011; Dion Parker, 2013. Sterilisasi uap dapat digunakan pada semua sediaaan farmasi dan bahan- bahan yang tahan terhadap panas, lembab, dan dapat dipenetrasi oleh uap. Sterilisasi uap tidak digunakan untuk sterilisasi minyak, lemak, sediaan mengandung lemak, dan lain-lain yang tidak bisa dipenetrasi oleh uap, serta sediaan solid atau serbuk yang mungkin rusak oleh adanya lembab Ansel et al., 2011. 20 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.7 Sterilisasi Radiasi Gamma