Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pergaulan adalah hubungan timbal balik antara individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. 1 Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian seorang individu. Pergaulan yang ia lakukan itu akan mencerminkan kepribadiannya, baik pergaulan yang positif maupun pergaulan yang negatif. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama antar individu atau kelompok guna melakukan hal-hal yang positif. Sedangkan pergaulan yang negatif itu lebih mengarah ke pergaulan bebas, hal itulah yang harus dihindari, terutama bagi mahasiswa yang masih dikatakan remaja yang masih mencari jatidirinya. Masa remaja adalah masa pencarian jati diri. Ingin mengetahui dan mencoba hal-hal yang baru. Masa remaja adalah masa penuh gairah, semangat, energi dan pergolakan karena pada masa remaja, remaja tidak hanya mengalami perubahan secara fisik saja tetapi juga secara psikilogis. 2 Pada masa ini ada kebanggaan, karena sebagai remaja, status sosial mereka berubah dari anak-anak menjadi remaja. Tetapi, ada juga kebingungan, kegelisahan, kecanggungan, kegalauan, atau salah tingkah, karena remaja belum siap untuk terjun lansung ke tengah-tengah masayarakat. Dari segi fisik sepintas memang sudah matang tetapi secara psikologis belum lagi. Maka seorang remaja memerlukan bimbingan dan binaan dari orang dewasa yang ada di sekitarnya terutama orang tua. 3 Dalam menjalani masa remaja belum semua remaja dapat menjalaninya dengan baik. Hal ini 1 Bimo Walgito, Psikologi Sosial, Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2003, h. 65 2 Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 1991, h. 44 3 Ibid., h. 45 terjadi mungkin saja dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor yang ada dalam diri remaja itu sendiri maupun faktor dari luar diri remaja itu. Remaja yang belum bisa menjalani masa remajanya dengan baik akan mengalami berbagai masalah. Misalnya remaja bermasalah dalam pergaulan kehidupan bermasyarakat. Dalam pergaulan para remaja ini belum sepenuhnya bisa menganalisa dengan baik, apakah itu benar atau tidaknya dalam pergaulan. Para remaja ini mengalami berbagai masalah dalam pergaulan. Seperti remaja yang terjerumus dalam pergaulan bebas. Dengan demikian Allah sudah menjelaskan dalam tentang tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap anak. Al-Quran surat At-Tahrim ayat 6. ساّنلا اهدوقݔ اܔان ْمكيلْهأݔ ْمكسفْنأ اوق اونمآ نيܓّلا اݓّيأ اي ةܔاجحْلاݔ ش ظاغ ةكئام اݓْيلع ا داد نݔرمْؤي ام نولعْفيݔ ْمهرمأ ام ّّ نوصْعي :ميرحتلا ٦ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Q.S at-Tahrim: 6 Ayat di atas mengajarkan untuk menjaga diri serta keluarga dari siksa api neraka. Tugas dan tangung jawab untuk orang tua agar selalu menjaga diri sendiri dan keluarga dari segala hal yang buruk. Keharmonisan dan keselamatan keluarga ada pada tanggungjawab semua anggota keluarga. Orang tua berperan dalam membentuk kepribadian anak remajanya. Apa bila orangtua lengah dalam membimbing remajanya maka remaja itu akan salah dalam menjalani masa remajanya, contohnya salah memahami pergaulan. Remaja memerlukan bimbingan dan binaan dari orang yang ada di sekitarnya, terutama dari orang tua supaya tumbuh dengan matang dan dewasa serta menjadi remaja yang shaleh dan sholehah. Orang tua memiliki berbagai peranan dalam perkembangan anak remajanya, menurut Sabri bahwa: “Orang tua berperan dalam menentukan hari depan anak dan remajanya. Secara fisik supaya remajanya bertumbuh sehat dan berpostur tubuh yang lebih baik, maka anak remaja harus diberi makanan yang bergizi dan seimbang. Secara mental anak remaja tumbuh cerdas dan cemerlang, maka selain kelengkapan gizi perlu juga diberi motivasi belajar disertai sarana dan prasarana yang memadai. Sedangkan secara sosial suapaya remaja dapat mengembangkan jiwa sosial dan budi pekerti yang baik mereka harus diberi peluang untuk bergaul mengaktualisasikan diri, memupuk kepercayaan diri seluas-luasnya. Bila belum juga terpenuhi biasanya karena soal teknis seperti hambatan ekonomi atau kondisi sosial orang tua. ” 4 Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas. 5 Sehingga sebagai mahasiswa yang mempunyai kesempatan menempuh pendidikan lebih tinggi seharusnya mempunyai moral dan perilaku yang lebih baik dibandingkan anak-anak yang tidak mempunyai kesempatan menempuh pendidikan atau anak-anak yang tidak mampu bersekolah. Namun seiring berjalannya waktu semua itu bertolak belakang dengan yang terjadi pada mahasiswa masa kini. Moral dan perilaku mahasiswa hampir sama dengan anak-anak yang tidak menempuh pendidikan. Mereka yang harusnya menjadi contoh untuk teman-teman yang tidak mampu menempuh pendidikan di perguruan tinggi malah melakukan hal-hal yang tidak baik. Seperti yang terjadi akhir-akhir ini, banyak mahasiswa kebanyakan luar kota yang seharusnya mereka merantau untuk belajar namun melakukan penyimpangan seperti pergaulan bebas. Mereka merasa jauh dari orang tua dan keluarga sehingga bebas untuk melakukan apa saja. Seperti minum-minuman keras, clubbing bahkan hingga seks bebas. Transisi dari sekolah menengah atas menuju universitas dapat melibatkan hal-hal yang positif. Pelajar mungkin lebih merasa dewasa, lebih 4 Sabri Alisuf, Konseling Keluarga, Bandung: Alfabeta, 1995, h. 24 5 Hartaji Damar A, Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa yang Berkuliah Dengan Jurusan Pilihan Orangtua.Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, 2012, h. 5 banyak pelajaran yang dapat dipilih, lebih banyak waktu untuk dihabiskan bersama kelompok sebaya, lebih banyak kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai gaya hidup dan nilai-nilai, dan menikmati kemandirian yang lebih luas dari pengawasan orang tua 6 . Hal ini ia tunjukkan pada saat melanjutkan pendidikan ke tingkat Perguruan Tinggi, banyak dari mereka yang memilih tinggal di kost-kostan. Selain karena faktor tersebut di atas, lokasi rumah yang berjauhan dari tempat kuliah juga membuat sebagian mahasiswa memilih tinggal di tempat kost-kostan sebagai rumah kedua. Banyak hal yang positif yang didapat dari tinggalnya mahasiswa di kost-kostan ini. Antara lain, mereka jadi lebih mandiri. Namun juga tidak terlepas dari sisi negatif, yaitu kurangnya pengawasan dari orang tua, ditambah letak kamar kost yang terlalu terbuka bebas pengunjung serta interaksi antar warga kos yang minim membuat remaja bisa melakukan segala sesuatu di wilayah teritorinya dalam kamar kost. Beberapa hal yang dapat menjadi faktor resiko terjadinya aktivitas penyimpangan remaja adalah kurangnya pengawasan orang tua dan rendahnya pengawasan lingkungan. 7 Adapun tempat-tempat kost yang diperuntukkan bagi pelajar dan mahasiswa, tempat tersebut ada yang khusus untuk perempuan atau laki-laki, bahkan ada yang dihuni oleh perempuan dan laki-laki campur. Tempat kost yang dihuni ada yang diawasi ibu kost maupun tidak diawasi. Yang dimaksud dengan diawasi adalah anak-anak kost tinggal satu rumah bersama dengan pemilik kost, dan pemilik kost tersebut membuat peraturan-peraturan seperti jam berkunjung yang dibatasi hingga pukul 22.00 WIB, dan menyediakan tempat khusus untuk menerima tamu. Ini menandakan tingkat privasi warga kost yang cukup tinggi. Sedangkan tempat kost yang tidak diawasi atau tidak bersama pemilik kostnya, rumah tersebut dibuat dengan banyak kamar-kamar yang diisi oleh perempuan dan laki-laki campur, dan tidak ada peraturan- peraturan seperti tempat khusus menerima tamu atau batas waktu berkunjung, 6 Naldjoeni, Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan Sosial, Bandung: PT. Alumni, 1997, h. 31 7 John W. Santrock, Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup Edisi 5 Jilid II, Jakarta: Erlangga, 2003, h. 98 sehingga mereka dapat berbuat sesuka hatinya, misalnya dengan mengajak tamu langsung masuk ke dalam kamar. Ini menandakan rendahnya tingkat privasi warga kost yang ada di dalamnya. Tempat kost seperti itu dapat membuka peluang atau kesempatan untuk melakukan tindakan yang melanggar norma. Berdasarkan observasi yang penulis lakukan di RT 003 RW 03 Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur bahwa: Mahasiswa secara umum di sana bisa menjalani masa kuliahnya dengan baik sebagaimana mestinya. Dalam kehidupan sehari-hari selalu penuh kedamaian dan kerukunan antara sesama mahasiswa yang tinggal bersama di tempat kost. Namun di samping itu tidak sedikit pula dijumpai mahasiswa yang mengalami berbagai masalah dalam pergaulan. Berbagai macam bentuk permasalahan yang dihadapi mahasiswa dalam bergaul diantaranya: ada beberapa mahasiswa yang merasa bebas bergaul karena jauh dari pengawasan orang tua dan terjerumuslah mahasiswa tersebut ke dalam pergaulan bebas. Oleh karena begitu maraknya permasalahan perilaku pergaulan di kalangan remaja yang mayoritas dilakukan oleh mahasiswa, maka peneliti tertarik melakukan penelitian lebih jauh mengenai “Persepsi Masyarakat Terhadap Pergaulan Mahasiswa Kost Di RT 003 RW 03 Kelurahan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur ”.

B. Identifikasi Masalah