Modulus of Rupture MOR

menunjukkan bahwa MOE kayu rambutan berbeda nyata dengan MOE kayu kecapi maupun dengan MOE kayu nangka. Peningkatan lama perendaman panas dari 4 ke 8 jam pada proses pengawetan rendaman panas-dingin mempengaruhi nilai MOE, tetapi pengaruhnya tidak signifikan. Dibuktikan dari hasil uji lanjut Duncan yang menunjukkan bahwa peningkatan lama perendaman panas pada waktu perendaman total dan suhu yang sama tidak berbeda nyata hampir disemua perlakuan rendaman panas-dingin pada ketiga jenis kayu, namun pada peningkatan waktu rendaman panas 8 jam berbeda nyata dengan rendaman dingin selama 24 jam. Perlakuan peningkatan suhu dari 50 °C menjadi 75 °C pada proses pengawetan rendaman panas-dingin tidak begitu mempengaruhi nilai MOE. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada lama rendaman panas-dingin yang sama peningkatan suhu dari 50 °C menjadi 75 °C tidak berbeda nyata hampir di semua perlakuan rendaman panas-dingin pada ketiga jenis kayu. Hasil uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 11. Kayu nangka pada pengujian MOE ini, nilai MOE nya lebih kecil dibandingkan dengan kayu rambutan dan kecapi, hal ini diduga pada kayu nangka ada faktor yang mempengaruhi sifat mekanis kayu, salah satunya diduga terdapat serat miring sehingga menurunkan sifat Modulus of Elasticity MOE. Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanis kayu adalah berat jenis, kadar lengas, kecepatan pertumbuhan, posisi cincin tahun, mata kayu, retak, miring arah serat, pohon hidup dan mati, pengeringan alam dan oven, pengawetan, keawetan, lamanya pembebanan Yap Felix 1964.

4.2.2 Modulus of Rupture MOR

Modulus of Rupture MOR adalah tegangan yang timbul pada kayu saat beban pada batas maksimum dan mempunyai hubungan yang erat dengan MOE Bodig dan Jayne dalam Rachmawati 2008. Rata-rata nilai MOE kayu kecapi, kayu rambutan dan kayu nangka pada berbagai perlakuan perendaman bahan pengawet disajikan pada Gambar 11. Sedangkan rekapitulasi hasil pengukuran disajikan pada Lampiran 2. Tabel 9 memuat hasil analisis sidik ragamnya. Kayu rambutan memiliki nilai MOR yang lebih besar dibandingkan kayu kecapi dan kayu nangka pada semua perlakuan pengawetan. Nilai MOR tertinggi terdapat pada perlakuan pengawetan rendaman dingin dibandingkan pada perlakuan rendaman panas-dingin hampir di ketiga jenis kayu pada perendaman total 24 jam maupun 48 jam. Tetapi pengaruh dari rendaman panas-dingin terhadap penurunan nilai MOE ini tidak terlalu signifikan, terjadi hanya pada sebagian perendaman saja. Menurut Rachmawati 2008 yang menggunakan perendaman dingin, metode pengawetan menggunakan rendaman dingin cenderung tidak merusak struktur anatomi kayu hal ini dapat dilihat dari nilai MOR yang lebih tinggi dibandingkan metode pengawetan lainnya. Gambar 11 Nilai MOR kgcm 2 kayu kecapi, kayu rambutan dan kayu nangka dengan variasi waktu rendaman panasdingin 420…840 dan variasi suhu 50 °C 30 °C a, 30 °C b, dan 75 °C c. Pada pengawetan rendaman dingin dengan lama perendaman 24 dan 48 jam, nilai MOR tertinggi terdapat pada lama perendaman 24 jam. Hal ini juga sama seperti metode pengawetan rendaman panas-dingin dengan lama perendaman total 24 jam memiliki nilai MOR yang sebagian besar lebih tinggi bila dibandingkan dengan lama perendaman total 48 jam, namun ada beberapa kayu yang dengan penambahan waktu rendaman ini meningkatkan nilai MOR. Sehingga dapat disimpulkan peningkatan lama perendaman tidak menurunkan nilai MOR secara signifikan. Tabel 9 Analisis sidik ragam pengaruh jenis kayu dan metode pengawetan terhadap nilai MOR. Sumber Keragaman DF Anova SS Mean Square F value Pr F Jenis Kayu 2 184812,2604 92406,1302 42,97 ,0001 Pengawetan 9 44555,1281 4950,5698 2,30 0,0270 Jenis Kayu_Pengawetan 18 20817,6458 1156,5359 0,54 0,9277 Keterangan : = tidak nyata ; = nyata ; = sangat nyata Metode pengawetan berpengaruh nyata terhadap nilai MOR, sedangkan jenis kayu berpengaruh sangat nyata Tabel 9. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa MOR kayu kecapi tidak berbeda nyata dengan MOR kayu nangka, tetapi berbeda nyata dibandingkan dengan MOR kayu rambutan. Peningkatan lama perendaman panas dari 4 ke 8 jam pada proses pengawetan rendaman panas-dingin ini juga mempengaruhi nilai MOR, tetapi pengaruhnya tidak nyata. Dibuktikan dari hasil uji lanjut Duncan yang menunjukkan bahwa peningkatan lama perendaman panas pada waktu perendaman total dan suhu yang sama tidak berbeda nyata hampir disemua perlakuan rendaman panas-dingin pada ketiga jenis kayu, hanya pada rendaman panas-dingin dengan lama perendaman panas 8 jam di kedua suhu yang nilainya berbeda nyata dengan rendaman dingin 24 jam. Pada perlakuan peningkatan suhu dari 50 °C menjadi 75 °C pada proses pengawetan rendaman panas-dingin tidak begitu mempengaruhi nilai MOR. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada lama rendaman panas-dingin yang sama peningkatan suhu dari 50 °C menjadi 75 °C tidak berbeda nyata hampir di semua perlakuan rendaman panas-dingin pada ketiga jenis kayu. Hasil uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 12.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Kayu kecapi memiliki keterawetan yang mudah bila dibandingkan dengan kayu rambutan dan kayu nangka pada pengawetan rendaman panas dingin. Agar kayu rambutan dan nangka masuk dalam standar maka perlu dilakukan metode pengawetan yang tepat agar retensi dan penetrasi sesuai dengan standar, kayu kecapi dan kayu rambutan tetap menggunakan metode rendaman panas-dingin dengan lama perendaman yang lebih ditingkatkan, sedangkan untuk kayu nangka menggunakan vakum tekan atau diberi perlakuan pendahuluan seperti pengukusan. 2. Nilai retensi bahan pengawet Diffusol CB dengan metode rendaman panas- dingin meningkat sekitar 2-3 kali pada peredaman total 24 dan 48 jam dibandingkan dengan perendaman dingin pada ketiga jenis kayu. 3. Nilai penetrasi boron dan tembaga bahan pengawet Diffusol CB tertinggi terjadi pada kayu kecapi dibandingkan kayu rambutan dan nangka. Kayu kecapi dan kayu nangka pada pengawetan rendaman panas-dingin sebagian besar masuk ke dalam standar, sedangkan pengawetan kayu nangka dalam penelitian ini belum memenuhi standar penetrasi boron dan tembaga. 4. Nilai MOE dan MOR tertinggi terjadi pada kayu rambutan dibandingkan kayu kecapi dan kayu nangka hampir disebagian besar perlakuan pengawetan. Nilai MOE dan MOR pada perendaman dingin sebagian besar tidak berbeda nyata dengan perendaman panas-dingin, hanya pada perendaman panas-dingin dengan lama perendaman panas 8 jam saja yang berbeda nyata dengan perendaman dingin terhadap penurunan nilai MOE dan MOR.

5.2 Saran

Pada penelitian ini, retensi dan penetrasi bahan pengawet Diffusol CB belum memenuhi standar SNI 03-5010.1-1999. Agar nilai retensi dan penetrasi tersebut dapat menjadi lebih tinggi, maka perlu adanya penelitian dengan pemberian perlakuan pendahuluan seperti pengukusan sebelum perlakuan perendaman. Selain itu bisa juga digunakan metode vakum tekan.