kayu yang telah dikeringkan direndam di dalam bahan pengawet panas, kemudian dipindahkan ke dalam bahan pengawet dingin Hunt Garrat 1986.
Berdasarkan Nandika et al. 1996, untuk melaksanakan proses rendaman panas dan rendaman dingin ada beberapa cara yaitu:
1. Memindahkan kayu-kayu yang telah direndam dalam bahan pengawet yang
dipanaskan ke tanki lain dimana bahan pengawet relatif dingin. 2.
Dengan mengeluarkan bahan pengawet panas dan segera diganti dengan bahan pengawet dingin.
3. Dengan menghentikan pemanasan dan membiarkan kayu serta bahan pengawet
tadi menjadi dingin bersama-sama. Untuk cara 1 dan 2, pemindahan harus dilakukan secara cepat supaya tidak
dingin oleh udara. Dalam metode pengawetan ini sebaiknya digunakan bahan pengawet larut minyak, karena suhu sangat berpengaruh terhadap absorbsi dan
penetrasi. Berdasarkan SNI 03-5010.1-1999, persyaratan retensi dan penetrasi bahan pengawet disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Persyaratan retensi dan penetrasi bahan pengawet
Jenis BentukFormulasi
Retensi Kgm3 Penetrasi
mm Di bawah atap
Di luar atap CCB1
Bahan aktif garam Formulasi
8,0 8,4
11,0 11,6
5 5
CCB2 Bahan aktif garam
Formulasi 8,0
8,2 11,0
11,3 5
5 CCB3
Bahan aktif garam Formulasi
8,0 8,0
11,0 11,0
5 5
CCB4 Bahan aktif garam
Formulasi 8,0
8,0 11,0
12,2 5
5 CCF
Bahan aktif garam Formulasi
6,0 6,0
8,6 8,6
5 5
Sumber: SNI 03-5010.1-1999
2.5.6 Metode pengawetan dengan tekanan
Pada umumnya dilakukan di dalam suatu tabung silinder tertutup. Dibandingkan dengan metode-metode lain, metode tekanan mempunyai beberapa
keuntungan yaitu a proses pengawetan relatif lebih cepat, b proses pengawetan dapat dikontrol sehingga retensipenetrasi dapat diatur sesuai dengan keinginan
dan dengan sendirinya pemakaian bahan pengawet menjadi lebih efisien, c retensi lebih tinggi serta penetrasinya lebih dalam dan merata. Adapun
kelemahannya adalah a memerlukan alat-alat yang khusus yang harganya mahal
sehingga investasinya tinggi, b kayu-kayu yang akan diawetkan harus diangkut sehingga menambah biaya dalam transportasi, dan c alat-alat yang dipergunakan
harus tahan tekanan, vakum dan tahan karat Hunt Garrat 1986.
2.5.7 Metode difusi
Sesuai dengan namanya maka dalam metode ini seluruhsebagian besar masuknya bahan pengawet ke dalam kayu adalah berdasarkan prinsip difusi. Agar
hasil retensi dan penetrasi cukup dalam maka kadar air kayu yang diawetkan harus cukup tinggi serta konsentrasi bahan pengawet yang tinggi. Biasanya bahan
pengawet yang digunakan adalah berbentuk pasta atau cream, yang tidak mudah berfiksasi Hunt Garrat 1986.
Beberapa metode difusi yang dikenal antara lain adalah Hunt Garrat 1986:
a. Double diffusion process. Tujuan utama dari metode ini adalah untuk
membentuk endapan didalam kayu yang tahan terhadap pelunturan. b.
Osmose process. Dalam cara ini, bahan pengawet yang digunakan adalah berbentuk pasta atau cream dan disapukan ke seluruh permukaan kayu setelah
kayu dilapisi dengan bahan yang waterproof. Kemudian dibiarkan selama ± 30 hari. Lamanya proses ini tergantung pada ukuran dan jenis kayu yang
diawetkan. Retensi minimum yang disarankan adalah 12-14 . lb per cu.ft. 4- 8 kgm3.
2.5.8 Metode sap-replacement
Metode ini mendapat paten pada tahun 1838 atas nama penemunya yaitu Dr. Boucheri dari Perancis. Semula metode ini dilakukan terhadap pohon-pohon yang
baru ditebang, dimana cabang-cabang, ranting-ranting dan daunnya masih lengkap. Bahan pengawet diberikan dari pangkal batang dan mengalir keseluruh
pohon pada kayu gubal karena adanya transpirasi oleh daun. Metode ini mengalami perubahan yang dibuat oleh Mathis Inggris dimana sekarang ini,
proses ini hanya dilakukan untuk log atau poles yang baru ditebang. Bahan pengawet disimpan pada sebuah bak setinggi 10 m dari tanah, dan dialirkan ke
pangkal batang melalui slang atau pipa. Proses ini selesai apabila bahan pengawet telah mengisi seluruh kayu gubal dan ini dapat dilihat pada ujung batang.
Biasanya digunakan bahan pengawet copper sulfate blue vitriol, karena mempunyai keuntungan dibandingkan bahan-bahan pengawet larut air yang tidak
berwarna, dimana mudah dilihat apakah proses sudah cukup apa belum Hunt Garrat 1986.
2.6 Bahan Pengawet