nangka tidak ada yang masuk ke dalam standar penetrasi disetiap perlakuan panas dinginnya.
Menurut Hunt dan Garrat 1986, selain dipengaruhi oleh struktur anatomi kayu, penetrasi juga dipengaruhi oleh persiapan kayu sebelum diawetkan, metode
pengawetan, konsentrasi bahan pengawet, dan lama perendaman. Dengan demikian, maka lama perendaman dan metode pengawetan yang digunakan dalam
penelitian ini perlu disempurnakan. Lama perendaman dinginnya perlu ditingkatkan atau dengan mencoba metode pengawetan baru seperti vakum tekan
atau pemberian perlakuan pendahuluan seperti pengukusan terlebih dahulu sebelum pengawetan. Sedangkan untuk konsentrasi bahan pengawet tetap
dipertahankan sebesar 5, karena konsentrasi 5 merupakan konsentrasi yang dianjurkan oleh pabrik pembuat bahan pengawet. Tetapi bila ingin mendapatkan
hasil penetrasi yang optimal bisa saja dilakukan penelitian dengan meningkatan konsentrasinya.
4.2 Pengujian Mekanis Kayu
4.2.1 Modulus of Elasticity MOE
Menurut Heygreen dan Bowyer 1982 keteguhan lentur statik merupakan sifat yang digunakan untuk menentukan beban yang dapat dipikul oleh suatu
gelagar. Semakin kaku kayu maka semakin besar nilai MOE, dan semakin lentur kayu maka nilai MOE semakin kecil. Rata-rata nilai MOE kayu kecapi, kayu
rambutan dan kayu nangka pada berbagai perlakuan perendaman bahan pengawet disajikan pada Gambar 10. Sedangkan rekapitulasi hasil pengukuran disajikan
pada Lampiran 2. Tabel 8 memuat hasil analisis sidik ragamnya. Kayu rambutan memiliki nilai MOE yang lebih besar dibandingkan kayu
kecapi dan kayu nangka pada semua perlakuan pengawetan. Pengaruh jenis terhadap nilai MOE ada kaitannya dengan perbedaan struktur anatomis dan
komposisi kimiawi dinding sel yang secara keseluruhan akan mempengaruhi nilai MOE Rachmat 2007.
Perlakuan pengawetan rendaman dingin dengan lama perendaman 24 dan 48 jam memiliki nilai MOE yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan rendaman
panas-dingin pada ketiga jenis kayu. Tetapi pengaruh dari rendaman panas-dingin terhadap penurunan nilai MOE ini tidak terlalu signifikan, terjadi hanya pada
sebagian perendaman saja. Menurut Hunt dan Garrat 1986 kegiatan pengawetan menggunakan metode perebusan dan vakum tekan dapat mempunyai efek
melemahkan struktur komponen sel.
Gambar 10 Nilai MOE kgcm
2
kayu kecapi, kayu rambutan dan kayu nangka dengan variasi waktu rendaman panasdingin 420…840 dan variasi
suhu 50 °C 30 °C a, 30 °C b, dan 75 °C c.
Pada pengawetan rendaman dingin dengan lama perendaman 24 dan 48 jam, nilai MOE tertinggi terdapat pada lama perendaman 24 jam. Begitu juga pada
metode pengawetan rendaman panas-dingin nilai MOE tertinggi terdapat pada perendaman total 24 jam dibandingkan perendaman total 48 jam. Namun
pengaruh dari penambahan waktu rendaman ini tidak menurunkan nilai MOE secara signifikan.
Tabel 8 Analisis sidik ragam pengaruh jenis kayu dan metode pengawetan terhadap nilai MOE
Sumber Keragaman DF
Anova SS Mean Square
F value
Pr F Jenis Kayu
2 24130816415 12065408208 84,54 ,0001
Pengawetan 9
6261426173 695714019
4,87 ,0001 Jenis Kayu_Pengawetan
18 1631829903
90657217 0,64 0,8571
Keterangan : = tidak nyata ; = nyata ; = sangat nyata
Metode pengawetan berpengaruh sangat nyata terhadap nilai MOE, selain itu jenis kayu juga berpengaruh sangat nyata Tabel 8. Hasil uji lanjut Duncan
menunjukkan bahwa MOE kayu rambutan berbeda nyata dengan MOE kayu kecapi maupun dengan MOE kayu nangka.
Peningkatan lama perendaman panas dari 4 ke 8 jam pada proses pengawetan rendaman panas-dingin mempengaruhi nilai MOE, tetapi
pengaruhnya tidak signifikan. Dibuktikan dari hasil uji lanjut Duncan yang menunjukkan bahwa peningkatan lama perendaman panas pada waktu
perendaman total dan suhu yang sama tidak berbeda nyata hampir disemua perlakuan rendaman panas-dingin pada ketiga jenis kayu, namun pada
peningkatan waktu rendaman panas 8 jam berbeda nyata dengan rendaman dingin selama 24 jam.
Perlakuan peningkatan suhu dari 50 °C menjadi 75 °C pada proses pengawetan rendaman panas-dingin tidak begitu mempengaruhi nilai MOE. Hasil
uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pada lama rendaman panas-dingin yang sama peningkatan suhu dari 50 °C menjadi 75 °C tidak berbeda nyata hampir di
semua perlakuan rendaman panas-dingin pada ketiga jenis kayu. Hasil uji lanjut Duncan disajikan pada Lampiran 11.
Kayu nangka pada pengujian MOE ini, nilai MOE nya lebih kecil dibandingkan dengan kayu rambutan dan kecapi, hal ini diduga pada kayu nangka
ada faktor yang mempengaruhi sifat mekanis kayu, salah satunya diduga terdapat serat miring sehingga menurunkan sifat Modulus of Elasticity MOE. Faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanis kayu adalah berat jenis, kadar lengas, kecepatan pertumbuhan, posisi cincin tahun, mata kayu, retak, miring arah
serat, pohon hidup dan mati, pengeringan alam dan oven, pengawetan, keawetan, lamanya pembebanan Yap Felix 1964.
4.2.2 Modulus of Rupture MOR