Hasil penelitian menunjukkan bahwa titik kritis pada rantai pengolahan ikan teri nasi berada pada tahap perebusan, penjemuran, pembloweran dan sortir
mutu. Perebusan dan penjemuran merupakan titik kritis terhadap bahaya biologi Pratiwi 2002 sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap
kosentrasi garam yang digunakan dalam proses perebusan. Umur simpan produk pangan Shelf life merupakan salah satu informasi
yang sangat penting bagi konsumen. Pencantuman informasi umur simpan menjadi sangat penting karena terkait dengan keamanan produk pangan dan untuk
memberikan jaminan mutu pada saat produk sampai ke tangan konsumen. Kewajiban pencantuman masa kadaluarsa pada label pangan diatur dalam
Undang-undang Pangan no. 71996 serta Peraturan Pemerintah No. 691999 tentang Label dan Iklan Pangan, dimana setiap industri pangan wajib
mencantumkan tanggal kadaluarsa expired date pada setiap kemasan produk pangan Kusnandar 2010.
Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan metode Extended Storage Studies ESS dan Accelerated Shelf-life Testing ASLT. ESS
adalah penentuan tanggal kadaluarsa dengan jalan menyimpan produk pada kondisi penyimpanan yang sebenarnya. Cara ini menghasilkan hasil yang paling
tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar. Sedangkan metode pendugaan umur simpan Accelerated Shelf-life Testing ASLT, yaitu
dengan cara menyimpan produk pangan pada lingkungan yang menyebabkannya cepat rusak, baik pada kondisi suhu atau kelembaban ruang penyimpanan yang
lebih tinggi. Data perubahan mutu selama penyimpanan diubah dalam bentuk model matematika, kemudian umur simpan ditentukan dengan cara ekstrapolasi
persamaan pada kondisi penyimpanan normal. Metode akselerasi dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dengan akurasi yang baik Kusnandar 2010
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk 1 Mengetahui kosentrasi penambahan garam terbaik pada proses perebusan
ikan teri nasi setengah kering
2 Mengetahui umur simpan ikan teri nasi setengah kering berdasarkan metode Akselerasi
3 Mengetahui keadaan umum UKM Perikanan di Pulau Pasaran, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung.
1.3 Manfaat
1 Memperoleh data penambahan garam pada proses perebusan ikan teri nasi setengah kering yang dilakukan diatas kapal.
2 Memberikan informasi mengenai umur simpan produk ikan teri nasi setengah kering
3 Sebagai salah satu bahan masukan Rancangan Standardisasi Nasional Indonesia RSNI untuk produk Ikan teri nasi setengah kering
4 Merupakan salah satu upaya perlindungan terhadap konsumen ikan teri nasi setengah kering.
1.4 Batasan Masalah
Kajian mengenai umur simpan ikan teri nasi setengah kering Stolephorus sp. dilakukan pada produk ikan teri segar. Meliputi tahap
penerimaan bahan baku sampai pengemasan, dengan fokus kajian adalah kosentrasi garam yang ditambahkan pada titik kritis perebusan dan umur
simpan produk pada tiga titik suhu penyimpanan yang berbeda.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Teri Nasi Stolephorus sp.
2.1.1 Deskripsi dan Klasifikasi
Ikan teri terutama berukuran kecil dengan panjang sekitar 6-9 cm, namun ada pula yang mempunyai ukuran relatif panjang hingga mencapai 17,5 cm. Ikan
teri mempunyai ciri ciri antara lain bentuk tubuhnya panjang fusiform atau termampat samping compressed, disamping tubuhnya terdapat selempeng putih
keperakan memanjang dari kepala sampai ekor. Gigi giginya terdapat pada rahang, langit langit dari pelatin dan mempunyai lidah Hoetomo et al. 1987
dalam Wahyuni 1999 Penyebaran ikan pelagis di Indonesia merata seluruh perairan, namun ada
beberapa yang dijadikan sentra daerah penyebaran seperti ikan teri di Samudera Hindia. Ikan teri juga ditemukan di beberapa wilayah perairan seperti di Sulawesi
Tenggara, Sumatra Barat, Selat Madura dan Perairan Lainnya. Teri nasi merupakan jenis ikan yang hidup bergerombol hingga mencapai ribuan ekor. Ciri
morfologisnya adalah sebagai berikut: umumnya tidak berwarna atau agak kemerahan, bentuk tubuh bulat menanjang, sepanjang tubuhnya terdapat garis
putih keperakan, memanjang dari kepala hingga ekor, sisik kecil dan tipis serta mudah lepas, mulut agak tersayat kedalam, mencapai higga belakang mata,
rahang bawah lebih pendek dari rahang atas. Adapun sistematika dan klasifikasi ikan teri nasi menurut Saanin 1984 adalah sebagai berikut:
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Famili : Clupeidae
Genus : Stolephorus
Spesies : Stolephorus sp.
Sebagaimana ikan teri, ikan teri nasi pun termasuk jenis ikan musiman. Musim tangkapnya antara bulan Februari sampai Agustus. Jumlah tangkapan
tertinggi biasanya terjadi pada bulan Juli dan Agustus. Berikut ini adalah gambar ikan teri nasi segar.
Gambar 1 Ikan teri nasi segar
2.1.2 Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Ikan Teri Nasi
Ikan teri nasi mengandung protein, mineral, vitamin, dan zat gizi lainnya yang sangat bermanfaat untuk kesehatan dan kecerdasan. Protein teri nasi
mengandung beberapa macam asam amino esensial. Adanya variasi dalam komposisi kimia maupun komposisi penyusunnya disebabkan karena faktor
biologis dan alami. Faktor biologis antara lain jenis ikan, umur dan jenis kelamin. Faktor alami yaitu faktor luar yang tidak berasal dari ikan, yang dapat
mempengaruhi komposisi daging ikan. Golongan faktor ini terdiri atas daerah kehidupannya, musim dan jenis makanan yang tersedia Muchtadi dan
Sugiyono, 1989. Komposisi kimia dari ikan teri nasi secara lengkap disajikan pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Komposisi kimia ikan teri nasi
Komposisi Satuan
Nilai
Protein 16,00
Lemak 1,00
Abu 1
Air 30-60
Sumber: BSN 1994
Bahan baku ikan teri harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat sifat
alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan. ikan teri yang akan diolah harus dari mutu yang baik dan cocok bagi konsumen,
sekurang kurangnya sebagai berikut SNI 01-3466-1994 Rupa dan warna
: Utuh putih, kebiruan dan cemerlang Bau
: Segar dan agak harum Daging
: Kenyal, berserat halus Rasa
: Netral agak manis untuk mempertahankan mutu ikan teri nasi, bahan baku harus cepat diolah.
Apabila terpaksa menunggu maka ikan teri nasi harus disimpan dengan es atau air dingin 0-5
o
C, saniter dan higienis. Syarat mutu yang harus dipenuhi dapat dilihat pada Tabel 2 SNI 01-3461-1994.
Tabel 2 Syarat mutu ikan teri nasi Stolephorus sp. setengah kering Jenis Uji
Satuan Persyaratan
Mutu a. Organoleptik
-Organoleptik, Min -Kapang
7 Tidak Nampak
b. Mikrobiologi -ALT, maks
-Escherichia coli -Salmonella
-Staphylococcus aureus koagulasi positif, maks
-Vibrio cholerae Kolonigram
APMgram per 25 gram
Kolonigram per 25 gram
2 x 10
5
3 Negatif
100 Negatif
c. Kimia -Air
-Abu tak larut dalam asam, maks
-Garam, maks -Timah, maks
-Timbal, maks -Arsen, maks
-Raksa, maks -Seng, maks
-Tembaga, maks bobotbobot
bobotbobot bobotbobot
mgkg mgkg
mgkg mgkg
mgkg mgkg
30-60 1
15 40
0,5 1,0
0,5
100,0 20,0
d. Fisika Bobot bersih
Sesuai label Bila diperlukan
2.1.3 Proses Penangan dan Pengolahan Ikan Teri Nasi Stolephorus sp.
Setengah Kering SNI 01-3471-1994
Penanganan dan pengolahan ikan teri nasi setengah kering adalah semua kegiatan yang menghasilkan produk akhir yang berupa ikan teri nasi setengah
kering. Tahap produksi ini meliputi proses sortasi awal, pencucian, perendaman, perebusan, pengeringan, sortasi akhir, pengemasan dan pelabelan.
a. Sortasi awal Ikan teri nasi dari nelayan dimasukkan kedalam wadah berinsulasi atau
tong plastik, secepat mungkin dilakukan sortasi jenis dan mutunya. Kemudian ditimbang dan dicuci dengan air dingin atau air laut untuk
mengilangkan kotoran. b. Pencucian
Pencucian ulang atau pembilasan dilakukan dengan menggunakan air dingin dan bersih untuk menghilangkan air laut atau menurunkan kadar
garam. c. Perendaman
Sebelum dilakukan perebusan ikan teri nasi setengah kering direndam dalam air es selama kurang lebih 10 menit.
d. Perebusan Tahapan selanjutnya adalah tahap perebusan. Dalam proses perebusan air
yang digunakan untuk perebusan ditambah garam sebanyak 3-4 dari volume air yang direbus. Setelah air perebusan mendidih, dimasukkan ikan
teri ke dalam perebusan selama 3-5 menit sambil dilakukan pengadukan untuk meratakan panas dan menghilangkan busa pada keranjang perebusan.
Setelah diangkat, ikan teri nasi ditiriskan diangin-anginkan sampai tiris. e. Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran diatas para para, sejenis alat yang terbuat dari bambu atau dengan cara lain yang sesuai
sampai setengah kering dan dilanjutkan dengan pengangin-anginan.
f. Sortasi akhir Tahap sortasi ini dilakukan dengan tujuan menghilangan kotoran yang
masih menempel, kemudian sortasi jenis mutu dan ukuran teri yang diinginkan.
g. Pengemasan Bahan pengemas untuk ikan teri nasi setengah kering harus cukup kuat,
tahan perlakuan fisik, mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap air uap air, gas bau, tidak mudah ditembus minyak dan lemak, tidak boleh
melekat pada produk dan tidak boleh menulari produk. Pembungkus harus terbuat dari bahan yang baik dan memenuhi persyaratan bagi produk,
metode pengolahan dan pemasarannya. Teknis pengemasan produk harus dikemas dengan cepat, cermat, secara saniter dan higienis. Pengemasan
harus dilakukan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya penularan dan kontaminasi dari luar terhadap produk akhir.
h. Pelabelan Setiap produk perikanan yang diolah untuk diperdagangkan harus diberi
label dengan benar dan mudah dibaca, yang memberi keterangan untuk: Jenis produk olahan
Berat bersih produk Bila ada beberapa bahan tambahan lain harus diberi keterangan bahan
tersebut Nama dan alamat unit pengolahan, serta negara dimana produk
tersebut dibuat Tanggal, bulan, tahun saat produk tersebut dihasilkan kode produksi
Khusus untuk produk yang dikonsumsi didalam negeri harus mencantumkan nomor pendaftaran pada Departemen Kesehatan RI.
2.1.4 Bahan Tambahan Makanan dan Peralatan SNI 01-3471-1994
Bahan tambahan makanan yang digunakan adalah garam. Garam yang digunakan harus garam yang bermutu baik yang ditandai dengan
warna garam putih dan bersih tidak tercampur dengan kotoran- kotoranbenda asing. Peralatan yang digunakan dalam pengolahan ikan
teri nasi setengah kering secara umum terdiri atas peralatan perebusan dan
pengeringan. Semua peralatan dan perlengkapan yang digunakan harus dibuat sedemikian rupa sehingga permukaannya halus dan rata, tidak
mengelupas, tidak berkarat, tidak merupakan sumber jasad renik, bebas dari retak-retak dan mudah dibersihkan.
Proses pengolahan ikan teri nasi setengah kering dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Diagram alir proses pembuatan ikan teri nasi Stolephorus sp. setengah
kering SNI 01-3471-1994
Sortasi awal
Pencucian Perendaman dalam air es 10 menit
Perebusan penambahan 3-4 garam
Penirisan
Sortasi akhir
Pengemasan
Penyimpanan Ikan Teri Nasi
Ikan Teri Nasi Setengah Kering
2.2 Pengeringan
Pengeringan adalah
suatu metode
untuk mengeluarkan
atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan padat dengan cara menguapkan
sebagian besar air dengan menggunakan energi panas, sehingga tingkat kadar air setimbang dengan kondisi udara atmosfer normal atau tingkat kadar air yang
setara dengan nilai aktivitas air yang aman dari kerusakan mikrobiologis enzimatis atau kimiawi Muchtadi 2008. Aktivitas air adalah jumlah air bahan
yang dapat dipergunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Pengeringan bertujuan untuk mempertahankan daya awet dengan cara
mengurangi aktivitas air, mengurangi berat dan volume sehingga menghemat ruang pengangkutan, pengepakan, serta mempermudah transportasi. Pengeringan
bertujuan untuk meningkatkan nilai sensori pada suatu produk pangan, seperti aroma yang berbeda, kerenyahan, kekenyalan, dan parameter sensori lainnya
Berk 2009. Menurut Toledo 1980, proses pengeringan terbagi menjadi 3 tahap. Pada
tahap awal terjadi kenaikan laju pengeringan, karena tekanan uap air di atas permukaan bahan semakin meningkat sejalan dengan kenaikan suhu permukaan.
Proses pengeringan pada tahap ini hanya terjadi di sekitar permukaan bahan. Pada tahap kedua laju pengeringan akan konstan karena terjadi kenaikan suhu pada
seluruh bagian bahan yang menyebabkan terjadinya pergerakan air secara difusi dari bagian dalam bahan ke permukaan bahan dan seterusnya diuapkan. Pada
tahap ketiga, pengeringan penguapan air tidak hanya berlangsung melalui permukaan bahan, tetapi mulai terjadi ke dalam bahan sampai mencapai kadar air
kesetimbangan
2.
3 Pendugaan Umur Simpan dengan Metode Akselerasi
Peraturan mengenai penentuan umur simpan bahan pangan telah dikeluarkan oleh Codex Allimentarius Commission CAC pada tahun 1985
tentang Food Labelling Regulation. Di Indonesia, peraturan mengenai penentuan umur simpan bahan pangan terdapat dalam UU Pangan No. 7 tahun 1996 dan PP
No.69 tahun 1999.
Menurut Rahayu et al. 2003, terdapat tujuh jenis produk pangan yang tidak wajib mencantumkan tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa, yaitu:
a. Buah dan sayuran segar termasuk kentang yang belum dikupas b. Minuman yang mengandung alkohol lebih besar atau sama dengan 10
volumevolume c. Makanan yang diproduksi untuk dikonsumsi saat itu juga atau tidak lebih
dari 24 jam setelah diproduksi d. Cuka
e. Garam meja f. Gula pasir
g. Permen dan sejenisnya yang bahan bakunya hanya berupa gula ditambah flavor atau gula yang diberi pewarna.
Berdasarkan peraturan, semua produk pangan wajib mencantumkan tanggal kadaluarsa, kecuali tujuh jenis produk pangan tersebut. Penetapan umur
simpan dan parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Pada skala industri besar atau komersial,
umur simpan ditentukan berdasarkan hasil analisis di laboratorium yang didukung hasil evaluasi distribusi di lapangan. Berkaitan dengan berkembangnya
industri pangan skala usaha kecil-menengah, dipandang perlu untuk mengembangkan penentuan umur simpan produk sebagai bentuk jaminan
keamanan pangan. Penentuan umur simpan di tingkat industri pangan skala usaha kecil menengah sering kali terkendala oleh faktor biaya, waktu, proses, fasilitas,
dan kurangnya pengetahuan produsen pangan Rahayu et al. 2003
2.4 Penurunan Mutu