1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan teri nasi Stolephorus sp. merupakan salah satu sumber daya hayati laut yang tersedia hampir di seluruh perairan Indonesia dan merupakan salah satu
komoditas ekspor andalan dari sub sektor perikanan. Setiap tahunnya, terjadi peningkatan pangsa pasar ekspor ke negara-negara tujuan ekspor misalnya
Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa KKP 2009.
Pengolahan ikan teri nasi Stolephorus sp. merupakan kegiatan pasca panen yang bertujuan mengatasi sifat perishable pada ikan melalui peningkatan daya
awet. Disamping itu pengolahan juga dapat memberikan nilai tambah added value suatu produk. Dari berbagai cara pengolahan hasil perikanan, pengeringan
merupakan salah satu metode yang paling banyak dilakukan di Indonesia. Prosesnya sederhana dan biayanya relatif murah. Dewasa ini beberapa produk
olahan hasil pengeringan diminati oleh pasar internasional. Salah satunya adalah teri nasi setengah kering yang banyak diekspor ke Jepang, Singapura dan
Hongkong. Pasar internasional menuntut persyaratan khusus terhadap barang yang diperdagangkan di dalamnya. Persyaratan tersebut berupa kontinuitas mutu
pada taraf tertentu dan jaminan keamanankeselamatan bagi konsumen Pratiwi 2002.
Usaha pengolahan ikan teri nasi baik kering maupun setengah kering, dapat dijumpai di berbagai pelosok daerah. Dalam pelaksanaan, pengawasan dan
pengendalian mutu produk tersebut perlu melibatkan kelembagaan UKM sebagai motor penggerak dalam peningkatan mutu produk yang dihasilkan. Akan tetapi
terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh UKM, sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku tahun 2003 dan APEC tahun 2020
berimplikasi luas terhadap UKM untuk bersaing di perdagangan bebas. UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta
dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global Disperindag 2009. Dengan demikian perlu dilakukan upaya peningkatan mutu
produk teri nasi setengah kering sebagai salah satu produk unggulan UKM perikanan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa titik kritis pada rantai pengolahan ikan teri nasi berada pada tahap perebusan, penjemuran, pembloweran dan sortir
mutu. Perebusan dan penjemuran merupakan titik kritis terhadap bahaya biologi Pratiwi 2002 sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap
kosentrasi garam yang digunakan dalam proses perebusan. Umur simpan produk pangan Shelf life merupakan salah satu informasi
yang sangat penting bagi konsumen. Pencantuman informasi umur simpan menjadi sangat penting karena terkait dengan keamanan produk pangan dan untuk
memberikan jaminan mutu pada saat produk sampai ke tangan konsumen. Kewajiban pencantuman masa kadaluarsa pada label pangan diatur dalam
Undang-undang Pangan no. 71996 serta Peraturan Pemerintah No. 691999 tentang Label dan Iklan Pangan, dimana setiap industri pangan wajib
mencantumkan tanggal kadaluarsa expired date pada setiap kemasan produk pangan Kusnandar 2010.
Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan metode Extended Storage Studies ESS dan Accelerated Shelf-life Testing ASLT. ESS
adalah penentuan tanggal kadaluarsa dengan jalan menyimpan produk pada kondisi penyimpanan yang sebenarnya. Cara ini menghasilkan hasil yang paling
tepat, namun memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar. Sedangkan metode pendugaan umur simpan Accelerated Shelf-life Testing ASLT, yaitu
dengan cara menyimpan produk pangan pada lingkungan yang menyebabkannya cepat rusak, baik pada kondisi suhu atau kelembaban ruang penyimpanan yang
lebih tinggi. Data perubahan mutu selama penyimpanan diubah dalam bentuk model matematika, kemudian umur simpan ditentukan dengan cara ekstrapolasi
persamaan pada kondisi penyimpanan normal. Metode akselerasi dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dengan akurasi yang baik Kusnandar 2010
1.2 Tujuan